Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS.Al-Ahzab:21)

Senin, 23 Desember 2013

makalah tentang gender menurut islam


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Polemik masalah gender tak juga usai dibahas dalam beberapa forum seminar ataupun diskusi hingga saat ini. Posisi antara laki-laki dan perempuan masih saja didikotomi antara keduanya. Konon katanya, posisi wanita seringkali direndahkan jika dibandingkan dengan posisi laki-laki.
Dalam beberapa kasus, posisi wanita memang hampir tidak ada. Wanita yang menduduki kursi pemerintahan dalam perwakilan rakyat pun ada setelah digemborkannya masalah gender. Dahulu dalam kursi pemerintahan hanya bisa ditempati oleh laki-laki. Kita bisa melihat Uni soviet (sebelum bubar) misalnya, meskipun telah mendeklarasi kesetaraan jenis kelamin lebih dari setengah abad yang lampau, tetap saja status politik tinggi secara eksklusif masih menjadi dunia laki-laki. Pola yang sama juga berlaku di dunia-dunia barat yang mengaku demokratis. Di skandavia, perempuan yang menjadi anggota parlemen hanya 25%, di prancis 5%, di Amerika Serikat 5%, di Selandia Baru 4%, dan di Inggris 4%.[1]
Dikotomi masalah gender di Indonesia pun telah lama eksis. Dengan adanya bukti sejarah dalam adat Jawa yang menyatakan bahwa tugas perempuan hanya dalam lingkup 3M yaitu Masak, Macak, dan Manak serta tidak boleh mengenyam bangku pendidikan menjadi bukti sejarah tersendiri akan adanya diskriminasi kaum perempuan di Indonesia.
Agama islam sendiri pun tidak pernah mendiskriminasi keberadaan perempuan. Justru agama islamlah yang membebaskan perempuan dari kebudayaan jahiliyah dimasa lampau. Seperti yang kita tahu tentang kondisi perempuan pada masa jahiliyah. Apabila suatu masyarakat melahirkan seorang perempuan maka itu merupakan suatu aib sehingga perempuan terkadang harus dibunuh hidup-hidup oleh orang tuanya sendiri. Berlanjut dengan eksistensi Nabi SAW yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Posisi perempuan menjadi terselamatkan dan dijunjung harkat dan martabatnya. Ini lah yang patut menjadi refleksi bagi kita sebagai muslimin muslimat untuk menjaga ajaran yang dilakukan oleh utusan Tuhan kita yaitu Nabi SAW yang tidak pernah melakukan diskriminasi ataupun dikotomi negatif terhadap perempuan.
Walaupun keberadaan gender seolah telah terselamatkan, tapi sampai saat ini masih ada masyarakat yang pola pikirnya masih sempit. Seperti orang tua yang mau menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi. Orang tua yang masih berpikiran tradisional dan sempit akan melarang anaknya untuk melanjutkan bangku pendidikannya. Sebagai contoh kita mengambil adat Jawa, masih ada perempuan yang dilarang oleh orang tuanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Para orang tua melarang anaknya dengan embel-embel kalimat “ora elok wadon sekolah duwur-duwur” (perempuan tidak baik kalau sekolah tinggi-tinggi).
Dari fenomena di atas, dikira sangat perlu sekali untuk menerapkan kesadaran kepada masyarakat akan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan terutama jika dilihat dari segi pendidikan, lapangan kerja, dan kebebasan-kebebasan yang lain. Sehingga masyarakat tidak lagi salah persepsi tentang keberadaan perempuan, lebih lagi orang tua tidak lagi menyempitkan paradigma akan aktifitas anak perempuannya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi ‘gender’?
2.      Bagaimana pandangan gender menurut beberapa tokoh?
3.      Bagaimana alasan biasnya gender dalam islam?
4.      Bagaimana sejarah perjuangan perempuan menuju kesetaraan ?
5.      Bagaimana konsep gender dalam islam?
6.      Bagaimana posisi perempuan dalam islam?
7.      Bagaimana kesetaraan hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam islam?

