PERKEMBANGAN
KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DI DAMASKUS DAN
BANI
ABBASIYAH
Mata
Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam
Pengampu
: Bapak Sauki
Agita
Fajar : 13690005
Anik
Masruroh : 13690010
Khusnul
Khotimah : 13690042
Sa’diyah
: 13690007
PENDIDIKAN
FISIKA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat
kita akan membangun masa depan. Namun, kadang kita sebagai umat Islam malas
untuk melihat sejarah. Sehingga kita cenderung berjalan
tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada di masa lalu. Disnilah sejarah berfungsi sebagai cerminan
bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk
merancang serta merencanakan matang-matang untuk masa depan yang
lebih cemerlang. Sangat memilukan ketika masyarakat Indonesia yang religius
dewasa ini terpuruk dalam himpitan krisis dan terbelakang dalam aspek
kehidupan. Sejarah mencatat kondisi
kebesaran Islam berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana pada waktu itu dunia Islam
menjadi kiblat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Ironis ketika saat ini menjadi terbalik, negara
Barat menjadi model bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat adalah merupakan
masa keemasan agama Islam, hal itu bisa
terlihat bagaimana kemurnian Islam itusendiri
dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu Rasulullah SAW. Kemudian
padazaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman Khalifah
empat atauyang lebih terkenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin, Islam
berkembang dengan pesatdimana hampir 2/3 bumi yang kita huni ini hampir
dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para
pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankandan juga dalam menyebarkan Islam
sebagai agama Tauhid yang diridhoi. PerkembanganIslam pada zaman inilah
merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa
Islam pada zaman Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin merupakan Islam yang luar
biasa pengaruhnya. Berlanjut pada masa pada masa Bani Umayyah Di
Damaskus, Bani Abbasiyyah Di Baghdad dan Bani Umayyahdi Andalusia serta Afrika
Utara (Murabbitun, Muwahhidun, dan Fathimiyyah), serta Dinasti Mamluk di Mesir. Namun yang terkadang menjadi
pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang
ini seolah kita melupakannya. Sekaitan dengan itu perlu kiranya kita melihat kembali
dan mengkaji kembali bagaimana sejarah Islam yang sebenarnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BANI
UMAYYAH
1.
Asal
Mula Bani Umayyah
Bani
Umayyah diambil dari nama Umayyah, kakeknya Abu Sofyan bin Harb, atau moyangnya
Muawiyah bin Abi Sofyan. Umayyah hidup pada masa sebelum Islam, ia termasuk
bangsa Quraisy. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan
dengan pusat pemerintahannya di Damaskus dan berlangsung selama 90 tahun (41 –
132 H / 661 – 750 M).
Muawiyah
bin Abi Sufyan sudha terkenal siasat dan tipu muslihatnya yang licik, dia
adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia
pernah dijadikan sebagai amir “Al-Bahar”. Ia mempunyai sifat panjang akal,
cerdik cendekia lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam urusan
dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan dan ahli hikmah.
Muawiyah
bin Abi Sufyan dalm membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan politik tipu
daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak gentar
melakukan kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa,asal maksud dan tujuannya
tercapai.
Daulah
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang
kholifah. Namun diantara kholifah-kholifah tersebut, yang paling menonjol
adalah : Kholifah Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin
Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Malik.
2.
Peta
Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan Bani Umayyah
Dalam
upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah, Muawiyah selalu
mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar
Jazirah Arab, antara lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada
tiga hal yang menyebabakan Muawiyah terus berusaha merebut Byzantium. Pertama,
karena kota tersebut adalah merupakan basis kekuatan Kristen Ortodoks, yang
pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium
sering melakukan pemberontakan ke daerah Islam. Ketgia, Byzantium termasuk
wilayah yang memiliki kekayaan yang melimpah.
Pada
waktu Bani Umayyah berkuasa, daerah Islam membentang ke berbagai negara yang
berada di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta
kekuasannya ke daerah Afrika Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik ,
dengan mengutus panglimanya Musa bin Nushair yang kemudian ia diangkat sebagai
gubernurnya. Musa juga mengutus Thariq bin Ziyad untuk merebut daerah
Andalusia.
