BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam kehidupan
sehari-hari, sering kita mendengar anggapan yang menyatakan bahwa Fisika adalah
mata pelajaran yang susah. Hal ini merupakan masalah terutama bagi guru Fisika.
Mereka harus bisa mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab dari
argumen tersebut. Selain itu, guru Fisika juga diharuskan mempunyai
langkah-langkah untuk mengatasi kesulitan belajar Fisika.
Semua kegiatan
yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar Fisika
termasuk kegiatan diagnosis. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena
berbagai hal, diantaranya: setiap siswa
hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal; adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat,
minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa; sistem pengajaran di
sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan
kemampuannya; untuk menghadapi
permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif
dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan
mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
Dalam makalah
kali ini akan dibahas upaya mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan
belajar Fisika serta langkah-langkah untuk mengatasi kesulitan belajar Fisika.
B.
Tujuan
1. Mengidentifikasi
anak-anak yang kesulitan belajar Fisika.
2. Mengetahui
langkah-langkah kegiatan untuk mengatasi kesulitan belajar Fisika.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mengidentifikasi
Anak-Anak
1. Gejala Anak Didik yang Mengalami Kesulitan
Belajar Fisika
Gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan belajar Fisika dapat diamati dalam berbagai bentuk. Seperti munculnya perilaku
yang menyimpang atau menurunnya hasil belajar. Perilaku yang menyimpang juga
muncul dalam berbagai bentuk, seperti
suka mengganggu teman, sukar memusatkan perhatian, sering termenung,
hiperaktif, dan sering membolos.
Faktor
utama yang melandasi adanya kesulitan belajar Fisika adalah menurunnya hasil belajar
peserta didik. Menurunnya hasil belajar dapat diidentifikasi dari rendahnya
hasil belajar mulai dari latihan di kelas, pekerjaan rumah, maupun ulangan
harian yang ditandai dengan diperolehnya nilai-nilai yang rendah. Nilai inilah yang
menjadi indikator yang kuat tentang adanya kesulitan belajar yang dihadapi
peserta didik.[1]
Adapun
beberapa gejala yang menjadi indikator adanya kesulitan belajar Fisika adalah sebagai berikut.[2]
a.
Menunjukkan prestasi belajar yang rendah atau
mendapatkan nilai di bawah rata-rata dari kelompok anak didik di kelas.
b.
Hasil belajar yang dicapai tidak
seimbang dengan usaha yang dilakukan. Padahal anak didik sudah berusaha belajar
dengan keras, tetapi nilainya tetap rendah.
c.
Anak didik lambat dalam mengerjakan
tugas-tugas Fisika. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal. Misalnya mengerjakan
soal-soal dalam waktu
lama baru selesai, dalam mengerjakan tugas-tugas selalu menunda waktu.
d.
Anak didik menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak
acuh, berpura-pura,
berdusta, mudah tersinggaung,
dan lain sebagainya.
e.
Anak didik menunjukkan tingkah laku yang tidak seperti
biasanya ditunjukkan
kepada orang lain. Dalam hal ini misalnya anak didik menjadi pemurung, pemarah,
selalu bingung, selalu sedih, kurang gembira, atau mengasingkan diri dari
lingkungan.
f.
Anak didik yang tergolong memiliki IQ
yang tinggi, yang secara potensial mereka seharusnya meraih prestasi belajar
yang tinggi, tetapi kenyataannya mereka mendapatkan prestasi belajar yang
rendah.
g.
Anak didik yang selalu menunjukkan prestasi belajar yang tinggi untuk mata pelajaran Fisika, tetapi di lain waktu prestasinya
menurun drastis.
2. Mengenali Anak Didik yang Mengalami
Kesulitan Belajar Fisika
Anak didik yang
mengalami kesulitan dapat diidentifikasi dari sikap dan tingkah lakunya. Jika
ia menunjukkan
gejala-gejala yang
nampak seperti di atas, maka kemungkinan anak didik tersebut mengalami
kesulitan belajar Fisika.
Dalam hal ini pendidiklah yang diharapkan mampu mengenali gejala-gejala yang ditunjukkan oleh anak didiknya.
Adapun
cara lain untuk mengenali kesulitan belajar Fisika pada anak didik dapat dilakukan dengan cara:[3]
a.
Observasi
Observasi
adalah suatu cara memperolah data dengan langsung mengamati terhadap objek. Sambil melakukan observasi, dilakukan
pencatatan terhadap gejala-gejala
yang tampak pada diri subjek, kemudian diseleksi untuk dipilih yang sesuai
dengan tujuan pendidikan.
b.
Interview
Interview
adalah suatu cara mendapatkan data dengan wawancara langsung terhadap orang
yang diselidiki atau terhadap orang lain (guru, orang tua, atau teman dekat
anak) yang dapat memberikan informasi tentang orang yang diselidiki. Interview
sebagai pendukung yang akurat dari kegiatan observasi. Keakuratan data lebih
terjamin bila kegiatan observasi dilanjutkan dengan kegiatan interview.
c.
Dokumentasi
Dokumentasi
adalah suatu cara untuk mengetahui sesuatu dengan melihat catatan-catatan, arsip-arsip, dokumen-dokumen, yang berhubungan dengan orang
yang diselidiki. Teknik ini dimaksudkan agar kita dapat menyelidiki faktor
penyebab anak didik mengalami kesulitan belajar. Dokumen yang perlu dicari
adalah berhubungan dengan:
·
Riwayat hidup anak didik
·
Prestasi anak didik dalam bidang Fisika
·
Kumpulan ulangan Fisika
·
Catatan kesehatan anak
·
Buku rapor anak didik
·
Buku catatan Fisika, serta
·
Buku pribadi anak didik
d.
Tes Diagnostik
Tes
diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami anak
didik berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya. Tes diagnostik memerlukan
sejumlah soal untuk
mata pelajaran Fisika yang
diperkirakan merupakan kesulitan bagi anak didik. Soal-soal tersebut bervariasi dan difokuskan
pada kesulitan. Tes ini biasanya dilakuakan sebelum pelajaran dimulai. Tes ini
diadakan untuk
menjajaki pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai oleh peserta didik.
Dengan kata lain, sejauh mana tingkat penguasaan peserta didik terhadap bahan
pelajaran Fisika yang
diberikan guru, dapat diketahui dengan tes ini.
B.
Langkah-Langkah
Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Fisika
Sebagaimana telah dijelaskan pada subbab
pertama, setelah melakukan identifikasi anak-anak mengenai kesulitan apa yang
dialami, berikut langkah-langkah kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan belajar Fisika:[4]
1. Berbicara
dengan Kepala Sekolah
Kepala
sekolah adalah penanggung jawab seluruh kegiatan di sekolah, termasuk kegiatan
bimbingan dan penyuluhan. Wajar jika kegiatan-kegiatan bimbingan dan penyuluhan
diketahui sepenuhnya oleh kepala sekolah. Oleh karena itu, para petugas
bimbingan - guru dan penyuluh pendidikan - melaporkan, berkonsultasi, dan
menerima nasihat dari kepala sekolah tentang berbagai hal yang bersangkut paut
dengan kegiatan bimbingan, khususnya tentang berbagai kasus dan usaha menanggulanginya.
Berkenaan dengan murid-murid yang bermasalah, guru/penyuluh pendidikan
hendaknya membicarakan dengan kepala sekolah tentang berbagai usaha yang perlu
untuk menghadapi tingkah laku yang bermasalah itu, usaha-usaha menghubungi
orang tua murid dan instansi-instansi lain yang dianggap perlu, menguraikan
tentang pandangan guru terhadap persoalan murid. Pembicaraan ini hendaknya
didasarkan pada dan dilengkapi dengan berbagai catatan tentang murid-murid,
hasil belajar mereka, hasil test, dan lain sebagainya. Hasil pembicaraan dengan
kepala sekolah ini mungkin berupa kebijaksanaan umum yang akan ditempuh oleh
sekolah, pembagian tugas (misalnya kepala sekolah dalam upacara Senin
menyampaikan amanat, nasihat, teguran, ataupun peringatan kepada seluruh murid
yang berkenaan dengan masalah yang banyak dialami murid-murid; penyuluhan
pendidikan melakukan testing, guru memperhatikan aspek-aspek kurikulum yang kurang
mantap; wali kelas memperhatikan aspek-aspek nilai dan daftar hadir, dan
sebagainya), rencana kerja, pola pembiayaan dan fasilitas, dan lain sebagainya.
2. Pengamatan
yang Lebih Mendalam
Daftar
murid-murid yang mengalami masalah mungkin disusun berdasarkan atas hasil
pengamatan yang kurang lengkap ataupun
pandangan-pandangan yang baru selintas saja. Oleh karena itu, pengamatan
yang lebih mendalam terhadap murid-murid yang bermasalah itu perlu dilakukan.
Benarkah si A lamban dalam memahami Fisika? Bagaimana dengan nilai ulangannya?
Apa saja yang dilakukan siswa ketika pelajaran Fisika berlangsung? Apakah siswa
memperhatikan penjelasan guru? Dan sebagainya. Dengan usaha ini maka catatan,
tanggapan, dan bahan-bahan yang amat berguna sebagai dasar pertimbangan untuk
menghadapi masalah itu semakin lengkap dan mantap.
3. Mempelajari
“cummulative record”
Dari
kumpulan catatan biasanya dapat diperoleh berbagai keterangan pokok yang
mungkin bersangkut paut atau bahkan melatarbelakangi masalah yang dialami
murid. Berbagai riwayat (seperti riwayat sekolah, riwayat kesehatan,
perpindahan tempat tinggal, keadaan keluarga, dan sebagainya) biasanya dapat
dijumpai pada kumpulan catatan yang lengkap. Guru/penyuluh pendidikan harus
mampu menarik sangkut paut dari yang terdapat di dalam kumpulan catatan itu
dengan hasil pengamatan mendalam yang telah dilakukan. Pada umumnya apa yang
tertulis di dalam kumpulan catatan dapat saling lengkap-melengkapi dengan apa
yang diperoleh dari pengamatan. Dari kenyataan-kenyataan ini akan dapat
diterbitkan pandangan dan/atau gagasan baru, atau bahkan rencana dan ide untuk
usaha lebih lanjut mengatasi masalah yang dihadapi murid.
4. Berbicara
dengan Guru Fisika Lain
Kegiatan
bimbingan dan penyuluhan adalah usaha yang bersifat interdisipliner dan dilakukan
secara bersama. Guru atau penyuluh pendidikan seorang diri (tanpa ikut sertanya
staf sekolah yang lain) kemungkinan besar akan gagal membantu anak-anak yang
bermasalah dalam Fisika. Dalam hal ini tidak ada jalan lain kecuali setiap
orang yang bertanggung jawab dalam membimbing/menyuluhi anak harus mengambil
manfaat dari bekerja sama dengan petugas lain. Isi kerjasama ini selain dari
segi pengumpulan informasi selengkap mungkin, juga dalam penyajian materi
pemecahan masalah itu sendiri. Yang tidak kurang pentingnya dalam rangka
kerjasama ini adalah penciptaan “suasana bimbingan” oleh seluruh petugas
sekolah. Semua pihak hendaknya menyadari apa sebenarnya bimbingan dan
penyuluhan itu sehingga masing-masing pihak itu dapat menjalankan peranannya
dengan baik dalam rangka keseluruhan “suasana bimbingan” itu.
Dalam
usaha bimbingan kesulitan belajar Fisika, peranan guru bidang studi Fisika amatlah
besar. Mereka yang seharusnya paling mampu mengungkapkan kekuatan dan kelemahan
murid-murid dalam bidang studi Fisika. Selanjutnya guru bidang studi Fisika pulalah
yang semestinya paling mampu menyelenggarakan program remedial untuk
murid-muridnya berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang telah diketahuinya
terlebih dahulu. Dalam hal ini guru dituntut untuk mampu menyelenggarakan usaha
“tiga dimensi” : penyajian, penilaian, dan remedial. Tugas penyuluh pendidikan
dalam hal ini sebagai katalisator antara murid dengan guru, guru dengan guru,
murid dengan situasi belajar dan kurikulum, dan antara guru dengan situasi pengajaran
yang menjadi kenyataan pada umumnya. Harus dicatat oleh para penyuluh
pendidikan bahwa tugas ini cukup berat, memakan waktu dan kesabaran, dan
sifatnya dapat amat sensitif.
5. Berkonsultasi
dengan Juru Rawat
Tujuan
kegiatan ini terutama sekali ialah memeriksa kesehatan murid. Sebenarnya
riwayat kesehatan murid seharusnya sudah tercantum di dalam “commulative
records”. Namun keadaan yang kita temui di sekolah sering kali tidak seperti
yang diharapkan. Catatan tentang kesehatan kurang lengkap atau malahan tidak
dijumpai, juru rawatpun tidak ada. Bagaimanapun juga keadaan yang tidak
menggembirakan ini bukanlah alasan yang pantas untuk mengesyahkan tidak dapat
dilakukannya pengungkapan kesehatan murid dan riwayat kesehatannya secara umum.
Setidak-tidaknya guru/penyuluh pendidikan dapat berwawancara dengan murid yang
bersangkutan yang mengungkapkan sakit atau kecelakaan apa saja yang pernah
dideritanya, kapan hal itu terjadi, bagaimana tingkat keparahannya, bagaimana
usaha pengobatannya, tingkat kesembuhannya, keadaan kesehatan sekarang, dan
sebagainya. Hal-hal seperti ini pada umumnya juga dapat diungkapkan melalui
orang tua. Hanya untuk kondisi-kondisi kesehatan yang kelihatannya amat serius
saja guru/penyuluh pendidikan harus berusaha sekuat tenaga berkonsultasi dengan
juru rawat dan/atau dokter.
6. Memberikan
Penyuluhan
Penyuluhan
adalah suatu kegiatan yang khas dalam usaha bimbingan. Seorang anak yang
mengalami masalah dihadapi langsung secara tatap muka oleh penyuluh dalam
rangka usaha pemecahan masalah yang sedang dihadapi anak tersebut. Suasana
hubungan tatap muka inipun sifatnya khas pula, yaitu suatu hubungan yang tidak
terasa sedikitpun unsur-unsur kekerasan ataupun paksaan, bebas dari rasa takut
dan khawatir, saling mempercayai, terbuka dan terus terang, suka rela, saling
memberi dan menerima. Suasana hubungan seperti ini disebut “rapport”. Sebelum
usaha penyuluhan dilanjutkan hendaknya terlebih dahulu dibina “rapport” ini.
Apabila “rapport” telah tercipta maka hubungan berikutnya akan dapat berjalan
dengan lancar, mudah, dan penuh arti. Satu ciri lain dari suasana penyuluhan
ini ialah bahwa hubungan itu dilakukan tidak di muka umum ataupun di tempat
yang ramai, melainkan di tempat yang terpisah sehingga baik anak maupun
penyuluh dapat berbicara bebas. Keadaan seperti ini tidak berarti bahwa
penyuluhan harus dilakukan di kamar tertutup ataupun di tempat yang
tersembunyi; penyuluhan dapat dilakukan di tempat yang terbuka dan di mana saja
asal suasana kebebasan mengemukakan isi hati, pendapat, saran-saran, dan
sebagainya tidak terganggu.
7. Prosedur
Referal
Di
sekolah, pada taraf yang paling awal masalah yang dihadapi oleh murid-murid
hendaknya diungkapkan oleh guru atau wali kelas. Selanjutnya pada taraf pertama
masih menjadi tugas guru atau wali kelas untuk sejauh mungkin menanggulangi
masalah yang dihadapi oleh murid-murid tersebut. Jika dengan berbagai usaha
yang dilakukan oleh guru/wali kelas masalah itu belum juga terpecahkan, rasanya
guru/wali kelas yang kewalahan atau diperkirakan murid tersebut memang memerlukan
bantuan khusus dari penyuluh pendidikan yang lebih ahli, maka guru/wali kelas
yang bersangkutan perlu mereferal atau mengirim atau mengambil alihkan masalah
yang dihadapi oleh murid itu kepada penyuluh pendidikan. Ini tidak berarti
bahwa guru/wali kelas yang bersangkutan sekarang menjadi lepas tangan terhadap
masalah itu, melainkan sebaliknya peranan guru/wali kelas dalam rangka bekerja
sama dengan penyuluh pendidikan semakin besar. Bagaimanapun juga penyuluh
pendidikan tidak mungkin bekerja sendiri. Kesulitan belajar yang menyangkut
bidang studi Fisika jelas harus ditanggulangi bersama dengan guru bidang studi Fisika.
Selanjutnya
referal dapat dilakukan dengan pihak-pihak di luar sekolah. Dengan dokter,
psikiater, lembaga tenaga kerja, dan orang-orang sumber seringkali menjadi
tujuan ke mana referal dilakukan. Prosedur referal ini harus dilengkapi
surat-surat dan syarat-syarat administrasi lainnya baik dari kepala sekolah
maupun dari bagian bimbingan di sekolah.
Dengan
adanya upaya referal maka usaha pemberian bantuan dalam rangka pemecahan
masalah diperluas dan diintensifkan. Kegiatan yang bertujuan untuk membantu
pemecahan masalah sering kali tidak mengenal batas-batas usaha. Sejauh mungkin
usaha dilakukan, segera dan setuntas mungkin hendaknya kesulitan dapat
teratasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Gejala yang
menunjukkan
adanya kesulitan belajar
Fisika
dapat diamati dalam berbagai
bentuk. Seperti munculnya perilaku yang menyimpang atau menurunnya hasil
belajar. Faktor utama yang melandasi adanya kesulitan belajar Fisika adalah menurunnya hasil belajar
peserta didik. Menurunnya hasil belajar dapat diidentifikasi dari rendahnya
hasil belajar mulai dari latihan di kelas, pekerjaan rumah, maupun ulangan harian di sekolah. Cara
untuk mengenali kesulitan belajar Fisika dapat dilakukan sebagai berikut: observasi, interview, dokumentasi, tes diagnostik.
2.
Langkah-langkah
kegiatan untuk mengatasi kesulitan belajar Fisika:
a.
Berbicara dengan Kepala Sekolah
b.
Pengamatan yang Lebih Mendalam
c.
Mempelajari “cummulative record”
d. Berbicara
dengan Guru Fisika Lain
e. Berkonsultasi
dengan Juru Rawat
f. Memberikan
Penyuluhan
g. Prosedur
Referal
[2].
Syaiful Bahri Djamrah, Psikologi
Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), hlm. 246.
[3].
Syaiful Bahri Djamrah, Psikologi
Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), hlm. 247.
[4] Koestoer Partowisastro dan A.Hadisuparto, Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar
Jilid 2 (Jakarta: Erlangga, 1984), hlm. 40.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar