Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS.Al-Ahzab:21)

Sabtu, 16 November 2013

makalah perkembangan kebudayaan islam pada masa bani umayyah di damaskus dan bani abbasiyah



PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DI DAMASKUS DAN
BANI ABBASIYAH
Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam
Pengampu : Bapak Sauki





Agita Fajar             :       13690005
Anik Masruroh      :       13690010
Khusnul Khotimah          :       13690042
Sa’diyah                 :       13690007

PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun masa depan. Namun, kadang kita sebagai umat Islam malas untuk melihat sejarah. Sehingga kita cenderung berjalan tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada di masa lalu. Disnilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang untuk masa depan yang lebih cemerlang. Sangat memilukan ketika masyarakat Indonesia yang religius dewasa ini terpuruk dalam himpitan krisis dan terbelakang dalam aspek kehidupan. Sejarah mencatat kondisi kebesaran Islam berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana pada waktu itu dunia Islam menjadi kiblat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Ironis ketika saat ini menjadi terbalik, negara Barat menjadi model bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan  Para Sahabat adalah merupakan masa keemasan agama Islam,  hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itusendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu Rasulullah SAW. Kemudian padazaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman Khalifah empat atauyang lebih terkenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin, Islam berkembang dengan pesatdimana hampir 2/3 bumi yang kita huni ini hampir dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankandan juga dalam menyebarkan Islam sebagai agama Tauhid yang diridhoi. PerkembanganIslam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa Islam pada zaman Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin merupakan Islam yang luar biasa pengaruhnya. Berlanjut pada masa pada masa Bani Umayyah Di Damaskus, Bani Abbasiyyah Di Baghdad dan Bani Umayyahdi Andalusia serta Afrika Utara (Murabbitun, Muwahhidun, dan Fathimiyyah), serta Dinasti Mamluk di Mesir. Namun yang terkadang menjadi pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang ini seolah kita melupakannya. Sekaitan dengan itu perlu kiranya kita melihat kembali dan mengkaji kembali bagaimana sejarah Islam yang sebenarnya