Keberhasilan
Thariq memasuki Andalusia, membuta peta perjalanan sejarah baru bagi kekuasaan
Islam. Sebab, satu persatu wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan mudah
ditaklukan, seperti kota Cordova, Granada dan Toledo. Sehingga, Islam dapat
tersebar dan menjadi agama panutan bagi penduduknya. Tidak hanya itu, Islam
menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk
mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan social, politik, ekonomi,
budaya dan sebaginya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan
Islam.
- Kemajuan dan Keunggulan Bani Umayyah
Di
masa Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami perkembangan dari pada masa
sebelumnya. Di antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa
ini adalah seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir, dan
sebaginya.
Pada
masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan
mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Contohnya adalah bangunan masjid
Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dan juga
masjid Agung Cordova yang terbuat dari batu pualam.
Seni
sastra berkembang dengan pesatnya, hingga mampu menerobos
ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat dan negara.
Sehingga syair yang muncul senantiasa sering menonjol dari sastranya, disamping
isinya yang bermutu tinggi.
Dalam
seni suara yang berkembang adalah seni baca Al-Qur’an, qasidah, musik
dan lagu-lagu yang bernafaskan cinta. Sehingga pada saat itu bermunculan
seniman dan qori’/ qori’ah ternama.
Perkembangan
seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khot Arab sebagai motif
ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan
tembok-tembok istana yang diukur dengan khat Arab. Salah satunya yang masih
tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana
musim panas di daerah pegunungan yang terletak lebih kurang 50 mil sebelah
Timur Amman.
Dalam
bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu
pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu
kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.
Pada
ini juga, politik telah mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih
teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah
(kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah
(Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha
Negara.
Kekuatan
militer pada masa Bani Umayyah jauh lebh berkembang dari masa
sebelumnya, sebab diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil
Ijbary). Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni masa Khulafaurrasyidin, tentara
adalah merupakan pasukan sukarela. Politik ketentaraan Bani Umayyah adalah
politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsure
Arab.
Pada
masa ini juga, telah dibangun Armada Islam yang hampir sempurna hingga mencapai
17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan Pulau Rhodus dengan panglimanya
Laksamana Aqabah bin Amir. Disamping itu Muawiyah juga telah membentuk “Armada
Musin Panas dan Armada Musim Dingin”, sehingga memungkinkannya untuk bertempur
dalam segala musim.
Dalam
bidang social budaya, kholifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak
memberikan kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit (mustasyfayat)
di setiap kota yang pertama oleh Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga
dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua
mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di
rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang
cukup tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka
berbondong-bondong memeluk Islam.
4. Pembunuhan Terhadap Marwan bin Muhammad dan Yazid
bin Umar
Salah
satu pendiri daulah Bani Abbasiyah, Abul Abbas As-Shaffah mengirimkan
pasukannya untuk melumpuhkan kepemimpinan Marwan. Sebagai panglima, ia mengutus
Abdullah bin Ali. Kholifah MArwan juga telah mempersiapkan pasukannya yang
besar dengan membaginya dengan dua lapis. Lapis pertama, adalah terdiri dari
pasukan yang selalu mengalami kemenangan dalam setiap peperangan, yang kedua,
adalah pasukan yang selalu mengalami kekalahan dalam setiap peperangan.
Kedua
pasukan tersebut bertempur di lembah Sungai az-Zab, salah satu cabang Sungai
Djlah (Tigris) dari sebelah timur. Pertempuran berlaku sengit. Angkatan perang
Marwan memang cukup besar dan memiliki perbekalan yang banyak. Namun, itu semua
tidak menyurutkan keinginan pasukan Abbasiyah untuk memperoleh kemenangan demi
masa depan yang cemerlang. Demikianlah angkatan tentara Abbasiyah mencapai
kemenagan atas pasukan Kholifah Marwan.
Sejak
saat itu, Marwan terus diburu untuk benar-benar dibunuh, sehingga tidak ada
lagi kekuasaan Bani Umayyah yang tersisa. Marwan terus menerus melakukan
pengunduran dari satu tempat ke tempat lain, dimulai dari ia mundur dari
Harran, Qinnisirin (Syiria), kemudian Hims, Damsyik, Palestin dan akhirnya
Mesir. Di Mesir, Marwan dan sedikit pasukannya yang tersisa masih harus
melakukan pertempuran kecil, dan saat itu pula ia tewas.
