BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah proses
pastilah dimulai dengan hal yang sederhana dan terus berkembang menuju hal yang
lebih kompleks. Sama halnya dengan manusia yang tentunya terus menerus
berkembang baik fisik maupun psikisnya. Dan dengan adanya perkembangan
tersebut, para ahli mulai berpikir tentang bagaimana perkembangan bisa terjadi
dan apa saja faktor
yang mempengaruhinya. Sehingga muncul berbagai teori yang mendefinisikan
bagaimana perkembangan tersebut.
Teori-teori
tersebut menjadi pedoman untuk menjelaskan bagaimana karakteristik perkembangan
manusia dalam berbagai aspek. Salah satu aspeknya adalah pendidikan. Seorang
guru tentunya harus mengetahui bagaimana perkembangan peserta didiknya. Dengan
begitu guru bisa menyesuaikan diri dengan mereka karena perkembangan tiap
peserta didik tentulah berbeda.
Salah satu
teori yang perlu diketahui adalah teori perkembangan
Behavior. Teori ini perlu dikaji karena pastinya punya pandangan yang khas
dibanding teori lainnya. Selain itu akan dibahas juga bagaimana pengaplikasian
teori ini dalam bidang pendidikan, terutama dalam pembelajaran IPA ataupun Fisika ditingkat SMP maupun SMA yang diperlukan oleh
seorang pendidik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana latar
belakang timbulnya aliran behavior?
2.
Bagaimana teori-teori
perkembangan behavior?
3.
Bagaimana aplikasi
teori behavior dalam pembelajaran IPA atau Fisika?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Timbulnya Aliran Behaviorisme
Munculnya aliran behaviorisme (ilmu jiwa
tingkah laku) dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu: akibat memuncaknya
perkembangan ilmu pasti alam dan industrialisasi di Amerika, hasil penyelidikan
Ivan Pavlov seorang ahli berkebangsaan Rusia tentang psikologi refleks, adanya
dua aliran yang bertentangan di Amerika, yaitu: strukturalisme dan functionalisme,
kepopuleran filsafat pragmatisme di Amerika yang dicetuskan oleh William James.
Kemajuan ilmu pasti dan
industrialisasi. Adanya kemajuan di bidang ilmu
pasti alam dan industrialisasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ilmu jiwa
modern karena saat itu pemikiran dan pemecahan segala masalah yang dihadapi
selalu menggunakan ilmu pasti alam, termasuk dalam meninjau dan menyelidiki
jiwa manusia. Demikian halnya dengan adanya kemajuan industrialisasi orang
tidak lagi bekerja hanya dengan tenaganya. Tetapi perhatian orang saat itu
tertuju pada jalannya mesin-mesin karena mesin bekerjanya lebih pasti. Sejauh
ini diketahui tidak ada jalan mesin yang menyalahi hukum-hukum permesinan.
Diakui jalan pemikiran dalam ilmu pasti alam dan mesin bersifat kaku, tetapi
pasti dan selalu benar. Bertitik tolak dari hasil pemikiran seperti dalam ilmu
pasti dan kinerja mesin tersebut, maka orang waktu itu mengira atau beranggapan
segala persoalan hidup tentu dapat diselesaikan dengan pemikiran macam itu,
tidak terkecuali dalam permasalahan ilmu jiwa.
Hasil penyelidikan Ivan Pavlov
tentang psikologi refleks. Ivan Pavlov telah
menyelidiki cara berkerjanya ludah. Penyelidikan tersebut dinilai sangat baik
sehingga pada tahun 1905 psikolog Rusia tersebut dianugerahi hadiah Nobel untuk
ilmu psikologi “refleks”. Pavlov bermaksud membawa hasil penyelidikannya itu ke
dalam ranah psikologi modern sehingga kemudian di kenal psychorefleksologie.
Para ahli lain berpendapat pembaharuan yang diusung Pavlov berdasarkan hasil
penyelidikanya itu lebih dinamakan physiorefleksiologie.
Adanya dua aliran yang muncul saat
itu yaitu strukturalisme dan functionalisme.