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    BANI UMAYYAH
1.      Asal Mula Bani Umayyah
Bani Umayyah diambil dari nama Umayyah, kakeknya Abu Sofyan bin Harb, atau moyangnya Muawiyah bin Abi Sofyan. Umayyah hidup pada masa sebelum Islam, ia termasuk bangsa Quraisy. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dengan pusat pemerintahannya di Damaskus dan berlangsung selama 90 tahun (41 – 132 H / 661 – 750 M).
Muawiyah bin Abi Sufyan sudha terkenal siasat dan tipu muslihatnya yang licik, dia adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia pernah dijadikan sebagai amir “Al-Bahar”. Ia mempunyai sifat panjang akal, cerdik cendekia lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam urusan dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan dan ahli hikmah.
Muawiyah bin Abi Sufyan dalm membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan politik tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa,asal maksud dan tujuannya tercapai.
Daulah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang kholifah. Namun diantara kholifah-kholifah tersebut, yang paling menonjol adalah : Kholifah Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Malik.
2.      Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan Bani Umayyah
Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah, Muawiyah selalu mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar Jazirah Arab, antara lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada tiga hal yang menyebabakan Muawiyah terus berusaha merebut Byzantium. Pertama, karena kota tersebut adalah merupakan basis kekuatan Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering melakukan pemberontakan ke daerah Islam. Ketgia, Byzantium termasuk wilayah yang memiliki kekayaan yang melimpah.
Pada waktu Bani Umayyah berkuasa, daerah Islam membentang ke berbagai negara yang berada di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta kekuasannya ke daerah Afrika Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik , dengan mengutus panglimanya Musa bin Nushair yang kemudian ia diangkat sebagai gubernurnya. Musa juga mengutus Thariq bin Ziyad untuk merebut daerah Andalusia.
Keberhasilan Thariq memasuki Andalusia, membuta peta perjalanan sejarah baru bagi kekuasaan Islam. Sebab, satu persatu wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan mudah ditaklukan, seperti kota Cordova, Granada dan Toledo. Sehingga, Islam dapat tersebar dan menjadi agama panutan bagi penduduknya. Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan social, politik, ekonomi, budaya dan sebaginya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Islam.
  1. Kemajuan dan Keunggulan Bani Umayyah
Di masa Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami perkembangan dari pada masa sebelumnya. Di antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa ini adalah seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir, dan sebaginya.
Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Contohnya adalah bangunan masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dan juga masjid Agung Cordova yang terbuat dari batu pualam.
Seni sastra berkembang dengan pesatnya, hingga mampu menerobos ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat dan negara. Sehingga syair yang muncul senantiasa sering menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi.
Dalam seni suara yang berkembang adalah seni baca Al-Qur’an, qasidah, musik dan lagu-lagu yang bernafaskan cinta. Sehingga pada saat itu bermunculan seniman dan qori’/ qori’ah ternama.
Perkembangan seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khot Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok istana yang diukur dengan khat Arab. Salah satunya yang masih tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana musim panas di daerah pegunungan yang terletak lebih kurang 50 mil sebelah Timur Amman.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.
Pada ini juga, politik telah mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.
Kekuatan militer pada masa Bani Umayyah jauh lebh berkembang dari masa sebelumnya, sebab diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil Ijbary). Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni masa Khulafaurrasyidin, tentara adalah merupakan pasukan sukarela. Politik ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsure Arab.
Pada masa ini juga, telah dibangun Armada Islam yang hampir sempurna hingga mencapai 17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan Pulau Rhodus dengan panglimanya Laksamana Aqabah bin Amir. Disamping itu Muawiyah juga telah membentuk “Armada Musin Panas dan Armada Musim Dingin”, sehingga memungkinkannya untuk bertempur dalam segala musim.
Dalam bidang social budaya, kholifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak memberikan kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit (mustasyfayat) di setiap kota yang pertama oleh Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang cukup tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka berbondong-bondong memeluk Islam.
4.      Pembunuhan Terhadap Marwan bin Muhammad dan Yazid bin Umar
Salah satu pendiri daulah Bani Abbasiyah, Abul Abbas As-Shaffah mengirimkan pasukannya untuk melumpuhkan kepemimpinan Marwan. Sebagai panglima, ia mengutus Abdullah bin Ali. Kholifah MArwan juga telah mempersiapkan pasukannya yang besar dengan membaginya dengan dua lapis. Lapis pertama, adalah terdiri dari pasukan yang selalu mengalami kemenangan dalam setiap peperangan, yang kedua, adalah pasukan yang selalu mengalami kekalahan dalam setiap peperangan.
Kedua pasukan tersebut bertempur di lembah Sungai az-Zab, salah satu cabang Sungai Djlah (Tigris) dari sebelah timur. Pertempuran berlaku sengit. Angkatan perang Marwan memang cukup besar dan memiliki perbekalan yang banyak. Namun, itu semua tidak menyurutkan keinginan pasukan Abbasiyah untuk memperoleh kemenangan demi masa depan yang cemerlang. Demikianlah angkatan tentara Abbasiyah mencapai kemenagan atas pasukan Kholifah Marwan.
Sejak saat itu, Marwan terus diburu untuk benar-benar dibunuh, sehingga tidak ada lagi kekuasaan Bani Umayyah yang tersisa. Marwan terus menerus melakukan pengunduran dari satu tempat ke tempat lain, dimulai dari ia mundur dari Harran, Qinnisirin (Syiria), kemudian Hims, Damsyik, Palestin dan akhirnya Mesir. Di Mesir, Marwan dan sedikit pasukannya yang tersisa masih harus melakukan pertempuran kecil, dan saat itu pula ia tewas.
Moment inilah yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah yang sudah berkuasa selama 90 tahun.
  1. Peradaban dan Pemerintahan pada masa Bani Umayyah di Damaskus
Semenjak berkuasa, Muawiyyah (661-680) memulai langkah-langkah baru untuk merekonstruksi otoritas dan sekaligus kekuasaan khilafah, dan menerapkan paham golongan bersama dengan elite pemerintah. Muawiyyah mulai mengubah koalisi kesukuan Arab menjadi sebuah sentralisasi monarkis. Ia memperkuat barisan militer dan memperluas kekuasaan administratif negara dan alasan-alasan moral dan politis yang baru demi kesetiaan terhadap khalifah.
Beberapa dekade dari masa pemerintahan Muawiyyah tidak terlepas dari faktor-faktor perselisihan akibat perang sipil pertama.Warga Madinah menentang Quraisy lantaran merampas kedudukan mereka. Kalangan Syi’ah menginginkan penguasaan terhadap jabatan khilafah. Konflik kesukuan bangsa Arab berkobar kembali. Muawiyyah mampu mengendalikan bangsa Arab dengan kecakapan pribadinya dan dibentengi kekuatan militer, namun ketika ia meninggal dunia, peperangan sipil berlangsung kembali. Zaman kekacauan ini berlangsung kembali. Zaman kekacauan ini berlangsung antara 680-692.
Ketika Yazid naik tahta, Ia harus menghadapi berbagai serangan-serangan dari para lawannya, diantaranya adalah Abdullah bin Zubair, putra dari seorang yang terbunuh oleh kelompok Ali. Bersamaan itu, putra Ali, Husain, berusaha meninggalkan Madinah menuju Kuffah untuk menjadi pimpinan bagi pengikutnya di wilayah tersebut, namun pasukannya yang berjumlah kecil dihadang di padang Karbala dan dibunuh oleh suruhan Yazid, dan pada perang tersebut Husain meninggal dunia dan kepalanya terpisah dengan tubuhnya dan kepala Husain dibawa kehadapan Yazid.
Meskipun rezim Muawiyyah pada dasarnya adalah keluarga penguasa, militer, dan suku-suku yang bernaung dibawahnya, sekelompok elite kecil memerintah sebuah imperum besar yang desentralis, sementara itu khalifah berusaha keras menegakkan sentralisasi kekuasaan pemerintah. Abdul Malik dan Al-Walid menyusun peralihan pejabat-pejabat pajak dari orang-orang yang berbahasa Yunani dan Syiria kepada orang-orang yang berbahasa Arab.selanjutnya Khalifah mengadakan pengorganisaisan keuangan di berbagai daerah. Pada masa khalifah Umar II, khalifah mengusulkan sebuah revisi yang penting mengenai aturan dan bebrapa prinsip perpajakan untuk menghilangkan ketidakseragaman yng lebih besar dan demi persatuan. Khalifah Hisyam, berusaha menerapkan kebijakan Umar II di wilayah Khurasan, Mesir Metopotamia.
Kejayaan kaisar khalifah, dukungan resmi negara kepada agama dan pembangunan gereja, ataupun dalam hsl ini pembangunan sejumlah masjid adalah terilhami oleh kebijakan Bizantium. Para khalifah Umayyah mendatangkan motif-motif Yunani dan bahkan ahli bidang bangunan dan seniman Yunani untuk menghiasi masjid-masjid merekan dan kemudian menjadikan desain-desain dan dekorasi Sasania untuk menghiasi istana mereka. Bahkan dalam meminjam ide-ide dari beberapa imperium terdahulu, penguasa Umayyah memindahkan motif-motif tradisional dan mengadakan peniruan dari bentuk-bentuk lama dengan sesuatu yang baru untuk menciptakan simbol Islam dan imperium terdahulu, tetapi ia lebih diberi tekanan khas keislaman.

B.     BANI ABBAS
1.   Sebab-sebab Berdirinya Daulah Abbasiyah
             Menjelang akhir dinasti Umayyah, terjadi bermacam-macam kekacauan, yang di antaranya disebabkan:
a.       Penindasan yang terus-menerus terhadap pengikut Ali dan bani Hasyim.
b.      Merendhkan kaum Muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
  1. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Alasan-alasan di atas menjadi sebab berdirinya khalifah Abbasiyah, oleh karena itu, logis kalau bani Hasyim mencari jalan keluar denganmendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan dinasti Umayyah. Gerakan ini menghimpun:
a.       Keturunan Ali (Alawiyah), pemimpinnya Abu Salamah
  1. Keturunan Abbas (Abbasiyah), pemimpinnya Ibrahim al-Imam
  2. Keturunan bangsa Persia, pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany
Mereka membagi tiga poros (Humairah, Kufah, Khurasan) yang merupakan pusat kegiatan, antar satu degan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan perannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Nabi SAW. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H./750 M., tumbanglah daulah Umayyah dengan terbunuhnya Marwan dan mulailah berdirinya daulah Abbasiyah dengan diangkatnya khalifah pertama, Abdullah bin Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H./750-754 M. (Machfud syaefudin, dkk, 2013: 63)