Moment
inilah yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah yang
sudah berkuasa selama 90 tahun.
- Peradaban dan Pemerintahan pada masa Bani Umayyah di Damaskus
Semenjak berkuasa, Muawiyyah (661-680) memulai
langkah-langkah baru untuk merekonstruksi otoritas dan sekaligus kekuasaan
khilafah, dan menerapkan paham golongan bersama dengan elite pemerintah.
Muawiyyah mulai mengubah koalisi kesukuan Arab menjadi sebuah sentralisasi
monarkis. Ia memperkuat barisan militer dan memperluas kekuasaan administratif
negara dan alasan-alasan moral dan politis yang baru demi kesetiaan terhadap
khalifah.
Beberapa dekade dari masa pemerintahan Muawiyyah
tidak terlepas dari faktor-faktor perselisihan akibat perang sipil
pertama.Warga Madinah menentang Quraisy lantaran merampas kedudukan mereka.
Kalangan Syi’ah menginginkan penguasaan terhadap jabatan khilafah. Konflik
kesukuan bangsa Arab berkobar kembali. Muawiyyah mampu mengendalikan bangsa
Arab dengan kecakapan pribadinya dan dibentengi kekuatan militer, namun ketika
ia meninggal dunia, peperangan sipil berlangsung kembali. Zaman kekacauan ini
berlangsung kembali. Zaman kekacauan ini berlangsung antara 680-692.
Ketika Yazid naik tahta, Ia harus menghadapi berbagai
serangan-serangan dari para lawannya, diantaranya adalah Abdullah bin Zubair,
putra dari seorang yang terbunuh oleh kelompok Ali. Bersamaan itu, putra Ali,
Husain, berusaha meninggalkan Madinah menuju Kuffah untuk menjadi pimpinan bagi
pengikutnya di wilayah tersebut, namun pasukannya yang berjumlah kecil dihadang
di padang Karbala dan dibunuh oleh suruhan Yazid, dan pada perang tersebut
Husain meninggal dunia dan kepalanya terpisah dengan tubuhnya dan kepala Husain
dibawa kehadapan Yazid.
Meskipun rezim Muawiyyah pada dasarnya adalah
keluarga penguasa, militer, dan suku-suku yang bernaung dibawahnya, sekelompok
elite kecil memerintah sebuah imperum besar yang desentralis, sementara itu
khalifah berusaha keras menegakkan sentralisasi kekuasaan pemerintah. Abdul
Malik dan Al-Walid menyusun peralihan pejabat-pejabat pajak dari orang-orang
yang berbahasa Yunani dan Syiria kepada orang-orang yang berbahasa
Arab.selanjutnya Khalifah mengadakan pengorganisaisan keuangan di berbagai
daerah. Pada masa khalifah Umar II, khalifah mengusulkan sebuah revisi yang
penting mengenai aturan dan bebrapa prinsip perpajakan untuk menghilangkan
ketidakseragaman yng lebih besar dan demi persatuan. Khalifah Hisyam, berusaha
menerapkan kebijakan Umar II di wilayah Khurasan, Mesir Metopotamia.
Kejayaan kaisar khalifah, dukungan resmi negara
kepada agama dan pembangunan gereja, ataupun dalam hsl ini pembangunan sejumlah
masjid adalah terilhami oleh kebijakan Bizantium. Para khalifah Umayyah
mendatangkan motif-motif Yunani dan bahkan ahli bidang bangunan dan seniman
Yunani untuk menghiasi masjid-masjid merekan dan kemudian menjadikan
desain-desain dan dekorasi Sasania untuk menghiasi istana mereka. Bahkan dalam
meminjam ide-ide dari beberapa imperium terdahulu, penguasa Umayyah memindahkan
motif-motif tradisional dan mengadakan peniruan dari bentuk-bentuk lama dengan
sesuatu yang baru untuk menciptakan simbol Islam dan imperium terdahulu, tetapi
ia lebih diberi tekanan khas keislaman.
B.
BANI
ABBAS
1. Sebab-sebab Berdirinya Daulah Abbasiyah
Menjelang akhir dinasti Umayyah, terjadi
bermacam-macam kekacauan, yang di antaranya disebabkan:
a.