C.    Tujuan
Dalam proses penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut;
1.      Untuk mengetahui definisi dari istilah ‘gender’.
2.      Untuk mengetahui pandangan gender menurut beberapa tokoh.
3.      Untuk mengetahui alasan biasnya gender.
4.      Untuk mengetahui sejarah perjuangan perempuan menuju kesetaraan.
5.      Untuk mengetahui konsep gender dalam islam.
6.      Untuk mengetahui posisi perempuan dalam islam.
7.      Untuk mengetahui kesetaraan hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Gender
Dari segi etimologi, kata gender berasal dari bahasa inggris “gender” yang berarti jenis kelamin. Berdasarkan arti kata tersebut, gender sama dengan seks yang juga berarti jenis kelamin. Namun, banyak dari para ahli yang meralat definisi ini. Artinya, kata “gender” tidak hanya mencakup masalah jenis kelamin. tapi lebih dari itu, analisis gender lebih menekankan pada lingkungan yang membentuk pribadi seseorang. Berikut ini pendapat dari para ahli tentang definisi gender.
Dalam Webster’s New World Dictionary, gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dari segi nilai dan perilaku. Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep budaya pada suatu masyarakat tertentu yang berupaya membedakan laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Menurut Ivan Illich, gender merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar jenis kelamin. Gender mencakup segala hal tentang pebedaan laki-laki dan perempuan yang bersumber pada tempat, waktu, lingkungan, serta kebudayaan.
Mansoer Fakih berpendapat bahwa gender adalah sifat/karakter yang yang telah tertanam dalam diri manusia (laki-laki dan perempuan) yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya yang berkembang dalam masyarakat.
Berdasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang berasal dari masyarakat (kondisi sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku). Misalnya, dalam suatu masyarakat terkenal suatu prinsip bahwa seorang laki-laki harus kuat, mampu menjadi pemimpin, rasional, dan segala sifat lainnya. Sementara itu, seorang perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, penuh keibuan, peka terhadap keadaan, dll. Dan pembentukan sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain.
Jadi, istilah perbedaan gender sangat tergantung pada kondisi lingkungan masyarakatnya. Dengan kata lain, perbedaan gender dibentuk oleh masyarakat setempat. Berbeda dengan seks, yang mengkaji perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi fisik tubuh (biologis).

B.      Pandangan Gender Menurut Beberapa Tokoh
1.      John M. Echols & Hasan Sadhily mengemukakan bahwa kata gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin (Rahmawati,2004:19). Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku.
2.      Fakih(2006:71) mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara social maupun kultural. Perubahan ciri dan sifat yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya disebut konsep gender.
3.      Santrock(2003:365) mengemukakan bahwa istilah gender dan seks memiliki perbedaan dari segi dimensi. Istilah seks (jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi social budaya seorang laki-laki dan perempuan.
4.      Moore(Abdulloh,2003:19) mengemukakan bahwa gender berbeda dari seks dan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis.
5.      Baron (2000: 188) mengartikan gender bahea gender merupakan sebagian dari konsep diri yang melibatkan identifikasi individu sebagai seorang laki-laki atau perempuan.
 Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan social dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang mempunyai sifat bawaan (ciptaan tuhan)dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi social dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Setelah mengkaji beberapa definisi gender yang dikemukakan para ahli, dapat dipahami bahwa yang dimaksud gender adalah karakteristik laki-laki dan perempuan berdasarkan dimensi social kultural yang tampak dari nilai dan tingkah laku.



C.    Perempuan dalam Konsep Islam
a. Perempuan sebagai individu
Al-qur’an menyoroti perempuan sebagai individu. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara perempuan dalam kedudukannya sebagai individu dengan perempuan sebagai anggota masyarakat. Al-qur’an memperlakukan baik individu perempuan dan laki-laki adalah sama, karena hal ini berhubungan antara Allah dan individu perempuan dan laki-laki tersebut, sehingga terminologi kelamin(sex) tidak diungkapkan dalam masalah ini. Pernyataan-pernyataan al-Qur’an tentang posisi dan kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat sebagaimana berikut:
1.      Perempuan adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban samauntuk beribadat kepadaNya sebagaimana termuat dalam Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56.
2.      Perempuan adalah pasangan bagi kaum laki-laki termuat dalam Q.S. An-naba’ayat 8.
3.      Perempuan bersama-sama dengan kaum laki-laki juga akan mempertanggungjawabkan secara individu setiap perbuatan dan pilihannya termuat dalam Q. S. Maryam ayat 93-95.
4.      Sama halnya dengan kaum laki-laki mukmin, para perempuan mukminat yang beramal saleh dijanjikan Allah untuk dibahagiakan selama hidup di dunia danabadi di surga. Sebagaimana termuat dalam Q.S. An-Nahl ayat 97.
5.      Sementara itu Rasulullah juga menegaskan bahwa kaum perempuan adalah saudara kandung kaum laki-laki dalam H.R. Ad-Darimy dan Abu Uwanah.
Dalam ayat-ayat-Nya bahkan Al-qur’an tidak menjelaskan secara tegas bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, sehingga karenanya kedudukan dan statusnya lebih rendah. Atas dasar itu prinsip al-Qur’an terhadap kaum laki-laki dan perempuan adalah sama dimana hak istri adalah diakui secara adil(equal) dengan hak suami. Dengan kata lain laki-laki memiliki hak dan kewajiban atas perempuan,dan kaum perempuan juga memiliki hak dan kewajiban atas laki-laki. Karena hal tersebutlah maka Al-Qur’an dianggap memiliki pandangan yang revolusioner terhadap hubungan kemanusiaan, yakni memberikan keadilan hak antara laki-laki dan perempuan.
b. Perempuan dan Hak Kepemilikan
Dalam Mansour Fakih (ed), Membincang Feminisme Diskursu Gender Persfektif Islam, Islam sesungguhnya lahir dengan suatu konsepsi hubungan manusia yang berlandaskan keadilan atas kedudukan laki-laki dan perempuan. Selain dalam hal pengambilan keputusan, kaum perempuan dalam Islam juga memiliki hak-hak ekonomi, yakni untuk memiliki harta kekayaannya sendiri, sehingga dan tidak suami ataupun bapaknya dapat mencampuri hartanya. Hal tersebut secara tegas disebutkan dalam An-Nisa’ayat 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkanAllah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki adabagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dariapa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya.Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Kepemilikan atas kekayaannya tersebut termasuk yang didapat melalui warisan ataupun yang diusahakannya sendiri. Oleh karena itu mahar atau maskawin dalam Islam harus dibayar untuknya sendiri, bukan untuk orang tua dan tidak bisadiambil kembali oleh suami.Sayyid Qutb menegaskan bahwa tentang kelipatan bagian kaum pria dibanding kaum perempuan dalam hal harta warisan, sebagaimana yang tertulisdalam Al-Qur’an, maka rujukannya adalah watak kaum pria dalam kehidupan, ia menikahi wanita dan bertanggung jawab terhadap nafkah keluarganya selain ia jugabertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarganya itu.Itulah sebabnya ia berhak memperoleh bagian sebesar bagian untuk dua orang,sementara itu kaum wanita, bila ia bersuami, maka seluruh kebutuhannya ditanggungoleh suaminya, sedangkan bila ia masih gadis atau sudah janda, maka kebutuhannya terpenuhi dengan harta warisan yang ia peroleh, ataupun kalau tidak demikian, iabisa ditanggung oleh kaum kerabat laki-lakinya. Jadi perebedaan yang ada di sini hanyalah perbedaan yang muncul karena karekteristik tanggung jawab mereka yang mempunyai konsekwensi logis dalam pembagian warisan. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Islam memberikan jaminan yang penuhkepada kaum wanita dalam bidang keagamaan, pemilikan dan pekerjaan, dan realisasinya dalam jaminan mereka dalam masalah pernikahan yang hanya boleh diselenggarakan dengan izin dan kerelaan wanita-wanita yang akan dinikahkan itutanpa melalui paksaan. “Janganlah menikahkan janda sebelum diajak musyawarah,dan janganlah menikahkan gadis perawan sebelum diminta izinnya, dan izinnyaadalah sikap diamnya” (HR. Bukhari Muslim).
Bahkan Islam memberi jaminan semua hak kepada kaum wanita dengan semangat kemanusiaan yang murni, bukan disertai dengan tekanan ekonomis atau materialis. Islam justru memerangi pemikiran yang mengatakan bahwa kaum wanita hanyalah sekedar alat yang tidak perlu diberi hak-hak. Islam memerangi kebiasan penguburan hidup anak-anak perempuan, dan mengatasinya dengan semangat kemanusiaan yang murni, sehingga ia mengharamkan pembunuhan seperti itu.

c. Perempuan dan Pendidikan
Islam memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan agar berilmu pengetahuan dan tidak menjadi orang yang bodoh. Allah sangat mengecam orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan, baik laki-laki maupun perempuan.Sebagaimana dalam Q.S. Az-Zumar ayat 9. Kewajiban menuntut ilmu juga ditegaskan nabi dalam hadis yang artinya,“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap laki-laki dan perempuan”(HR.Muslim). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Islam justru menumbangkan suatusistem sosial yang tidak adil terhadap kaum perempuan dan menggantikannya dengan sistem yang mengandung keadilan. Islam memandang perempuan adalah sama dengan laki-laki dari segi kemanusiannya. Islam memberi hak-hak kepada perempuan sebagaimana yang diberikan kepada kaum laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama kepada keduanya.

D.    Alasan Biasnya Gender
Berikut dijelaskan sebab-sebab biasnya gender:[2]
1.      Ketidaktahuan bahwa perempan memiliki kebebasan.
Ketidaktahuan selalu menjadi substansial dalam kehidupan manusia. Sebenarnya sejarah telah mengajarkan bahwa jauh sebelum islam datang, wanita telah memainkan peran yang cukup signifikan dalam bidang sosial ekonomi sebagaimana kita lihat dalam sosok konglomerat wanita Khadijah r.a, istri pertama Nabi Muhammad SAW. Kita smua tahu bahwa sebelum menjadi Nabi, Nabi Muhammad bekerja untuk Khadijah. Sehingga sulit dipahami bila islam tidak memiliki gambaran wanita bekerja.
Seperti yang dikemukakan N.M. Shaikh dalam bukunya Woman in Muslim Sociaty menjelaskan bahwa “wanita juga bebas berpartisipasi dalam aktivitas industri. Istri Abdullah Ibnu Mas’ud menjalankan sebuah perusahaan dengan sangat sukses dan dia dapat menopang suami dan anak-anaknya dengan income yang diperoleh”
Istri-istri Nabi, tertama Aisyah, telah menjalankan peran politik penting. Umar bin Khotob pernah melihat Aisyah berjalan-jalan disekitar garis peperangan di seberang parit (ketika terjadi perang khandak). Selain aisyah ada Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laylah al-Ghaffariyah, dll
2.      Kemandekan tafsir ayat Al-qur’an dan Hadits Nabi SAW
Kemandekan tafsir terhadap ayat al-qur’an (surat an-nisa:34) yang disinyalir berisi konsep kepemimpinan keluarga. Opini yang sementara ini dianggap mapan dikalangan umat islam adalah bahwa laki-laki adalah pemimpin keluarga sehinggi wajar kalau istri harus taat pada suami.
Tafsir itu telah digugat Dr. Zaitunah Subhan, misalnya yang cenderung mengartikan kata “qawwamuna” dengan ayat tersebut dengan makna penopang, pengayom, dan penegak, penanggung jawab dan penjamin, ini bila dikaitkan dengan kewajiban memberi nafkah.
Selanjutnya Zaitunah juga menggugat makna kata “al-rijal”. Menurutnya kata ini bukan semata-mata bentuk jamak (plural) dari “rajul”, tapi bisa juga dari kata “rijil” (kaki) dan “rajil” yang merujuk pada makna “orang yang berusaha, mencari rizki”.
3.      Pengabaian konteks sebab turunnya ayat (asbabun nuzul) dan disabdakannya hadits (asbabul wurud)
4.      Normalisasi relasi jender yang bersifat patriarkis.

E.     Sejarah Perjuangan Perempuan Menuju Kesetaraan
1.      Sejarah perjuangan perempuan menuju kesetaraan di dunia Internasional
Kesetaraan gender dalam dunia internasional dimulai dengan dikumandangkannya emansipasi di tahun 1950-1960. Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesetaraan perempuan dan laki-laki diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, dengan tema Women In Development (WID) yang memprioritaskan pembangunan bagi perempuan yang dikembangkan dengan mengintegrasi perempuan dalam pembangunan.
Setelah itu, beberapa kali terjadi pertemuan internasional yang memperhatikan pemberdayaan perempuan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an berbagai studi menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada kuantitas, maka tema WID diubah menjadi Women and Development (WAD).
Tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan rekomendasi bahwa tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum laki-laki maka program pemberdayaan perempuan tidak akan berhasil dengan baik. Dengan alasan tersebut maka dipergunakan pendekatan gender yang dikenal dengan Gender and Development (GAD) yang menekankan prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki.
Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan 'The Millenium Development Goals' (MDGs) yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan.
2.      Sejarah perjuangan perempuan menuju kesetaraan di Indonesia
Perempuan Indonesia juga memiliki catatan sejarah tersendiri dalam memperjuangkan hak gender di Indonesia. Berikut adalah  penjelasannya :
a.        Sebelum perang dunia II
R.A Kartini (21 April 1879-17 september 1904) oleh kaum indonesia dianggap sebagai kaum pelopor. Terbukti dengan surat-surat Habis Gelap Terbitlah Terang tentang cita-citanya seputar perempuan indonesia.
b.     Sesudah perang dunia II
Banyak organisasi-organisasi perempuan yang yang ditujukan untuk membantu proses kemerdekaan RI. Contohnya Kowani (Kongres Wanita Indonesia) dan KPI (Kongres Perempuan Indonesia) yang mendiskusikan tentang RUU Perkawinan yang berkeadilan[3]

F.     Konsep Jender Menurut Islam
Persepsi masyarakat mengenai status dan peran perempuan masih belum sepenuhnya sama. Ada yang berpendapat bahwa perempuan harus berada di rumah, mengabdi pada suami, dan mengasuh anak-anaknya.Namun ada juga yang berpendapat bahwa perempuan harus ikut berperan aktif dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan bebas melakukan sesuai dengan haknya. Fenomena ini terjadi akibat belum dipahaminya konsep relasi Jender.
            Dalam Agama Islam juga timbul perbedaan pandangan karena terdapat perbedaan dalam memahami teks-teks Al-Qur’an tentang Jender.Nabi Muhammad SAW,datang membawa ajaran yang menempatkan wanita pada tempat terhormat,setara dengan laki-laki.Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa wanita sejajar dengan laki-laki seperti :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka akan Kami berikan mereka kehidupan yang baik dan akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan.”(Q.S. Al-Nahl:97)
“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal yang dilakukan oleh kamu sekalian, kaum laki-laki dan perempuan.”(Q.S.Ali Imran:195)
Seharusnya dapat dipahami bahwa Allah SWT tidak mendiskriminasi hamba-Nya. Siapapun yang beriman dan beramal saleh akan mendapat ganjaran yang sama atas amalnya.Dalam konteks ini laki-laki tidak boleh melecehkan wanita atau bahkan menindasnya.
Pada dasarnya wanita memiliki kesamaan dalam berbagai hak dengan laki-laki,namun wanita memang diciptakan Allah dengan suatu keterbasan dibanding laki-laki. Maka dari itu tugas kenabian dan kerasulan tidak dibebankan kepada wanita karena perasaan sensitif yang dimiliki wanita.Dalam suatu ayat dijelaskan
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).”(Q.S. Al-Nisa’:34)
Secara teologis, Allah menciptakan wanita dari “unsur” pria (wa khalaqa minha zaujaha)(Hasbi Indra,2004:5).Sehingga pada dasarnya laki-laki memililiki kelebihan daripada wanita.Kelebihan ini selanjutnya menjadi tanggung jawab laki-laki untuk membela dan melindungi wanita.Namun segala kekurangan yang ada dalam wanita tidak menjadi alasan wanita kehilangan derajatnya dalam kesetaraan Jender.
            Walaupun demikian,wanita juga tidak boleh melupakan kodratnya sebagai wanita.Dalam Islam kodrat wanita adalah :
1.      Menjadi Kepala Rumah Tangga
Dalam suatu riwayat disebutkan :
“Setiap manusia keturunan Adama adalah kepala, maka seorang pria adalah kepala keluarga, sedangkan wanita adalah kepala rumah tangga.”(HR Abu Hurairah)
Artinya kodrat wanita sebagai istri kelak akan menjadi kepala rumah tangga yang mana seorang istri melakukan tugas-tugas yang tidak dapat dilakukan suami seperti : memasak, mencuci, mengurus rumah tangga,mengasuh anak-anak dan lain-lain.Selain tugas wanita menjadi seorang istri yang mengabdi kepada suami,juga beribadah kepada Allah.Pada dasarnya beribadah inilah merupakan tugas utama.
2.      Sebagai Ibu dari Anak-Anaknya
Salah satu kodrat wanita yang cukup berat adalah saat wanita harus mengandung dan melahirkan.Bahkan karena sangat susah payahnya wanita dalam melahirkan hingga sampai bertaruh nyawa Allah menjanjikan pahala yang sama seperti para syuhada.Kedua hal ini merupakan kodrat wanita yang sangat mulia.Namun tidak berhenti cukup disitu,peran yang sebenarnya adalah dikala wanita menjadi ibu yang dapat mendidik anaknya menjadi anak yang cerdas,berakhlak dan taat dalam agamanya.

G.    Kesetaraan Hubungan antara Perempuan dan Laki-laki dalam Islam
Pada dasarnya semangat hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat adil (equal). Oleh karena itu subordinasi terhadap kaum perempuan merupakan suatu keyakinan yang berkembang di masyarakat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan semangat keadilan yang diajarkan Islam.
Konsep kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam al- Qur’an, antara lain sebagai berikut:
Pertama, laki laki dan perempuan adalah sama-sama sebagai hamba.
Dalam alqur’an (Az- Zariyat: 56) disebutkan  : ‘’Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku’’. Dalam kapasitasnya sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam al-Qur’an biasa diistilahkan dengan orang-orang yang bertakwa (muttaqin).
Kedua, Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi.
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah di samping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah, juga untuk menjadi khalifah di bumi, sebagaimana tersurat dalam Alqur’an (Al-An’am: 165) : “Dan dialah yang menjadikan kalian penguasa penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kalian atas sebahagian yang lain beberapa derjat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepada kalian. Sesungguhnya Tuhan kalian amat cepat siksaanNya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Juga dalam Alqur’an (al-Baqarah: 30) disebutkan : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi orang yang membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami selalu senantiasa bertasbih kepadaMu dan mensucikan Mu. Tuhan berfirman, sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui:”.
Ketiga, Laki-laki dan Perempuan menerima perjanjian primordial.
Menjelang sorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya. Disebutkan dalam Alqur’an (Al-A’raf: 172): “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) Bukankah Aku ini TuhanMu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.(Kami lakukan). Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
Dalam Islam tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.
Keempat, Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi.
Tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan untuk meraih peluang prestasi. Disebutkan dalam Alquran (Al-Nisa: 124) : “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”. Juga (Al-Nahl: 97): “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Juga (al-Mu’min:40): “Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka Dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab”.
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin saja.
Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang mengakui adanya perbedaan (distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik-biologis perempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun perbedaan tersebut tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.
Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaan laki-laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan dan dengan demikiann antara satu dengan yang lain masing-masing mempunyai peran. Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi dalam peran-peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis, seperti; hamil, melahirkan, menyusui anak, yang peran ini hanya dapat diperankan oleh wanita. Di lain pihak ada peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.
Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam, hubungan antara lakilaki dan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah swt. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya.


























BAB III
KESIMPULAN

1.      Gender adalah suatu konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang berasal dari masyarakat (kondisi sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku).
2.      Pandangan beberapa tokoh mengenai gender yakni merupakan perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi social dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Adapun karakteristik laki-laki dan perempuan tersebut berdasarkan dimensi social kultural yang tampak dari nilai dan tingkah laku.
3.      Perempuan dalam konsep islam adalah perempuan sebagai individu yang memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki dan memiliki peran masing-masing. Memiliki hak-hak ekonomi dan kewajiban menuntut ilmu.
4.      Alasan biasnya jender yaitu karena ketidaktahuan perempuan akan kebebasan yang dimilikinya, sehingga menghalangi dalam gerak langkahnya. Selain itu, juga dikarenakan olek kemandekan tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadits terhadap kedudukan laki-laki sebagai pemimpin yang menjadikan perempuan harus taat kepadanya.  Biasnya jender juga disebabkan karena pengabaian konteks sebab turunnya ayat (asbabun nuzul) dan disabdakannya hadits (asbabul wurud), serta normalisasi relasi jender yang bersifat patriarkis.
5.      Kesetaraan jender bagi perempuan sangat diperjuangkan. Hal ini terlihat dari sejarah perjuangan perempuan menuju kesetaraan baik di dunia internasional maupun nasional (Indonesia). Di dunia internasional perjuangan perempuan dibuktikan dengan dihasilkannya 'The Millenium Development Goals' (MDGs) pada konferensi PBB tahun 2000 yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Di Indonesia perjuangan perempuan dipelopori oleh R.A Kartini dengan surat-suratnya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Selain itu juga banyak organisasi-organisasi perempuan yang yang ditujukan untuk membantu proses kemerdekaan RI, contohnya seperti Kowani (Kongres Wanita Indonesia) dan KPI (Kongres Perempuan Indonesia) yang mendiskusikan tentang RUU Perkawinan yang berkeadilan.
6.      Konsep jender menurut Islam memiliki pandangan yang berbeda-beda. Laki-laki diciptakan dengan kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh wanita. Kelebihan ini selanjutnya menjadi tanggung jawab laki-laki untuk membela dan melindungi wanita. Namun segala kekurangan yang ada dalam wanita tidak menjadi alasan wanita kehilangan derajatnya dalam kesetaraan Jender. Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan dalam berbagai hak. Akan tetapi, dalam kesamaan hak tersebut perempuan tetap harus mengingat kodratnya sebagai perempuan, yakni perempuan yang menjadi kepala rumah tangga, dan sebagai ibu dari anak-anaknya.
7.      Kesetaraan jender menurut Islam dipandang dari segi sosio biologis dan tingkat ketaqwaan. Secara bilogis dan sosio kultural laki-laki dan perempuan saling memerlukan  sehingga ada peran masing-masing diantara keduanya. Sementara itu, kesetaraan jender juga dilihat dari tingkat pengabdian dan ketaqwaannya kepada Allah, bahwa Allah tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan melainkan dari tinggi rendahnya kualitas pengabdian dan ketaqwaan hambanya.



















DAFTAR PUSTAKA

Djamil, Abdul. 2009. Bias Jender dalam Pemahaman Islam. Yogyakarta: Gama Media
Zuhrah, Fatimah.        . Konsep Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam. Yogyakarta : IAIN-SUKA
Hamka. 1998. Kedudukan Perempuan dalam Islam. Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas
Hasan, Hamka. 2009. Tafsir Jender. Badan litbang dan diklat Departemen Agama RI

judul buku: KONSEP KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM
pengarang: FATIMAH ZUHRAH, MA
Peneliti dari IAIN-SU



[1] Abdul Djamil, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, Yogyakarta, Gama Media, 2009, hlm.8

[2] Abdul Djamil, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, Yogyakarta, Gama Media, 2009, hlm.53
[3] Tafsir jender à 2009 DR. Hamka Hasan à Badan litbang dan diklat Departemen Agama RI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar