Pluralitas dan Pluralisme Agama di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia sebagai
makhluk Tuhan tidak bisa dipisahkan dari keberagaman dan pluralitas.
Keberagaman itu sendiri juga tidak bisa dipisahkan dari kemanusiaan dan ini
sudah menjadi ketentuan Tuhan. Keberagaman dan pluralitas inilah yang menjadi
keindahan bagi kemanusiaan itu sendiri. Namun kekerasan bernuansa agama di
negara ini telah mengoyak kemanusiaan dengan keberagamannya itu.
Apabila
berbicara tentang pluralisme agama di Indonesia. Maka hal ini tidak dapat
dipisahkan. Indonesia merupakan negara yang kaya akan pluralitas. Baik dari
segi budaya, bahasa, dan agama. Keberadaan faham pluralisme selalu menjadi
tolak ukur diterima tidaknya pluralitas itu sendiri. Pro-kontra pluralisme agama
di Indonesia senantiasa menjadi latar belakang munculnya konflik-konflik sosial
dan yang lainnya.
Walaupun
sebenarnya ada beberapa tokoh Indonesia yang mendukung adanya pluralitas, tapi
konflik-konflik antar agama tidak bisa dikendalikan sampai sekarang. Pada
dasarnya, keberagaman senantiasa memberikan nilai estetika yang indah. Tetapi
berbeda dengan keberagaman masalah agama. Seringkali keberagaman agama menjadi background
tersendiri akan munculnya konflik-konflik sosial dan akademis.
Sebenarnya
terpecahnya islam menjadi beberapa golongan sudah disabdakan oleh Nabi Muhammad
SAW sendiri. Dalam salah satu haditsnya dikatakan bahwa semakin jauh suatu
zaman dari zamannya Nabi SAW maka islam akan terpecah semakin banyak dan
perselisihan akan semakin tinggi. Ketika kita berefleksi pada zaman sekarang
dapat dikatakan validitas hadits tersebut. Karena fenomena sekarang benar
menyatakan adanya bukti semakin banyaknya konflik yang dilatarbelakangi oleh
agama dan aliran yang dicantumkan melalui banyak media berita.
Akan tetapi,
keberadaan generasi muda di sini dan saat ini amat sangat dibutuhkan dalam
menjaga toleransi antar beragama serta menjaga kekompakan dalam satu aliran
atau agama agar terpecahnya aliran tak lagi menjadi boomerang dalam suatu
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian pluralitas?
2.
Apa
pengertian pluralitas agama?
3.
Bagaimana
pluralitas agama di Indonesia?
4.
Bagaimana
pluralitas islam di Indonesia?
5.
Apa
pengertian pluralisme dan pluralisme agama?
6.
Bagaimana
pro-kontra pluralisme agama di Indonesia?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian pluralitas.
2.
Mengetahui
pengertian pluralitas agama.
3.
Mengetahui
pluralitas agama di Indonesia.
4.
Mengetahui
pluralitas islam di Indonesia.
5.
Mengetahui
pengertian pluralisme dan pluralisme agama.
6.
Mengetahui
pro-kontra pluralisme agama di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
PLURALITAS
Pluralitas berasal dari bahasa inggris “plural” yang berarti
banyak, majemuk. Dalam beberapa kamus bahasa Inggris, paling tidak ada tiga
pengertian,
1. pengertian kegerejaan; sebutan untuk orang yang memegang lebih dari
satu jabatan dalam struktur kegerejaan, memegang dua jabatan atau lebih secara
bersamaan baik bersifat kegerejaan maupun non kegerejaan.
2. pengertian filosofis; sistem pemikiran yang tidak hanya
berlandaskan pada satu hal
3. pengertian sosio-politis; mengakui adanya perbedaan dalam segala
hal dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan diantara
kelompok-kelompok tersebut.
Sedangkan dalam kamus ilmiah
popular, pluralitas adalah kejamakan, orang banyak. Atau bisa juga
diartikan sebagai keberagaman. Jadi,
pluralitas adalah keberadaan dari sejumlah orang atau kelompok dalam satu
masyarakat yang berasal dari latar belakang yang berbeda.
Menurut Dr. Muhammad Imarah, pluralitas adalah suatu bentuk
kemajemukan yang didasari oleh suatu keutamaan dan kekhasan tertentu. Misalnya,
pria dan wanita adalah bentuk pluralitas dari kesatuan jiwa manusia. Tiap-tiap
anggota keluarga merupakan bentuk pluralitas dari kerangka kesatuan keluarga
itu sendiri. Pria, wanita, dan anggota keluarga inilah yang disebut sebagai
“keutamaan dan kekhasan tertentu” Menurut pendapat Dr. Muhammad Imarah. Dengan
kata lain, pluralitas tidak dapat terwujud tanpa adanya antithesis dari suatu
kesatuan.
Al-Qur’an sendiri juga mengakui adanya pluralitas, yang tercantum
dalam Q.S. Ar Rum: 22
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna
kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi
orang-orang yang mengetahui.”
Ayat ini menunjukkan bahwa keberagaman suku, bangsa, bahasa, warna
kulit adalah hal yang menjadi sunnatullah. Inilah yang dikatakan pluralitas
menurut islam. Sebagaimana diciptakannya berbagai suku dan budaya di penjuru
dunia
B. DEFINISI
PLURALITAS AGAMA
Sebelum mengkaji lebih lanjut mengenai pluralitas agama, ada
baiknya kita mengetahui definisi dari agama itu sendiri.
Agama
berasal dari bahasa sanskerta “a”
yang berarti tidak, dan “gama” yang
berarti kacau. Jadi, secara etimologi agama adalah sesuatu yang tidak
kacau(teratur). Dari segi istilah, agama dapat dirtikan sebagai suatu hal yang
mencakup tentang keyakinan (kepercayaan) dan cara-cara peribadatan yang
ditujukan kepada Tuhan, serta mengkaji tentang berbagai amalan (tindakan) yang
ditujukan kepada sesame manusia.
Dari kedua uraian diatas (pluralitas dan agama), dapat diambil
kesimpulan bahwa pluralitas agama adalah suatu keragaman agama yang terkumpul
dalam suatu masyarakat tertentu. Seseorang bisa disebut manusia yang
berpluralitas (agama) jika dapat berinteraksi positif dalam lingkungan
kemajemukan dalam agama tersebut. Dengan kata lain, dalam pluralitas agama,
tiap pemeluk agama dituntut untuk mengakui adanya berbagai agama sebagai
sunnatullah. Artinya, tidak mungkin bisa disamakan antara satu dengan yang
lain. Lebih dari itu, tiap pemeluk agama tidak hanya mengakui adanya perbedaan
agama, tapi juga memahami dan menghormati perbedaan tersebut sehingga
memunculkan suatu persatuan yang kuat dalam suatu masyarakat tersebut
C.
PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA
Seperti yang diketahui bahwa indonesia terdiri dari berbagai suku,
ras, agama dan kebudayaan. Seperti motto negara negara kita Bhinneka Tunggal
Ika yang artinya Berbeda-beda tetapi tetap satu. Karena itulah di
Indonesia terdapat bermacam macam agama. Yang diakui oleh pemerintah ada 5
agama, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Islam sendiri menjadi
agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Selain kelima agama
yang diakui pemerintah tadi masih banyak agama lain yang tidak diakui oleh
pemerintah. Setiap warga negara Indonesia diwajibkan untuk memeluk salah satu
dari kelima agama yang diakui oleh pemerintah. Sesuai dengan sila 1 pancasila
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Setiap warga negara memiliki kebebasan dalam memilih
agama yang ingin mereka peluk dan semua diatur dalam Undang-undang. Karena itu
seorang warga negara Indonesia tidak boleh dipaksa dalam memilih suatu agama.
Banyak yang pro dan kontra dengan konsep pluralitas agama di
Indonesia ini.
a. Pro pluralitas.
a. Pro pluralitas.
Bagi yang pro pruralitas agama, keberagaman agama ini dianggap
sebagai hal yang positif. Ini disebabkan karena keberagaman di Indonesia ini
bisa menjadikan Indonesia sebagai contoh yang baik bagaimana kehidupan
kerukunan antar agama. Dan keberagaman agama di Indonesia memang berasal dari
masa lalu yang tidak bisa dirubah. Sehingga keberagaman ini memang harus dipertahankan
dan setiap umat agama harus bisa menghormati umar agama lain. Selain itu bagi
kelompok pro prutalitas beranggapan bahwa islam juga harus mencerminkan salah
satu ajarannya yakni sikap toleransi. Dengan mencerminkan sikap toleransi ini
maka umat Islam juga dapat mencerminkan ajaran agamanya kepada penganut agama
lain, bahwa islam itu toleran dan tidak radikal.
Selain itu bagi kelompok pro pluralitas ini mereka juga
mengutamakan kesatuan dari NKRI. Sesuai dengan sejarah perumusan sila pancasila
pertama bahwa pada saat itu para pendiri bangsa juga sempat berdebat apakah
Indonesia akan dijadikan negara Islam atau negara dengan keberagaman agama.
Tapi pada akhirnya Indonesia dijadikan negara dengan keberagaman budaya dan
agama. Dan kelompok pro pluralitas beranggapan bahwa warisan sejarah dari para
pendiri bangsa ini harus dipertahankan. Karena itu setiap kebijakan dalam
pemerintahan haruslah menguntungkan semua umat beragama dan jangan hanya
menguntungkan satu umat saja.
b. Kontra Pluralitas
Bagi kelompok kontra pluralitas, pluralitas dianggap bisa mengancam
kemurnian ajaran suatu agama. Ini disebabkan karena pada dasarnya setiap agama
memiliki ajaran masing masing yang berbeda dari agama lain. Dan ketakutan para
kelompok kontra pluralitas ini adalah bahwa nantinya ajaran setiap agama akan
saling bercampur baur dengan ajaran agama lain. Selain itu jika dilihat dari
praktek dilapangan, sangat jelas bahwa pengaplikasian toleransi masih belum
dapat dilaksanakan dengan baik. Kerukunan antar umat beragama bisa dibilang
masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh adalah ketakutan kristenisasi
di daerah islam dan islamisasi di daerah kristen membuat setiap penganut agama
akan sedikitmenutup diri dari prnganut agama lain.
D.
PLURALITAS ISLAM DI INDONESIA
Islam sebagai agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat
indonesia memungkinkan terjadi banyak keberagaman dalam islam itu sendiri.
Keberagaman dalam islam bisa dilihat dari adanya aliran islam seperti 2 aliran
terbesar yang ada di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Selain 2
aliran terbesar di Indonesia tadi masih banyak juga aliran islam lainnya di
Indonesia, seperti wahabi, syiah, LDII, dan masih banyak lagi. Setiap aliran
islam tersebut mempunyai ciri masing masing yang tidak dimiliki oleh aliran
lain. Keberagaman dalam islam ini tentunya menyebabkan perbedaan dalam
penentuan kebijakan agama islam di Indonesia, seperti penentuan hari raya,
penentuan awal bulan ramadhan karena setiap aliran mempunyai dasar masing
masing dalam penentuan kebijakan agama tersebut.
1.
Nahdatul
Ulama
NU menganut paham Ahlussunah
waljama'ah, sebuah pola
pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah,
tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara
berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan
Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi.
Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan
mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali
sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sikap tawassuth dan i’tidal (tengah-tengah atau keseimbangan). Yakni
selalu seimbang dalam menggunakan dalail, antara dalil naqli dan dalil aqli,
antara pendapat jabariyah dan qodariyah, sikap moderat dalam menghadapi
perubahan dunyawiyah. Dalam masalah fiqih sikap pertengahan antara ”ijtihad”
dan taqlid buta, yaitu dengan cara bermadzhab, ciri suikap ini adalah tegas
dalam hal-hal yang qathi’iyyat dan toreran dalam hal-hal zhanniyyat.
2.
Muhammadiyah
Organisasi
Muhammadiyah didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada
tanggal 18 November 1912 (8
Dzulhijjah 1330 H). Nama " Muhammadiyah" diambil dari tokoh
pembaharu dari Mesir bernama Muhammad Abduh seorang cendekiawan dari Mesir.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan ajaran islam yang sudah dianggap
melenceng karena bercampur baur dengan kebudayaan lokal. Gerakan Muhammadiyah
berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih
maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat
pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan
manusia dalam segala aspeknya.
E.
PENGERTIAN
PLURALISME DAN PLURALISME AGAMA
Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti beragam pemahaman,
atau bermacam-macam paham.
Pluralisme agama adalah sebuah konsep
yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula:
·
Sebagai pandangan dunia
yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang
eksklusif bagi kebenaran, dan dengan
demikian di dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu
kebenaran dan nilai-nilai yang benar.
·
Sebagai penerimaan atas
konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran
yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini seringkali menekankan aspek-aspek
bersama yang terdapat dalam agama-agama.
·
Kadang-kadang juga
digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan
pemahaman yang lebih baik antar agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.
·
Dan sebagai sinonim
untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai
pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.[1]
Dalam
pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah
mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman(pluralitas). Namun
anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan, dengan
kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan
yang 'kalian' (non-Islam) sembah. Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menerbitkan fatwa
melarang paham pluralisme dalam agama Islam. Dalam fatwa tersebut, pluralisme
didefiniskan sebagai ""Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua
agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh
sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja
yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk
agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".[2]
Namun
demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian disebarkan oleh
kalangan Muslim itu
sendiri. Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama adalah dengan mengakui
perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin).
Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik
dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.
F.
PRO-KONTRA
PLURALISME AGAMA DI INDONESIA
Bangsa Indonesia tak pernah tabu dari adanya keberagaman atau
pluralitas. Tetapi berbeda ketika berbicara tentang pluralitas agama yang
seringkali menjadi latar belakang terjadinya banyak konflik dalam suatu
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Faham pluralisme
terutama dalam pembahasan ini adalah konsentrasi pada masalah agama memiliki
definisi sebuah konsep yang
mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berbeda-beda.
Menurut
data yang kami ambil dari web jaringan islam liberal (JIL) yang mengagungkan
faham pluralisme dengan nama webnya islamlib.com menyatakan bahwa semua agama
itu pada hakikatnya sama, dan hanya penampilannya saja yang berbeda-beda. Tapi
secara keseluruhan, bangunan agama itu nampak sama atau serupa, atau dapat
diabsraksikan menjadi sesuatu yang sama.
Dua
orang tokoh pluralis agama, Dr. M. Syafii Anwar (MSA), Direktur The
International Centre for Islam and Pluralism (ICIP) dan Budhy Munawar-Rachman
(BMR), mantan Direktur Eksekutif Yayasan Paramadina, punya persepsi berbeda
mengenai pluralisme. MSA, lebih menekankan pandangan mengenai perbedaan
agama-agama atau pluralitas agama-agama sebagai premis paham pluralisme agama.
Sementara BMR sebaliknya; ia menganut paham pluralisme berdasarkan pandangan
bahwa semua agama itu sama-sama baik dan benar.
Persepsi
yang pertama itu diterima sebagai kenyataan oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Tapi pluralisme menurut BMR ditolak, karena pluralisme dinilai sebagai
suatu paham. Yang pertama bersifat obyektif, sedangkan yang kedua subyektif.
Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada
tanggal 28 Juli 2005 untuk memahamkan
istilah Pluralisme Agama tersebut adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa
semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif,
oleh sebab itu setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa agamanya saja
yang benar sedangkan agama yang lain salah, pluralisme juga mengajarkan bahwa
semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di Surga.
Dalam buku Pluralisme Agama: Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak
Kontroversial dijelaskan tentang sejarah munculnya wacana pluralisme agama
yang ada pada abad ke-20 yang dilakukan oleh seorang teolog kristen Jerman
bernama Ernest Troeltsch. Dalam buku ini juga dijelaskan tentang kelemahan
mendasar yang terdapat dalam paham pluralisme agama. Yaitu, pertama, kaum
pluralis mengklaim bahwa pluralisme menjunjung tinggi dan mengajarkan
toleransi, tapi justru mereka sendiri yang tidak toleran karena menafikan
“kebenaran ekslusif” sebuah agama. Kedua, adanya “pemaksaan” nilai-nilai budaya
Barat (westernisasi), terhadap negara-negara belahan di dunia bagian
timur dengan berbagai bentuk dan cara.[3]
Menurut Adian
Husaini, pluralisme agama adalah suatu paham yang melegitimasi dan mendukung
kekufuran dan kemusyrikan, sedangkan islam adalah agama yang benar-benar
memurnikan Allah dari perbuatan syirik atau agama yang benar-benar mentauhidkan
Allah, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni
segala dosa selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
menyekutukan Allah, maka sungguh ia telah melakukan dosa yang sangat besar”
(QS: An-Nisa:48)
Dengan ayat ini,
sudah jelas bahwa Allah sangat murka dengan kemusyrikan, sendangkan pluralisme
agama melegitimasi segala jenis kemungkaran. Pluralisme agama jelas membongkar
islam dari konsep dasarnya. Tidak ada lagi konsep mukmin, kafir, syirik, surga,
neraka, dan sebagainya. Karena itu mustahil paham pluralisme dapat hidup berdampingan
secara damai dengan tauhid islam.[4]
Lalu bagaimana
dengan pendapat Gus Dur yang disebut sebagai Bapak pluralisme? Menurut beberapa
referansi, yang dikembangkan oleh Gus Dur adalah
pluralisme sosial bukan teologis, sebab dalam banyak kesempatan Gus Dur juga
menyatakan bahwa kebenaran ajaran Islam adalah mutlak dari sisi dogma
teologisnya. Sebagai penganut Islam taat, maka Gus Dur tidak mengingkari
terhadap ayat-ayat yang memang sudah sangat jelas tentang kebenaran ketuhanan
dan ritual di dalam Islam. Terkait kasus Ahmadiyah, misalnya, Gus Dur
menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah keliru. Akan tetapi mereka adalah warganegara
sah yang harus dilindungi oleh undang-undang. Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa pembelaan dia terhadap kelompok Ahmadiyah lebih pada upaya melindungi
kelompok-kelompok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan membenarkan
ajarannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pluralitas dan pluralisme memang sudah selayaknya ditanamkan pada
diri setiap manusia. Hal ini mengingat bahwa kedua hal tersebut merupakan hal
pokok yang mendasari sikap kerukunan dalam masyarakat. Terlebih jika ditambah
kata "agama" dibelakangnya, yang sebagian orang tidak memahami hal
tersebut. Sehingga yang ada hanyalah mengakui bahwa agama mereka yang paling
benar dan cenderung merendahkan (bahkan kekerasan fisik) agama lain. Memang,
meyakini bahwa agama kita yang paling benar itu tidaklah salah, karena itu
merupakan kayakinan yang tidak dapat diganggu gugat. Akan tetapi, menganggap
remeh agama orang lain, sampai-sampai merendahkan pemeluknya, adalah sesuatu
yang fatal.
Dalam sejarah islam, Rasulullah SAW sangat menghargai pemeluk agama
lain (selama mereka tidak memerangi ataupun merendahkan islam). Terbukti bahwa
antara umat muslim dan nonmuslim kala itu hidup rukun tanpa ada konflik yang
berarti. Dengan tetap meyakini agama masing-masing. Perjanjian hudaibiyah
menjadi salah satu buktinya.
Walaupun pluralitas agama diakui dalam islam, tapi kita juga tetap
wajib mendakwahkan islam, terlebih kepada pemeluk agama lain dengan tetap
menghargai agama mereka, walaupun dalam keyakinan islam, hanya islamlah yang
selamat.
DAFTAR
PUSTAKA
Imarah, Muhammad. 1999. ISLAM DAN PLURALITAS Perbedaan dan
Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan. Jakarta : Gema Insani Press.
Husaini, Adian. 2005. Pluralisme Agama: Fatwa MUI yang Tegas dan
Tidak Kontroversial. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
M, Zainudin. 2010. Pluralisme Agama. Malang : UIN Maliki.
Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme
tapi syiah itu bukan islam :)))
BalasHapus