Penindasan yang
terus-menerus terhadap pengikut Ali dan bani Hasyim.
b.
Merendhkan kaum
Muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam
pemerintahan.
- Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Alasan-alasan
di atas menjadi sebab berdirinya khalifah Abbasiyah, oleh karena itu, logis
kalau bani Hasyim mencari jalan keluar denganmendirikan gerakan rahasia untuk
menumbangkan dinasti Umayyah. Gerakan ini menghimpun:
a.
Keturunan Ali
(Alawiyah), pemimpinnya Abu Salamah
- Keturunan Abbas (Abbasiyah), pemimpinnya Ibrahim al-Imam
- Keturunan bangsa Persia, pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany
Mereka
membagi tiga poros (Humairah, Kufah, Khurasan) yang merupakan pusat kegiatan,
antar satu degan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan
perannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Nabi SAW. Dengan usaha
ini, pada tahun 132 H./750 M., tumbanglah daulah Umayyah dengan terbunuhnya
Marwan dan mulailah berdirinya daulah Abbasiyah dengan diangkatnya khalifah
pertama, Abdullah bin Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun
132-136 H./750-754 M. (Machfud syaefudin, dkk, 2013: 63)
2. Pemerintahan
Daulah Abbasiyah
Kekuasaan
dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan khalifah Abbasiyah Karena para pendiri dan penguasa dinasti
ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah
didirikan oleh Abdullah Al-Saffan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn
Al-Abass. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun
132 H – 656 H. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Sistem
politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah antara lain :
a.
Para Khalifah
tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur
dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali .
dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali .
- Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
- Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia .
- Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya .
- Para
menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya
dalam pemerintah.
Para sejarawan membagi masa pemerintahan
Bani Abbas menjadi lima periode :
a.
Periode Pertama
(132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
- Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
- Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
- Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
- Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kotaBagdad.
Pada periode pertama, pemerintah Bani Abbas mencapai
masa keemasannya. Secara politis, para khalifah merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Periode ini berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam. Setelah periode ini
berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik.
Masa pemerintahan Abu Al-Abbas, pendiri dinasti ini,
sangat singkat yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Pembina dari daulat
Abbasiyah adalah Abu Ja’far Al-Manshur (754-775 M). Dia dengan keras menghadapi
lawannya dari Bani Ummayah, Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan
dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin
menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkan.
Pada mulanya, ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah,
dekat kufah. Namun, untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara, Al-Manshur
memindahkan ibu kota negara ke Bagdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon,
tahun 762 M. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan
mengangkat wazir sebagai koordinator departemen, Wazir pertama yang diangkat
adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk
protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara. Al-Manshur
meningkatkan peran dari Jawatan pos, yang sudah ada sejak masa dinastii Bani
Umayyah. Yang dahulu fungsinya hanya sebagai pengantar surat, sekarang
ditegaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah, sehingga
administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar.
Khalifah Al-Manshur berusaha menaklukkan kembali
daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat dan
memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Diantara usaha-usaha tersebut adalah
merebut benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia pada
tahun 756 – 758 M. Puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah
sesudahnya, yaitu Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (775-786 M), Harun Al-Rasyid
(786-809 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Al-Mu’tashim (833-842 M), Al- Wasiq
(842-847 M), dan Al-Mutawakkil (847-861 M).
Pada masa Al-Mahdi perekonomian mulai meningkat
dengan peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Bashrah menjadi pelabuhan
yang penting. Daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun
Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak
dimanfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga
pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan. Di samping itu, pemandian-pemandian
umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman
khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa
inilah Negara islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak
tertandingi. Al-Ma’mun dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu.
Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga
banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah
pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah
Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Walaupun mengalami kemajuan yang pesat, dalam
periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas
Negara. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan
intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di
Persia, gerakan Syi’ah, dan konflik antarbangsa serta aliran pemikiran
keagamaan, semuanya dapat dipadamkan. Dinasti Bani Abbasiyah pada periode
pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada
perluasan wilayah.
Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang
pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak
ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring
dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa
keemasan, kejayaan, dan kegemilangan. Masa keemasan ini dicapai Bani Abbasiyah
pada periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam
mengalami masa kemunduran.
3. Peradaban
perekonomian Daulah Abbasiyah
Pada masa bani Abbasiyah, ekonomi perdagangan
berkembang antar daerah-daerah penghasil pertanian dan perindustrian atau
kerajinan. Pada masa itu, telah berkembang pula sistem perdagangan
internasional, baik dengan dunia Barat (Byzantium dan Eropa pada umumnya)
maupun dunia Timur (India, Tiongkok, dan Nusantara), dengan daerah-daerah Islam
atau pusat-pusat kehidupan sosial-budya dan pemerintahan sebagai pusat-pusat
perdagangan internasional (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 71).
Di sebelah timur, para pegadang Islam telah
menjelajah hingga ke Cina. Yang menjadi tulang punggung perdagangan ini adalah
sutra, yang merupakan kontribusi terbesar dari Cina kepada dunia Barat. Di
sebalah barat, para pedagang Islam telah mencapai Maroko dan Spanyol. Mereka
membawa kurma, gula, kapas, dan kain wol juga peralatan dari baja, dan gelas.
Lalu mereka mengimpor barang dagangan seperti rempah-rempah, kapur barus dan
sutera dari kawasan Asia yang lebih jauh, juga gading, kayu eboni, dan budak
kulit hitam dari Afrika.
Industri penting lainnya adalah pembuatan kertas
tulis, yang diperkenalkan pada pertenghan abad ke-8 dari Cina ke Samarkand.
Kertas Samarkand, yang diduduki oarang Islam pada 740 M, saat itu tak ada
tandingannya. Sebelum akhir abab ke-8, Baghdad memiliki pabrik ketas pertama.
Kemudian disusul oleh kota-kota lain seperti, Mesir sekitar 900 M, Maroko
sekitar 1100 M, Spanyol sekitar 1150 M. Pabrik kertas saat itu juga
menghasilkan berbagai jenis kertas, baik putih maupun berwarna.
Seni mengelola perhiasan juga mengalami kemajuan.
Salah satu perhiasan yang paling terkenal dalam sejarah Arab adalah rubi besar
yang pernah dimiliki oleh beberapa raja Persia, yang di atasnya diukir nama
Harun ketika ia membelinya seharga 40 ribu dinar. Sedangkan sumber tambang
utama kerajaan yang memungkinkan tumbuhnya industri perhiasan adalah emas dan
perak yang diambil dari Khurasan, yang juga menghasilkan marmer dan air raksa,
rubi, lazuli dan azuri dari Transoxinia, tembaga dan perak dari Karman,
mutiara dari Bahrian, turquoise dari Naisabur.
Alat transportasi yang digunakan ada tiga macam
yaitu, pergadangan maritim menggunakan kapal layar sebagai armada pengangkut,
perdagangan caravan menggunakan hewan sebagai alat pengangkut, dan pergadangan
sungai menggunakan alat pengangkut sungai dan kapal. Kemajuan ekonomi tersebut
sudah pasti meninkatkan kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Puncak kemakmuran
rakyat terjadi ada masa khalifah Harun al-Rasyid dan putranya, al-Ma'mun.
Kekayaan yang melimpah tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan sosial banyak
didirikan seperti rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, farmasi, Disamping
itu juga kesejahteraan sosial, kesehatan, penddidikan, ilmu pengetahuan,
kebudayaan sreta kesatraan (Machfud Syaefudi, dkk, 2013: 73).
4. Peradaban Ilmu
Pengetahuan
Abad
X Masehi di sebut pembangunan daulah Islamiyah di mana dunia Islam, mulai dari
Kordova di Sponyol sampai ke Multan Pakistan, mengalami pembangunan di segala
idang teknologi dan seni. Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad
telah menimbulkan dorongan untuk menimbulkan suatu kebudayaan baru yaitu
kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakan ilmu-ilmu pengetahuan
dalam lapangan agama (ilmu aqli), kemudian bermunculanlah ilmu-ilmu
agama dari berbagai bidang. Kemudian ketika umat Islam keluar dari jazirah
Arab, mereka menemukan perbendaharaan Yunani. Dorongan dari agama menimbulkan
dorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan di bidang akal (ilmu ‘aqli).
Prestasi
luar biasa umat Islam pada masa daulah Umayyah yang dapat menaklukkan
wilayah-wlayah kerajaan Romawi dan Persia, segera disusul dengan prestasi yang
lebih hebat lagi dalam penaklukan dalam bidang ilmu pada abad berikutnya.
Penelaahan ilmu yang dimulai sejak bani Umayyah menjadi usaha besar-besaran pada
masa bani Abbasiyah.
Gerakan
membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja’far al-Manshur.
Setelah ia mendirikan Baghdad (144 H./762 M.) dan menjadikannya sebagai ibu
kota negara. Ia menarik banyak ulam dan para ahli dari berbagai daerah untuk
datang dan tinggal di Baghdad. Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama,
seperti Fiqh, Tauhid, Tafsir, Hadist, atau ilmu lain seperti Ilmu Bahasa dan
Ilmu Sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapatkan perhatian adalah penerjemahan
buku ilmu yang bersal dari luar.
Perkembangan
ilmu naqli mulai disusun dasar perumusannya menjadi ilmu yang kita kena
sekarang . Ilmn-ilmu itu antara lain:
a.
Ilmu Hadits
Pada
masa ini hanya merupakan penyempurnaan hadits dari masa sebelumnya, yaitu mulai
pada pertengahan ke-3 muncul trend baru yang bisa dikatakan sebagai
generasi terbaik sejarah penulisan hadits, yaitu muncul kecenderungan penulisan
hadits diduhului oleh tahapan penelitian dan peisahan hadits-hadits shahih dari
yang dla'if, sebagaimana yang dilakukan oleh Bukhari (w.256 H.), Muslim
(w.261 H.), Ibn Majah (w.273 H.), Abu Dawud (w.275 H.), al-Tirmidzi (w.279 H.),
serta al-Nasa'i (w.303 H.) (Machfud
Syaefudin, dkk, 2013: 76).
b.
Ilmu Tasawuf
Ilmu
Tasawuf adalah salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah.
Inti ajarannya kepada Allah, meninggalkan kesenangan da perhiasan dunia, serta
bersembunyi diri dan beribadah (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 76).
- Ilmu Tafsir
Pada
zaman Abbasiyah ilmu tafsir dipisahkan dari ilmu hadits.Kemudian muncul
penafsiran bi al-ra'y, di mana penafsiran dilakukan dengan mengedepankan
akal. Tafsir pada masa ini ditambah dengan cerita israiliyat. Terakhir muncul
penafsiran dengan cara menyebut satu ayat kemudian menerangkan tafsirnya yang
diambil dari sahabat dan tabi'in. Tafsir seperti ini yang termasyhur
diantaranya tafsir Ibn Jarir al-Thabary.
- Ilmu Bahasa Arab
Ilmu
bahasa Arab pada masa ini tumbuh dan berkembang menjadi subur, karena makin
dewasa dan menjadi bahasa internasional. Kota Basrah dan Kufah merupakan pusat
pertumbuhan dan kegiatan bahasa. Keduanya saling berlomba sehingga terkenal
sebutan aliran Basrah, yaitu lebih banyak terpengaruh dengan mantiq dan
aliran Kufah, yaitu golonan yang menjadikan segala yang diturunkan oleh orang
Arab sebagai asa yang harus ditiru serta menyusun beberapa kaidah untuknya.
Dalam zaman ini diciptakan kitab-kitab yang bernilai dalam ilmu Nahwu,
Sharf, Maani, Qamus ilmu manaqat (kumpulan khutbah dan
riwayat).
- Ilmu Fiqh
Zaman
Abbasiyah yang merupakan zaman tamaddun keemasan Islam telah melahirkan
ahli-ahli hukum (fuqaha') yang tersohor dalam sejarah Islam dengan
kitab-kitab fiqhnya yang terkenal sampai sekarang. Para fuqaha' yang
lahir zaman ini terbagi dalam dua aliran, yaitu ahl al-hadits dan ahl
al-ra'y (Machfud, dkk, 2013: 74).
Usaha
penerjemahan dari bahasa Yunani ke bahasa Arab sebenarnya sudah dimulai sejak
khalifah al-Umayyah, tetapi usah besar-besaran dimulai sejak khalifah
al-Manshar dari Abbsiyah. Pusat penting tempat penerjemahan adalah Yude Sahpur.
Meskipun nanti Baghdad menjadi kota besar dan ibu kota daulah Abbasiyah, namun
Yude Sahpur tetap sebagai ibu kota ilmu pengtahuan pertama dalam Islam.
Pada
masa al-Ma’mun kemajuan usaha penerjemahan mencapai puncaknya dengan membangun
Sekolah Tinggi Penerjemahan di Baghdad, di lengkpi dengan lembaga ilmu yang
disebut Bait al-Hikmah, suatu lembaga yang dilengkapi dengan
obsrevatorium, perpustakaan, dan lenbaga penerjmahan. Di sinilah orang bisa
mengenali Husain bin Ishaq(809-877).
Buku-buku
yang diterjemahkan sebagian besar buku karangan Aristoteles, Plato,
Neo-Platonismedan Galen. Para ahli bukan hanya menerjemahkan buku-buku, tetapi
mereka juga pengembangkan penelitian dan pemikiran spekulasi dalam
batasan-batasan yang tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu. Semenjak itu
mulailah masa pembentukan ilmu-ilmuIslam dalam bidang akal, yang sering
dinamakan abad keemasan yang berlangsung antara 900-1000 M. Ilmu-ilmu yang
masuk ke dalam kategori ilmu aqli adalah:
a.
Ilmu Filsafat
Setelah
kitab-kitab filsafat Yunani yang diterjwmahakan ke bahasa Arab di zaman
khalifah Harun ar-Rasyid dan al-Ma'mun, barulah kaum Muslimin sibuk mempelajari
ilmu filsafat, bahkan menafsirkan dan mengadakan perubaham serta perbaikan
sesuai dengan ajaran Islam, sehingga lahirlah para filsuf Islam yang kemudian
menjadi bintang dunia filsafat seperti, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina,
al-Ghazali, dan Ibn Rusyd (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 78).
- Ilmu Kedokteran
Minat orang Arab terhadap ilmu kedokteran diilhami
oleh hadits Nabi yang membagi pengetahuan ke dalam dua kelompok , teologi dan
kedokteran. Pada tahun 765 M, khalifah memerintahkan Girgis Buchtyishu untuk
menerjemahkan buku-buu dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Ilmu kedokteran pada
saat itu masih merupakan bagian dari ilmu filsafat.
- Ilmu Astronomi
Penulisan
Ilmu astronomi dimulai sejak diterjamahkannya buku-buku Sidharta dari bahasa
India ke bahasa Arab, yang diterjemahakan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari,
yang digunakan sebagai acuan oleh para sarjanas belakangan. Sebelumnya karya
Ptolemius, Almagest, disusul karya yang lebih unggul yaitu karya
al-Hajjaj ibn Mathar yang selesai ditulis pada 212 H./827-828 M. dan karya
Hunayn ibn Ishaq yang direvisi oleh Tsabit ibn Qurrah (w.901 M.) (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 79).
- Ilmu Hitung
Angka
Arab pada mulanya diperkenalkan oleh Sidharta dari India, yang bekerja di
masjid al-Manshur sebagai seorang ahli Astronomi. Sudah barang tentu sistem
perangkaan suadah dipergunakan di India, di mana terjemahan ini membantu
terkenalnya sistem perangkaan di dunia Arab. Angka dari India itu disebut ragam
al-Hindi, terdiri dari angka 1, 2, 3, 4, 5, kemudian oleh Khuwarizmi diciptakan
angka 6, 7, 8, 9, dan 0 yang dinamakan shirf atau kosong. meskipun orang
Arab menamakan nol dengan kosong atau shirf, tetapi ia adalah tanda
angka yang penting (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 80).
- Ilmu Kimia
Di
dalam studi-studi tentang ilmu kimia dan hitung, sarjana-sarjana Muslim
memperkenalkan cara penelitian objektif yang menentukan terhadap spekulasi yang
membingungkan bagi orang-orang Yunani. Mereka teliti sekali dalam mengobservasi
gejale-gejala dan tekun dalam mengumpulkan fakta-fakta.
- Ilmu Sejarah dan Geografi
Pada
periode Abbasiyah, Ilmu Sejarah telah matang untuk melahirkan karya formal
berdasarkan atas legenda, tradisi, biografi, geneologi, dan narasi. Model ini
ditulis dalam bahasa Persia dan diwakili oleh karya berbahasa Pahlavi, Khudzay-namah
(buku tentang para raja), yang diterjamahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ibnu
al-Muqaff (w.757 M.) dengan judul Siyar Muluk al-'Ajm (Machfud
Syaefudin, dkk, 2013: 81).
Dalan
Ilmu Geografi, Ibnu Khurdasbah, yang hidup di awal abad III dan telah
meninggalkan buku Geografi al-Msalik wa al-Mamalik, dipandang sebagai
ahli Geografi Islam terdahulu yang menjadi pedoman bagi pelaut yang menjelajahi
lautan. Ilmu Geografi terjadi karena hubungan kota Baghdad dengan ibu kota
nagara lain, baik hubungan darat ataupun laut, seperti India, Ceylon, Malaya,
Indonesia, Cina, Korea, dan sebalh barat ke Afrika dan Eropa.
5.
Peradaban
Kebudayaan Islam Pada Masa Abbasiyah
Pada Periode Pertana Pemerintahan Bani
Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis para kholifah betul-betul
tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di
sisi lain kemakmuran mencapai tingkat tertinggi. Perode ini juga berhasil
menyipkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Timbul suatu pertanyaan, mengapa perdaban
dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada
masa Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Abbasiyah pada peroide pertama
lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan
wilayah. Di sanilah letak perbedaan pokok antara bani Abbas dan Umayyah. Akan
tetapi tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa bani Abbas
sendiri. Sebagian diantaranya telah dimulai sejak awal kebangkitan Isla,
sebagai contoh bahwa dalam bidang pendidikan di awal Islam lembaga pendidikan
sudah mulai berkembang (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 104).
6.
Sebab-sebab
Kemundururan Pemerintahan Bani Abbasiyah
Menurut W. Montgomeri Watt, bahwa ada
beberapa faktor yang menyebabakan kemunduran pada masa bani Abbasiyah, yaitu:
a.Luasnya
wilayah kekuasan Daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah
sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para
penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b.Dengan
profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah pada mereka
sangat tinggi.
c.Keaungan
negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan negara untuk tentara bayaran
sangat besar, pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup
memaksa pengiriman pajak ke Baghdad (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 98).
Di
samping kelemahan khalifah, banyak kelemahan lain yang yang menyebabkan khalifah Abbasiyah menjadi
mundur, masing-masing tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya
adalah:
a.Persaingan
antar Bangsa
KESIMPULAN
Setelah runtuhnya bani Umayyah, karena
persoalan internal dan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh bani
Hasyim. Karena bani Umayyah menindas pengikut Ali dan bani Hasyim, merendahkan
kaum muslimin dan melanggar ajaran Islam secara terang-terangan. Muncullah
khalifah bani Abbasiyah, khalifah yang melanjutkan perdaban Islam. Pada waktu
itu wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah tidak bertambah, bahkan berkurang, namun
wilayah penyebaran Islam meluas sampai ke bedalaman anak benua India dan lahir
daulah-daulah Islam di sana.
Pada masa khalifah bani Abbasiyah
terbagi menjadi empat perode di antaranya adalah, perode pertama yang memakan
waktu satu abad lamanya (132-232 H./750-847 M.). Perode kedua (232-334
H./847-945 M.), pada perode ini pengaruh Turki sangat besar, sedangkan pengaruh
Sunni pulih. Periode ketiga (334-447 H. Pada periode ini pengaruh keluarga
Buwaihi sangat besar. Periode keempat (447-656 H,/1055-1258 M.), nampak
besarnya pengaruh keluarga bani Saljuk. Disebut juga dengan peradaban
perekonomian, pada masa ini mulai muncul alat trasportasi seperti kapal layar,
hewan sebagai pengkut barang dan sungai sebagai
jalan kapal-kapal.
Pada masa kekhalifahan bani Abbasiyah
kebudayaan dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya. Dengan bermunculan
ilmu ‘aqli dan naqli, kemunculan ilmu-ilmu tersebut bermula dari proses
penerjemahan buku-buku yang menggunakan bahasa selain Arab. Para ilmuan Muslim
mampu mengarang buku sendiri. Ilmu yang berasal dari penerjemahan mampu
dikembangkannya.