Kedua aliran tersebut sesungguhnya saling bertentangan satu dengan yang lain tetapi
pengaruhnya sangat besar pada perkembangan behaviorisme. Aliran
strukturalisme berpendapat bahwa jiwa adalah sesuatu yang statis. Objek yang
menjadi penyelidikannya ialah sruktur gejala jiwa. Sementara aliran
fungsionalisme yang dipelopori oleh Mac Dougall dan William James berpendapat
bahwa jiwa adalah sesuatu yang dinamis. Objek yang menjadi bahan
penyelidikannya ialah tugas-tugas gejala di dalam kedinamisannya. Lebih
jelasnya yang menjadi objek penyelidikannya yaitu berupa organisme semata atau
berupa segala sesuatu bagian tubuh yang tampak dari luar oleh indra manusia.
Dengan demikian dapat dipahami pernyataan bahwa behaviorisme merupakan
pelaksanaan sebenar-benarnya daripada aliran fungsionalisme. Aliran ini lebih
banyak mendapatkan dukungan atau pengikut dibandingkan aliran strukturalisme.
Kepopuleran filsafat pragmatisme di
Amerika. Aliran pragmatisme dicetuskan pertama kalinya oleh William James. Ia
berfilsafat tentang “benar”. Menurut James yang dinamakan “benar” merupakan
sesuatu yang berguna bagi manusia. Oleh karena itu, teori dari James ini dinamakan
pula “Teori Serbaguna”. Lebih lanjut James menjelaskan bahwa sesuatu yang benar
adalah sesuatu yang berguna. Sesuatu yang berguna adalah sesuatu yang dapat
dipakai. Sesuatu yang dapat dipakai hanyalah sesuatu yang tampak. Alasan James
seperti itu dapat memuaskan banyak orang sehingga dapat mempercepat penyebaran
dan pengakuan orang terhadap behaviorisme.
Selain berfilsafat pragmatisme, James
juga turut andil memajukan ilmu jiwa modern dengan menyusun teori di dalam ilmu
jiwa dimaksud. Sebelum menyusun di dalam ilmu jiwa, James mengadakan penyelidikan
tentang tingkah laku dengan metode observasi
physis. Sebagai unsur dasarnya adalah jalan gerak. Dipahami gerak adalah
suatu reaksi terhadap perangsang dari luar. Perangsang dan reaksi ini merupakan
suatu yang tersusun yang dinamakan refleks sensomotorik. Selanjutnya
refleks sensomotorik tersebut dinamakan gerak. Atas dasar gerak kemudian
disusun tingkah laku manusia. Manusia adalah organisme yang bertindak secara
keseluruhan terhadap rangsangan dari luar.
James membedakan dua macam reaksi yang
mungkin terjadi pada individu, yaitu reaksi pembawaan dan reaksi yang diperoleh
dari hidupnya. James juga menegaskan bahwa gerak kalbu ditentukan oleh gerak
tubuh. Berkaitan dengan pendapatnya itu, James mengemukakan bahwa “seseorang
menangis bukan karena dirinya sedih, melainkan yang benar yaitu seseorang atau
orang tersebut sedih karena ia menangis”. Teori yang disusun oleh James itu
sama dengan teori yang disusun oleh seorang Denmark bernama Lange yang
dikemukakan pada 1900. Waktu-waktu berikutnya teori mereka sangat terkenal
dengan sebutan “teori perasaan james lange”.
B. Teori-Teori
Perkembangan Behavior
Terdapat
beberapa sumber penelitian yang dapat menghasilkan teori-teori belajar
behavioristik. Thorndike dalam penelitiannya terdapat problem box, memunculkan
teori koneksionisme atau Bond Psychology, dengan menyatakan, “bahwa yang
menjadi dasar belajar adalah asosiasi antara kesan indera dan kekuatan untuk
berundak. Belajar bersifat trial and error learning. Mengadakan penelitian
“problem box”, yang menghasilkan teori-teori :
a.
3
Hukum Pokok
-
Law
of readiness (hukum kesiapan)
-
Law
of exercise (law of use, deuse)
-
Law
of effect (semakin kuat atau lemah hubungan disebabkan oleh semakin kuat atau
lemahnya respon)
b.