2.      Pemerintahan Daulah Abbasiyah
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khalifah Abbasiyah Karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abass. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H – 656 H. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah antara lain :
a.       Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur
dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali .
  1. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
  2. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia .
  3. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya .
  4. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya
    dalam pemerintah.
Para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
a.       Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
  1. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
  2. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
  3. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
  4. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kotaBagdad.
Pada periode pertama, pemerintah Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Periode ini berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam. Setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik.
Masa pemerintahan Abu Al-Abbas, pendiri dinasti ini, sangat singkat yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Pembina dari daulat Abbasiyah adalah Abu Ja’far Al-Manshur (754-775 M). Dia dengan keras menghadapi lawannya dari Bani Ummayah, Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkan.
Pada mulanya, ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat kufah. Namun, untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara, Al-Manshur memindahkan ibu kota negara ke Bagdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara. Al-Manshur meningkatkan peran dari Jawatan pos, yang sudah ada sejak masa dinastii Bani Umayyah. Yang dahulu fungsinya hanya sebagai pengantar surat, sekarang ditegaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah, sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar.
Khalifah Al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Diantara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia pada tahun 756 – 758 M. Puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (775-786 M), Harun Al-Rasyid (786-809 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Al-Mu’tashim (833-842 M), Al- Wasiq (842-847 M), dan Al-Mutawakkil (847-861 M).
Pada masa Al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting. Daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Negara islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma’mun dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Walaupun mengalami kemajuan yang pesat, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas Negara. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, gerakan Syi’ah, dan konflik antarbangsa serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan. Dinasti Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah.
Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan, dan kegemilangan. Masa keemasan ini dicapai Bani Abbasiyah pada periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran.

3.      Peradaban perekonomian Daulah Abbasiyah
Pada masa bani Abbasiyah, ekonomi perdagangan berkembang antar daerah-daerah penghasil pertanian dan perindustrian atau kerajinan. Pada masa itu, telah berkembang pula sistem perdagangan internasional, baik dengan dunia Barat (Byzantium dan Eropa pada umumnya) maupun dunia Timur (India, Tiongkok, dan Nusantara), dengan daerah-daerah Islam atau pusat-pusat kehidupan sosial-budya dan pemerintahan sebagai pusat-pusat perdagangan internasional (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 71).
Di sebelah timur, para pegadang Islam telah menjelajah hingga ke Cina. Yang menjadi tulang punggung perdagangan ini adalah sutra, yang merupakan kontribusi terbesar dari Cina kepada dunia Barat. Di sebalah barat, para pedagang Islam telah mencapai Maroko dan Spanyol. Mereka membawa kurma, gula, kapas, dan kain wol juga peralatan dari baja, dan gelas. Lalu mereka mengimpor barang dagangan seperti rempah-rempah, kapur barus dan sutera dari kawasan Asia yang lebih jauh, juga gading, kayu eboni, dan budak kulit hitam dari Afrika.
Industri penting lainnya adalah pembuatan kertas tulis, yang diperkenalkan pada pertenghan abad ke-8 dari Cina ke Samarkand. Kertas Samarkand, yang diduduki oarang Islam pada 740 M, saat itu tak ada tandingannya. Sebelum akhir abab ke-8, Baghdad memiliki pabrik ketas pertama. Kemudian disusul oleh kota-kota lain seperti, Mesir sekitar 900 M, Maroko sekitar 1100 M, Spanyol sekitar 1150 M. Pabrik kertas saat itu juga menghasilkan berbagai jenis kertas, baik putih maupun berwarna.
Seni mengelola perhiasan juga mengalami kemajuan. Salah satu perhiasan yang paling terkenal dalam sejarah Arab adalah rubi besar yang pernah dimiliki oleh beberapa raja Persia, yang di atasnya diukir nama Harun ketika ia membelinya seharga 40 ribu dinar. Sedangkan sumber tambang utama kerajaan yang memungkinkan tumbuhnya industri perhiasan adalah emas dan perak yang diambil dari Khurasan, yang juga menghasilkan marmer dan air raksa, rubi, lazuli dan azuri dari Transoxinia, tembaga dan perak dari Karman, mutiara dari Bahrian, turquoise dari Naisabur.
Alat transportasi yang digunakan ada tiga macam yaitu, pergadangan maritim menggunakan kapal layar sebagai armada pengangkut, perdagangan caravan menggunakan hewan sebagai alat pengangkut, dan pergadangan sungai menggunakan alat pengangkut sungai dan kapal. Kemajuan ekonomi tersebut sudah pasti meninkatkan kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Puncak kemakmuran rakyat terjadi ada masa khalifah Harun al-Rasyid dan putranya, al-Ma'mun. Kekayaan yang melimpah tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan sosial banyak didirikan seperti rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, farmasi, Disamping itu juga kesejahteraan sosial, kesehatan, penddidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan sreta kesatraan (Machfud Syaefudi, dkk, 2013: 73).

4.      Peradaban Ilmu Pengetahuan
Abad X Masehi di sebut pembangunan daulah Islamiyah di mana dunia Islam, mulai dari Kordova di Sponyol sampai ke Multan Pakistan, mengalami pembangunan di segala idang teknologi dan seni. Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad telah menimbulkan dorongan untuk menimbulkan suatu kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakan ilmu-ilmu pengetahuan dalam lapangan agama (ilmu aqli), kemudian bermunculanlah ilmu-ilmu agama dari berbagai bidang. Kemudian ketika umat Islam keluar dari jazirah Arab, mereka menemukan perbendaharaan Yunani. Dorongan dari agama menimbulkan dorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan di bidang akal (ilmu ‘aqli).
Prestasi luar biasa umat Islam pada masa daulah Umayyah yang dapat menaklukkan wilayah-wlayah kerajaan Romawi dan Persia, segera disusul dengan prestasi yang lebih hebat lagi dalam penaklukan dalam bidang ilmu pada abad berikutnya. Penelaahan ilmu yang dimulai sejak bani Umayyah menjadi usaha besar-besaran pada masa bani Abbasiyah.
Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja’far al-Manshur. Setelah ia mendirikan Baghdad (144 H./762 M.) dan menjadikannya sebagai ibu kota negara. Ia menarik banyak ulam dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal di Baghdad. Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama, seperti Fiqh, Tauhid, Tafsir, Hadist, atau ilmu lain seperti Ilmu Bahasa dan Ilmu Sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapatkan perhatian adalah penerjemahan buku ilmu yang bersal dari luar.
Perkembangan ilmu naqli mulai disusun dasar perumusannya menjadi ilmu yang kita kena sekarang . Ilmn-ilmu itu antara lain:
a.       Ilmu Hadits
Pada masa ini hanya merupakan penyempurnaan hadits dari masa sebelumnya, yaitu mulai pada pertengahan ke-3 muncul trend baru yang bisa dikatakan sebagai generasi terbaik sejarah penulisan hadits, yaitu muncul kecenderungan penulisan hadits diduhului oleh tahapan penelitian dan peisahan hadits-hadits shahih dari yang dla'if, sebagaimana yang dilakukan oleh Bukhari (w.256 H.), Muslim (w.261 H.), Ibn Majah (w.273 H.), Abu Dawud (w.275 H.), al-Tirmidzi (w.279 H.), serta al-Nasa'i (w.303 H.)  (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 76).
b.      Ilmu Tasawuf
Ilmu Tasawuf adalah salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah. Inti ajarannya kepada Allah, meninggalkan kesenangan da perhiasan dunia, serta bersembunyi diri dan beribadah (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 76).
  1. Ilmu Tafsir
Pada zaman Abbasiyah ilmu tafsir dipisahkan dari ilmu hadits.Kemudian muncul penafsiran bi al-ra'y, di mana penafsiran dilakukan dengan mengedepankan akal. Tafsir pada masa ini ditambah dengan cerita israiliyat. Terakhir muncul penafsiran dengan cara menyebut satu ayat kemudian menerangkan tafsirnya yang diambil dari sahabat dan tabi'in. Tafsir seperti ini yang termasyhur diantaranya tafsir Ibn Jarir al-Thabary.
  1. Ilmu Bahasa Arab
Ilmu bahasa Arab pada masa ini tumbuh dan berkembang menjadi subur, karena makin dewasa dan menjadi bahasa internasional. Kota Basrah dan Kufah merupakan pusat pertumbuhan dan kegiatan bahasa. Keduanya saling berlomba sehingga terkenal sebutan aliran Basrah, yaitu lebih banyak terpengaruh dengan mantiq dan aliran Kufah, yaitu golonan yang menjadikan segala yang diturunkan oleh orang Arab sebagai asa yang harus ditiru serta menyusun beberapa kaidah untuknya. Dalam zaman ini diciptakan kitab-kitab yang bernilai dalam ilmu Nahwu, Sharf, Maani, Qamus ilmu manaqat (kumpulan khutbah dan riwayat).
  1. Ilmu Fiqh
Zaman Abbasiyah yang merupakan zaman tamaddun keemasan Islam telah melahirkan ahli-ahli hukum (fuqaha') yang tersohor dalam sejarah Islam dengan kitab-kitab fiqhnya yang terkenal sampai sekarang. Para fuqaha' yang lahir zaman ini terbagi dalam dua aliran, yaitu ahl al-hadits dan ahl al-ra'y (Machfud, dkk, 2013: 74).
Usaha penerjemahan dari bahasa Yunani ke bahasa Arab sebenarnya sudah dimulai sejak khalifah al-Umayyah, tetapi usah besar-besaran dimulai sejak khalifah al-Manshar dari Abbsiyah. Pusat penting tempat penerjemahan adalah Yude Sahpur. Meskipun nanti Baghdad menjadi kota besar dan ibu kota daulah Abbasiyah, namun Yude Sahpur tetap sebagai ibu kota ilmu pengtahuan pertama dalam Islam.
Pada masa al-Ma’mun kemajuan usaha penerjemahan mencapai puncaknya dengan membangun Sekolah Tinggi Penerjemahan di Baghdad, di lengkpi dengan lembaga ilmu yang disebut Bait al-Hikmah, suatu lembaga yang dilengkapi dengan obsrevatorium, perpustakaan, dan lenbaga penerjmahan. Di sinilah orang bisa mengenali Husain bin Ishaq(809-877).
Buku-buku yang diterjemahkan sebagian besar buku karangan Aristoteles, Plato, Neo-Platonismedan Galen. Para ahli bukan hanya menerjemahkan buku-buku, tetapi mereka juga pengembangkan penelitian dan pemikiran spekulasi dalam batasan-batasan yang tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu. Semenjak itu mulailah masa pembentukan ilmu-ilmuIslam dalam bidang akal, yang sering dinamakan abad keemasan yang berlangsung antara 900-1000 M. Ilmu-ilmu yang masuk ke dalam kategori ilmu aqli adalah:
a.       Ilmu Filsafat
Setelah kitab-kitab filsafat Yunani yang diterjwmahakan ke bahasa Arab di zaman khalifah Harun ar-Rasyid dan al-Ma'mun, barulah kaum Muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, bahkan menafsirkan dan mengadakan perubaham serta perbaikan sesuai dengan ajaran Islam, sehingga lahirlah para filsuf Islam yang kemudian menjadi bintang dunia filsafat seperti, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali, dan Ibn Rusyd (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 78).
  1. Ilmu Kedokteran
Minat orang Arab terhadap ilmu kedokteran diilhami oleh hadits Nabi yang membagi pengetahuan ke dalam dua kelompok , teologi dan kedokteran. Pada tahun 765 M, khalifah memerintahkan Girgis Buchtyishu untuk menerjemahkan buku-buu dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Ilmu kedokteran pada saat itu masih merupakan bagian dari ilmu filsafat.
  1. Ilmu Astronomi
Penulisan Ilmu astronomi dimulai sejak diterjamahkannya buku-buku Sidharta dari bahasa India ke bahasa Arab, yang diterjemahakan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari, yang digunakan sebagai acuan oleh para sarjanas belakangan. Sebelumnya karya Ptolemius, Almagest, disusul karya yang lebih unggul yaitu karya al-Hajjaj ibn Mathar yang selesai ditulis pada 212 H./827-828 M. dan karya Hunayn ibn Ishaq yang direvisi oleh Tsabit ibn Qurrah (w.901 M.)  (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 79).
  1. Ilmu Hitung
Angka Arab pada mulanya diperkenalkan oleh Sidharta dari India, yang bekerja di masjid al-Manshur sebagai seorang ahli Astronomi. Sudah barang tentu sistem perangkaan suadah dipergunakan di India, di mana terjemahan ini membantu terkenalnya sistem perangkaan di dunia Arab. Angka dari India itu disebut ragam al-Hindi, terdiri dari angka 1, 2, 3, 4, 5, kemudian oleh Khuwarizmi diciptakan angka 6, 7, 8, 9, dan 0 yang dinamakan shirf atau kosong. meskipun orang Arab menamakan nol dengan kosong atau shirf, tetapi ia adalah tanda angka yang penting (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 80).
  1. Ilmu Kimia
Di dalam studi-studi tentang ilmu kimia dan hitung, sarjana-sarjana Muslim memperkenalkan cara penelitian objektif yang menentukan terhadap spekulasi yang membingungkan bagi orang-orang Yunani. Mereka teliti sekali dalam mengobservasi gejale-gejala dan tekun dalam mengumpulkan fakta-fakta.
  1. Ilmu Sejarah dan Geografi
Pada periode Abbasiyah, Ilmu Sejarah telah matang untuk melahirkan karya formal berdasarkan atas legenda, tradisi, biografi, geneologi, dan narasi. Model ini ditulis dalam bahasa Persia dan diwakili oleh karya berbahasa Pahlavi, Khudzay-namah (buku tentang para raja), yang diterjamahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ibnu al-Muqaff (w.757 M.) dengan judul Siyar Muluk al-'Ajm (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 81).
Dalan Ilmu Geografi, Ibnu Khurdasbah, yang hidup di awal abad III dan telah meninggalkan buku Geografi al-Msalik wa al-Mamalik, dipandang sebagai ahli Geografi Islam terdahulu yang menjadi pedoman bagi pelaut yang menjelajahi lautan. Ilmu Geografi terjadi karena hubungan kota Baghdad dengan ibu kota nagara lain, baik hubungan darat ataupun laut, seperti India, Ceylon, Malaya, Indonesia, Cina, Korea, dan sebalh barat ke Afrika dan Eropa.


5.      Peradaban Kebudayaan Islam Pada Masa Abbasiyah
Pada Periode Pertana Pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis para kholifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain kemakmuran mencapai tingkat tertinggi. Perode ini juga berhasil menyipkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Timbul suatu pertanyaan, mengapa perdaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada masa Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Abbasiyah pada peroide pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Di sanilah letak perbedaan pokok antara bani Abbas dan Umayyah. Akan tetapi tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa bani Abbas sendiri. Sebagian diantaranya telah dimulai sejak awal kebangkitan Isla, sebagai contoh bahwa dalam bidang pendidikan di awal Islam lembaga pendidikan sudah mulai berkembang (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 104).

6.      Sebab-sebab Kemundururan Pemerintahan Bani Abbasiyah
Menurut W. Montgomeri Watt, bahwa ada beberapa faktor yang menyebabakan kemunduran pada masa bani Abbasiyah, yaitu:
a.Luasnya wilayah kekuasan Daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b.Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah pada mereka sangat tinggi.
c.Keaungan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan negara untuk tentara bayaran sangat besar, pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad (Machfud Syaefudin, dkk, 2013: 98).
Di samping kelemahan khalifah, banyak kelemahan lain yang  yang menyebabkan khalifah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah:
a.Persaingan antar Bangsa
       
KESIMPULAN
Setelah runtuhnya bani Umayyah, karena persoalan internal dan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh bani Hasyim. Karena bani Umayyah menindas pengikut Ali dan bani Hasyim, merendahkan kaum muslimin dan melanggar ajaran Islam secara terang-terangan. Muncullah khalifah bani Abbasiyah, khalifah yang melanjutkan perdaban Islam. Pada waktu itu wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah tidak bertambah, bahkan berkurang, namun wilayah penyebaran Islam meluas sampai ke bedalaman anak benua India dan lahir daulah-daulah Islam di sana.
Pada masa khalifah bani Abbasiyah terbagi menjadi empat perode di antaranya adalah, perode pertama yang memakan waktu satu abad lamanya (132-232 H./750-847 M.). Perode kedua (232-334 H./847-945 M.), pada perode ini pengaruh Turki sangat besar, sedangkan pengaruh Sunni pulih. Periode ketiga (334-447 H. Pada periode ini pengaruh keluarga Buwaihi sangat besar. Periode keempat (447-656 H,/1055-1258 M.), nampak besarnya pengaruh keluarga bani Saljuk. Disebut juga dengan peradaban perekonomian, pada masa ini mulai muncul alat trasportasi seperti kapal layar, hewan sebagai pengkut barang dan sungai sebagai  jalan kapal-kapal.
Pada masa kekhalifahan bani Abbasiyah kebudayaan dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya. Dengan bermunculan ilmu ‘aqli dan naqli, kemunculan ilmu-ilmu tersebut bermula dari proses penerjemahan buku-buku yang menggunakan bahasa selain Arab. Para ilmuan Muslim mampu mengarang buku sendiri. Ilmu yang berasal dari penerjemahan mampu dikembangkannya.