5
Hukum Subsider
-
Law
of multiple respons
-
Law
of attitude
-
Law
of partial activity
-
Law
of respons by analogy
-
Law
of assoclauf shifting
c.
Teori
Transfer
“Transfer tergantung adanya unsur-unsur
yang identik dalam belajar yang mula-mula dengan belajar yang baru, baik bahan maupun
teori”.
Yang kedua, adalah Pavlov : (Rusia, 1849-1936).
Melalui percobaan dengan anjing, dirumuskan :
-
Reaksi
keluar air liur dengan melihat tanda CR
-
Tanda
: perangsang bersyarat : US
-
Keluarnya
air liur karena makanan : refleks tidak bersyarat : UR
Ivan Pavlov telah menyelidiki cara
bekerjanya kelenjar ludah. Penyelidikannya ini berhasil dengan sangat baik,
sehingga pada tahun 1905 ia mendapat hadiah nobel untuk ilmu psikologi
“refleks”.
Dari hasil penyelidikannya ia ingin
pula membawanya ke dalam ilmu jiwa. Oleh karena itu maka ilmu jiwanya disebut Psychorefleksologie, yang sebenarnya
lebih tepat Physiorefleksiologie.
Percobaan-percobaan yang telah
dilakukan, adalah sebagai berikut :
Seekor anjing dibiarkannya lapar.
Dimasukkan ke dalam kandang tetapi diusahakan agar anjing itu dengan mudah
dapat melihat perangsang yang diberikan oleh pencoba yang diletakkan di luar
kandang.
Kelenjar ludah anjing itu dioperasi
dan diletakkan di luar mulutnya dan diusahakan agar liur yang keluar kalau ia
mendapat perangsang, dapat ditampung dan diukur dengan teliti.
Si pencoba mula-mula memberi
perangsang makanan kepada anjing itu. Sesudah itu liur yang keluar diukur
dengan teliti.
Percobaan itu diulang di tempat
gelap. Bersama dengan perangsang makanan itu, si perancang mencoba memancarkan
seberkas cahaya yang terang. Anjing itu tetap mereaksi refleksi dengan liurnya,
dan ternyata liurnya itu sama banyak pula. Beberapa kali percobaan semacam ini
diulang, dan hasilnya sama.
Kemudian perangsang yang diberikan
kepada anjing itu hanya seberkas cahaya saja yang berwarna merah. Anjing itu
tetap mereaksi dengan kekuatan yang sama, meskipun perangsang hanya cahaya
tetapi apabila perangsang itu diganti dengan misalnya cahaya hijau, maka anjing
itu tidak mereaksi apa-apa.
Dari percobaan tersebut Pavlov menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Perangsang bersyarat
(perangsang buatan, perangsang tidak wajarpun) dapat menimbulkan reaksi
bersyarat (tidak wajar) yang sama kuatnya dengan perangsang wajar. Reaksi yang
timbul itu bersifat refleksi. Karena itu refleksi ini disebut refleks
bersyarat.
2.
Kelenjar-kelenjar yang
lainpun dapat mereaksi bersyarat apabila dilatih berulang-ulang secara teratur,
didressur.
3.
Dengan Dressur, maka
binatang dapat menari, melihat warna, dan sebagainya seperti perbuatan-perbuatan
manusia.
4.
Ilmu jiwa yang
berobyekkan kesadaran tentu tidak akan berhasil baik di kemudian hari. Ia harus
berobyekkan kepada segala yang tampak
oleh indera dari luar.
Jadi Psychorefleksologie, hanya berobyek kepada apa yang tampak dari
luar, yaitu tingkah laku. Maka dari itulah ia mempercepat perkembangan behaviorisme
di Amerika.[1]
Yang ketiga,
adalah Watson (Amerika, 1878-1958), yang seringkali dijuluki dengan
Behaviorisme Orthodok. Ia memunculkan teori-teori :
-
Teori
Sarbond (Stimulus and respons bond theory), stimulus sebagai situasi obyektif
dan respons sebagai reaksi obyektif, dapat meramalkan respon dengan mengetahui
perangsangnya, dan dapat mencari perangsangnya bila tahu responnya.
-
Pengamatan
dan kesan (sensation and perception)
-
Perasaan,
tingkah laku afektif: bukan menyadari, tetapi membuat respon pandangan,
penglihatan, dan seterusnya. Dalam penyelidikan terhadap bayi misalnya,
reaksi-reaksi marah, cinta, dan takut dibawa sejak lahir.
-
Teori
berpikir : berbicara dalam hati, semacam tingkah laku senso-motoris. Bahwa
berpikir merupakan proses terjadinya refleks atau respons bersyarat melalui
stimulus pengganti.
Yang
keempat, adalah E.R.Guthrie (Amerika, 1886-1959). Tokoh Neo-Behaviorisme ini
menyatakan bahwa “belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan
respons. Hukuman tidak bersifat baik atau buruk. Efektif tidaknya hukuman
tergantung apakah menyebabkan murid belajar atau tidak.”
Yang kelima,
adalah Skinner (Amerika), yang percobaannya dengan kera, memunculkan teori :
- Operant conditioning: situasi belajar di
mana respon diperkuat dengan reinforcemen langsung.
- Terdapat dua macam respon, yakni
Respondents respon yang terjadi karena stimuli khusus, serta operants, yakni
respon yang terjadi karena stimuli random.
- Langkah-langkah operant conditioning :
a.
Identifikasi
reinforcer bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
b.
Analisis
komponen 2 kecil yang membentuk tingkah laku.
c.
Identifikasi
reinforcer masing-masing komponen.
-
Pembentukan
tingkah laku.[2]
C.
Aplikasi
Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran IPA atau Fisika
Kurikulum
berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam
sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa.
Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang
belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi behavioristik cenderung
mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan.
Bahkan behaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada
manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan
melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu,
behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
Implementasi
teori belajar behavioristik pada pembelajaran harus fleksibel. Penggunaan teori
behavioristik bergantung pada kondisi-kondisi tertentu. Hal ini karena teori
belajar behavioristik menganggap perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Sedangkan manusia melakukan belajar tidak hanya sekedar melakukan perubahan
perilaku, melainkan pikiran dan pemahamannya juga berubah. Kegiatan belajar
juga bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Terkait
implementasi teori belajar behavioristik pada pembelajaran, Pavlov
mengungkapkan adanya rangsangan yang menyenangkan akan direspon dan akan di
ulang. Sebagai contoh guru memberikan senyuman dan apresiasi kepada siswa yang
mengerjakan PR (pekerjaan rumah), maka siswa tersebut akan mengulang untuk
mengerjakan soal setiap diberikan PR.
Penerapan
teori Thorndike tentang adanya perilaku yang muncul akibat lingkungan
akan meningkat jika diberi rangsangan yang disertai reinforcement.
Sebagai contoh seorang guru memberikan apresiasi dan selamat kepada siswa yang
mampu menjawab pertanyaan. Maka siswa tersebut akan merasa aktif untuk berusaha
menjawab setiap diadakan kegiatan tanya jawab.
Clark
C. Hull mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran harus dibuat kondisi rasa ingin
tahu. Implementasi pada pembelajaran Fisika bisa diterapkan dengan memberikan
dua hal yang bertentangan dalam memberikan suatu contoh. Dengan demikian,
muncul rasa ingin tahu dan termotivasi untuk belajar.
Belajar merupakan serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam proses pembelajaran terjadi sebuah interaksi
antara pendidik dan peserta didik. Secara umum para psikolog sepakat menerapkan
teori behavioristik sebagai salah satu
aliran yang menekankan pada hasil pembelajaran. Dikatakan demikian karena
pengaruh pengembangan yang terjadi pada pribadi peserta didik adalah perubahan
atas perilakunya dan kognitifnya. Penerapan teori ini terbukti dengan adanya stimulus dan respon.
Terutama dalam pembelajaran Fisika seorang pendidik harus senantiasa membuat
materi Fisika semenarik mungkin supaya peserta didik mempunyai respon besar terhadap materi
tersebut. Fisika memang melibatkan persoalan kehidupan, oleh karena itu peserta didik diharapkan mampu beradaptasi
dengan lingkungan baru yang lebih
kompleks.
Implementasi teori belajar
behavioristik pada pembelajaran harus fleksibel. Pada pembelajaran yang terkait
dengan teori tersebut, contohnya pendidik yang memberikan soal kepada peserta
didik yang merupakan stimulus dari proses perkembangan pendidikan. Kemudian,
respon yang muncul itu berupa adanya keinginan dari peserta didik untuk
menjawab soal. Agar proses stimulus-respon bersifat kontinu, maka perlu adanya
sebuah penguatan (reinforcement).
Penguatan tersebur dapat berupa pemberian skor atau nilai.
Pembelajaran Fisika pada tingkat
SMA dalam penerapan yang sesuai dengan teori behavioristik, misalnya materi
yang akan dibahas pada kesempatan itu adalah gravitasi bumi, seorang pendidik
dapat memberikan stimulus berupa pertanyaan seperti, “Mengapa saat buah kelapa
jatuh arahnya selalu ke bawah?” atau “Mengapa setiap kali melempar sesuatu
benda ke atas pasti akan kembali jatuh ke tanah?”. Maka, respon yang
ditunjukkan peserta didik yaitu, akan membayangkan mengapa hal tersebut bisa
terjadi dan mencoba untuk menjawab sesuai dengan pengalaman yang dia peroleh
saat berinteraksi dengan lingkungan. Ketika pendidik mendapatkan respon yang
sesuai, pendidik tersebut akan memberikan apresiasi yang bertujuan untuk
menguatkan semangat belajar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Munculnya
aliran behaviorisme (ilmu jiwa tingkah laku) dilatarbelakangi oleh beberapa
hal, yaitu: akibat memuncaknya perkembangan ilmu pasti alam dan industrialisasi
di Amerika, hasil penyelidikan Ivan Pavlov seorang ahli berkebangsaan Rusia
tentang psikologi refleks, adanya dua aliran yang bertentangan di Amerika,
yaitu: strukturalisme dan functionalisme, kepopuleran filsafat pragmatisme di
Amerika yang dicetuskan oleh William James.
2.
Teori
perkembangan behavior:
·
Thorndike
dalam penelitiannya mencetuskan sebuah teori yakni, Belajar bersifat trial and error
learning.
Yang isinya meliputi :
-
3
Hukum Pokok
-
5
Hukum Subsider
-
Teori
Transfer
·
Pavlov yang berisi
teori sebagai
berikut:
-
Reaksi
keluar air liur dengan melihat tanda CR
-
Tanda
: perangsang bersyarat : US
-
Keluarnya
air liur karena makanan : refleks tidak bersyarat : UR
·
Watson
memunculkan teori-teori :
-
Teori
Sarbond (Stimulus and respons bond theory)
-
Pengamatan dan kesan (sensation and
perception)
-
Perasaan,
tingkah laku afektif
-
Teori
berpikir
·
E.R.Guthrie
menyatakan bahwa “belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan
respons.
·
Skinner
memunculkan teori :
- Operant conditioning.
- Terdapat dua macam respon, yakni
Respondents respon yang terjadi karena stimuli khusus, serta operants, yakni
respon yang terjadi karena stimuli random.
- Pembentukan tingkah laku.
3.
Adapun Implementasi teori belajar behavioristik pada pembelajaran IPA/Fisika harus senantiasa fleksibel. Penggunaan teori
behavioristik bergantung pada kondisi-kondisi tertentu. Dengan adanya rangsangan yang menyenangkan maka akan direspon dan akan di ulang. Terutama
dalam pembelajaran Fisika seorang pendidik harus senantiasa membuat materi Fisika
semenarik mungkin supaya peserta didik
mempunyai respon besar terhadap materi tersebut. Fisika memang
melibatkan persoalan kehidupan,
oleh karena itu peserta didik diharapkan
mampu beradaptasi dengan lingkungan baru yang
lebih kompleks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar