BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Kognitif
Istilah “kognitiv” berasal dari kata cognition artinya adalah
pengertian, mengerti.Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah
perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya,
kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah
psikologi manusia /satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman,
memperhatikan,memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan
keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan
konasi (kehendak)dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para
ahli jiwa alirankognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan
pada kognisi,yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah
laku ituterjadi.[1]
Banyak para ahli dan
pemikir pendidikan yang kurang puas terhadap ungkapan para behavioris bahwa
belajar sekedar hubungan antara stimulus dengan respon. Menurut mereka,
perilaku seseorang selalu didasarkan oleh kognitif, yaitu tindakan mengenal
atau memikirkan situasi dimana perilaku itu terjadi. Istilah kognitif sendiri
walau banyak dipopuerkan oleh Piaget dengan perkembangan kognitifnya,
sebenarnya telah dikembangkan oleh Wilhem Wundt (Bapak Psikologi). Menurut
Wundt, kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun
struktur melalui pengalaman-pengalaman.
B. Teori Kognitif Menurut Para Ahli
1.
Teori Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang
artinya bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa objek
atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang
terorganisasi. Pandangan Gestalt lebih menekankan pada perilaku molar, yaitu
perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Peletak dasar teori ini
adalah Marx Wertheimer yang meneliti tentang pengamatan terhadap apa yang
sering kita alami.
Psikologi
kognitif muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan tokoh-tokohnya
seperti Max Wertheimer, Wolfgang Kohler,
dan Kurt Koffka. Para tokoh Gestalt merasa belum puas dengan penemuan-penemuan
para ahli sebelumnya yang menyatakan belajar sebagai proses stimulus dan
respons serta manusia bersifat mekanistik. Menurut para tokoh gestalt, pada
saat manusia bereaksi dengan lingkungannya, manusia tidak sekedar merespons,
tetapi juga melibatkan unsur subjektivitasnya yang antara masing-masing
individu berlainan.
Teori Gestalt
ini memandang bahwa belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman
(insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan
pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah
laku tersebut terjadi. Dengan kata lain,
teori gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar ini
adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu tersebut.
2.
Teori Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif disebut pula
teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Teori ini
berkenaan dengan kesiapan peserta didik untuk belajar yang dikemas dalam
tahap-tahap perkembangan intelektual sejak lahir sampai dewasa. Menurut Pieget
perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Setiap peserta
didik mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses
berpikir peserta didik merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari
fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak.
Faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif, yaitu :
1.
Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuanbaru, tetapi
kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untukmengembangkan pengetahuan
kecuali jika intelegensi individu dapa tmemanfaatkan pengalaman tersebut.
2. Kematangan
Kematangan system syaraf menjadi penting
karena memungkinkan peserta didik memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman
fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang
hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif.
3.
Pengaruh sosial
Lingkungan
social termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif .
4.
Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi
Proses pengaturandiri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman
social dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun
baik.
Tahap-tahap Perkembangan menurut Piaget
1 Sensorimotor Stage (Birth to Age 2)
Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan
dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi memberikan reaksi
motorik atas rangsangan-rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks
misalnya refleks menangis, dan lain-lain. Refleks ini kemudian berkembang lagi
menjadi gerakan-gerakan yang lebih canggih, misalnya berjalan (Sunarto,
2008:24)
Piaget membagi tahap sensori motor dalam enam
periode:
a. Refleks
(umur 0-1 bulan)
Tingkah laku bayi kebanyakan bersifat refleks,
spontan tidak sengaja, dan tidak terbedakan. Contoh: refleks menangis,
mengisap, menggerakkan tangan dan kepala, mengisap benda didekatnya, dan
lain-lain.
b. Kebiasaan
(umur 1-4 bulan)
Kebiasaan
dibuat dengan dengan mencoba-coba dan mengulang-ulang suatu tindakan.
Contoh: seorang bayi mengembangkan kebiasaan mengisap
jari. Awalnya ia tidak dapat mengangkat tangannya ke mulut, lalu pelan-pelan
mencoba dan akhirnya bisa. Setelah itu menjadi lebih cepat melkukan kembali.
Maka itu, terjadilah suatu kebiasaan mengisap ibu jari.
c. reproduksi
kejadian yang menarik (4-8 bulan)
Pada periode
ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di
sekitarnya.
Misal, diatas ranjang,seorang bayi diletakkan
mainan yang akan berbunyi jika talinya dipegang. Suatu saat ia main-main dan
menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka, ia akan
menarik tali itu agar muncul bunyi yang sama.
d. koordinasi
skemata (8-12 bulan)
Seorang bayi
mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya.
Contoh: seorang
bayi diberi mainan tetapi letakknya jauh. Di dekatnya terdapat tongkat kecil
dan dia akan menggunakannya untuk menggapai mainan tersebut.
e. eksperimen
(12-18 bulan)
Mulainya peserta didik memperkembangkan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan eksperimen.
Contoh: peserta didik diberi makanan yang
diletakkan di meja. Ia akan mencoba menjatuhkan makanan itu dan memakannya
f. representasi
(18-24 bulan)
Seorang peserta didik sudah mulai menemukan
cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal tetapi
juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya.
Misal: Lauren mencoba membuka pintu kebun. Ia
tidak berhasil karena pintu disangga oleh sebuah kursi diseberangknya. Ia pergi
di sisi lain dan memindahkan kursi yang menghambat tersebut, padahal ia tidak
melihat. Dari kejadian tersebut, tampak jelas bahwa lauren dapat mengerti
apabila penyebab pintu itu adalah sesuatu yang berada dibelakangpintu tersebut,
meskipun ia tidak melihat.
Secara
umum dapat disimpulkan tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0
sampai 2 tahun. Pertumbuhan kemampuan peserta didik tampak dari kegiatan
motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya
berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang
dimiliki antara lain :
1.
Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di
sekitarnya.
2.
Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
3.
Suka memperhatikan sesuat lebih lama.
4.
Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
5.
Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya
( Budiningsih, 2004:37).
2 Preoperational Stage (Ages 2 to 7)
Ciri khas masa ini adalah kemampuan peserta
didik menggunakan simbol yang mewakili suatu konsep. Misal, seseorang peserta
didik yang pernah melihat dokter berpraktek, akan dapat bermain
“dokter-dokteran” (Sunarto, 2008:24).
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap
praoperasional dalam dua bagian:
a. Umur 2-4 tahun,
dicirikan oleh perkembangan pemikiran logis
Piaget membedakan antara “simbol” dan “tanda”
dengan “indeks” dan sinyal.dalam pengertian simbol dan tanda (sign) dibedakan
antara objek yang ditandakan dengan tandanya sendiri misalnya peserta
didik bermain pasar pasaran dengan uang dari daun.”daun”di sini sebagai
tanda ,sedangkan “uang”adalah yang di tanda kan.dalam kenyataan daun dan uang
tidak sama.dalam pengertian”indeks” dan “sinyal” tidak di bedakan antara tanda
dan objek yang di tandakan. Piaget juga membedakan antara “simbol” dan
“tanda”. Simbol adalah suatu hal yang lebih menyamai dengan yang di simbolkan
seperti gambaran dan bayangan . tanda lebih merupakan sembarang benda yang di
guna kan tanpa ada kesamaan dengan yang di tandakan.
b. Umur 4-7 tahun, dicirikan oleh perkembangan
pemikiran intuitif
Menurut
piaget (1981) pemikiran peserta didik pada umur 4 -7 tahun berkembang pesat
secara bertahap ke arah konsep tualisasi. Ia berkembang dari tahap simbolis dan
prakonseptual ke permulaan oprasional . tetapi perkembangan itu belum penuh
karena peserta didik masih mengalami oprasi yang tidak lengkap dengan suatu
bentuk pemikiran yang semi simbolis atau penalaran intuitif yang tidak
logis. Dalam hal ini seseorang peserta didik masih mengambil keputusan hanya
dengan aturan-aturan intuitif yang masih mirif dengan tahap sensorimotor
Pemikiran
intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tetapi tanpa di nalar
terlebih dahulu . kelemahan pemikiran ini adalah bahwa pemikiran nya searah
(centred) dimana peserta didik hanya dapat
melihat dari satu segi saja.dalam pemikiran ini peserta didik belum dapat
melihat pluralitas gagasan tetapi hanya satu persatu. apabila beberapa gagasan
di gabungkan pemikiran peserta didik menjadi kacau . peserta didik pada tahap
ini belum dapat berpikir decentred yaitu melihat berbagai segi dalam setu
kesatuan
3 Concrete Operational Stage (Ages 7 to 11)
Tahap
ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada
aturan-aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret tetap ditandai dengan
asanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret. Peserta
didik masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum
bersifat abstrak apalagi hipotesis.
Ciri
pokok perkembangan pada tahap ini adalah peserta didik sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
Peserta didik telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan
benda-benda yang bersifat konkret. Operation adalah
suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam
dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi
ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif. Peserta didik sudah
tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena peserta didik sudah dapat
berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam melakukan
kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai
sebelumnya. Peserta didik mampu menangani sistem klasifikasi.
Namun
sungguhpun peserta didik telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan
dan pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak
sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.
Namun taraf berpikirnya sudah dapat dikatakan maju. Peserta didik sudah
tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
Untuk menghindari keterbatasan berpikir peserta didik perlu diberi gambaran
konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan. Sungguhpun demikian peserta
didik usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak (Budiningsih,
2004: 38-39)
Proses-proses
penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
1)
Pengurutan: kemampuan untuk
mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila
diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling
besar ke yang paling kecil.
2)
Klasifikasi:kemampuan untuk
memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Peserta
didik tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa
semua benda hidup dan berperasaan)
3)
Decentering: peserta didik mulai
mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh peserta didik tidak akan lagi menganggap cangkir
lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4)
Reversibility: peserta didik
mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke
keadaan awal. Untuk itu, peserta didik dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4
sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5)
Konservasi: memahami bahwa
kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan
pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh,
bila peserta didik diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka
akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di
gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6)
Penghilangan sifat Egosentrisme:
kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat
orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan
komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu
meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci,
setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Peserta didik dalam tahap operasi
konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di
dalam kotak walau peserta didik itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke
dalam laci oleh Ujang.
4 Formal Operational Stage (Age 11 to Adulthood)
Tahap
terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini mereka
sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoretis formal
berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan
lepas dari apa yang diamati saat itu. Misal, Ia dapat mengambil kesimpulan dari
suatu pernyataan seperti: Kalau mobil A lebih mahal daripada mobil B, sedang
mobil C lebih murah daripada mobil B, maka ia dapat menyimpulkan mobil mana
yang paling mahal dan yang mana yang paling murah.
3.
Teori Taxonomy SOLO
Teori dari Biggs dan Collis dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes(SOLO). Dalam teori ini
Biggs dan Collis membedakan antara “ Generlized Cognitive Structure “ atau
struktur kognitif umum peserta didik dengan “ Actual Respon “ atau respon
langsung peserta didik ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima
kebedaan konsep struktur kognitif umum , namun mereka meyakini bahwa hal
tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “Hyphothesized Cognitive Structure” (HCS)
atau struktur kognitif hiipotesis. Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil
dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh pembelajaran disaat peserta didik
diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu.
Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam
taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan
satu tugas dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang
mendasarinya , selanjutnya asumsi ini juga meliputi penyimpangan yang dalam
model ini dikatakan “ Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam
matematika namun berada pada level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan
dapat terjadi , suatu hari siswa berada pada level yang konkrit pada topic yang
berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya
pertukaran dalm perkembangan kognitif yang berlangsung , tetapi sedikit
pertukaran terjadi pada konstruksi yang kebih proximal, pembelajaran,
penampilan atau motivasi.
Biggs dan Collis mengutarakan 5 mode yaitu :
a.
Mode
Sensorimotor
Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar peserta
didik. Peserta didik membangun kemampuan untuk melakukan koordiansi dan
mengatur interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan yang
berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika
diperolehnya tacit knowledge.
b.
Mode
Ionic
Pada mode ini simbol-simbol dan gambar digunakan untuk
mempresentasikan elemen-elemen yang diperolehnya pada mode sensorimotor.
c.
Mode
Concrete Symbolic
Pada mode ini peserta didik mengalami pertukaran dalam proses
abstraksi. Mereka mulai mempresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke
dalam bentuk tulisan yaitu sebuah simbol yang akan mereka gunakan dalam
kehidupannya di dunia.
d.
Mode
Formal
Pada mode ini titik berat kemampuan seseorang adalah pada kemampuan
mengkontruksikan teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berfikir
pada tahap ini meliputi membuat formula hipotesis dan membuat penalaran yang
proporsional .
e.
Mode
Post Formal
Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis
secara deduktif dari pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris.
4.
Teori
Vygotsky
Vygotsky
(1896-1934) yang menekankan bahwa peserta didik-peserta didik secara aktif
menyusun pengetahuan mereka. Akan tetapi fungsi sosial memiliki koneksi sosial.
Vygotsky berpendapat bahwa peserta didik-peserta didik mengembangkan konsep
lebih sistematis, logis dan dan rasional sebagai akibat dari interksi mereka
dengan orang yang lebih terampil.
1.
Konsep
Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
ZPD adalah istilah vygotsky rangkaian tugas yang terlelu sulit di
kuasai peserta didik tapi bisa di pelajaro dengan bimbingan orang yang
terampil/terlatih. ZPD merupakan celah
anatar factual development dan potensial development, di mana anatara apakah
seorang peserta didik dapat melakukan
sesuatau tanpa bantuan orang lain atau seseorang dapat melakukan sesuatu dengan
arahan orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya.
2.
Konsep
Scalfolding
Swcallfolding adalah perubahan tingkat dukungan. Scallfolding
adalah istilah untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi
pembelajaran dimana orang yang lebih temapil mengubah bimbingan sesuai tingkat
kemampuan peserta didik. Dalam dialog
konsep tersebut dapat di pertemukan dengan bimbingan sistematis, logis dan
rasional.
3.
Bahasa
dan pemikiran
Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pemikiran pada awalnya
berkembang terpisah kemudian menyatu. Peserta didik harus mengembangkan behasa
untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan pikiran
mereka sendiri.
B. PENERAPAN
TEORI KOGNITIF PADA PEMBELAJARAN FISIKA
Dalam
teori ini dijelaskan bahwa ingatan dibagi menjadi 2,yaitu ingatan jangka pendek
dan ingatan jangka panjang.dengan demikian guru harus memahami strategi
pengajaran yang harus dia berikan agar materi disampaikan secara efektif dan
siswa juga paham.Serangkaian konsep jika disatukan akan menjadi strategi
pembelajaran yang cukup bagus.
Misalnya
: Dalam suatu kelas yang akan mempelajari fisika,sang guru mengawali
pembelajaran dengan memancing ketertarikan siswanya,”Bukankah di daratan arktik
itu sangat dingin? bagaimana jika diadakan uji coba bom nuklir disana?apa yang
terjadi?siswa akan bertanya2 apa yang terjadi pada es jika hal itu
terjadi.Kemudian sebelum pertanyaan itu dijawab,guru menyampaikan materinya
yang berjudul Kalor.Mimik dan bahasa tubuh akan lebih mendukung karena kesan
visual lebih dominan,dan kebanyakan siswa tertarik pada suatu pelajaran setelah
tertarik dengan gurunya.karena ingatan jangka pendek hanya mampu menangkap 5-7
hal baru,maka guru harus bisa mensiasati materi yang dibawakannya.Materi Kalor
dibagi menjadi beberapa subbab,yaitu asas black,kalor laten dll.Dalam
penyampaiannya guru hendaknya berhenti sejenak dan menanyakan kepada siswa
apakah ada hal yang akan ditanyakan.Dengan demikian guru memberi kessempatan
kepada siswa untuk berpikir serius dengan apa yang mereka pelajari saat
itu.setelah siswanya dirasa cukup menerima materi,guru juga memberikan latihan
misal dalam bentuk soal agar siswa bisa mengaplikasikan materi yang baru saja
disampaikan oleh guru.Guru juga mesti bersabar,serta memberi kesempatan siswa
berjuang dalam mengerjakan soal tersebut,jadi seorang guru tidak tergesa-gesa
dalam menyelesaikan soal yang dia buat dengan jawabannya sendiri.Alangkah lebih
baik jika setelah penyampaian materi pada pertemuan itu,siswa diajak melakukan
praktikum pada pertemuan selanjutnya sehingga materi yang disampaikan akan
lebih dipahami,baik secara teori ataupun secara praktek.Sedangkan untuk
mengembangkan ingatan jangka panjang,materi yang disampaikan sebaiknya saling
berkaitan,jika pertemuan ini membahas kalor,alangkah lebih baik jika pada
permuan selanjutnya disampaikan materi pemuaian pada zat padat,cair dan gas.
Kemampuan
seseorang untuk membangun pengetahuan dalam dirinya sangat dipengaruhi oleh
antara lain faktor – faktor usia dan pengalaman. Berdasarkan teori Piaget
tentang perkembangan kognitif, siswa SMA telah berada pada taraf berpikir
formal yang berarti sudah mampu berpikir hipotetis, proporsional, reflektif,
logis, sintesis, imajinatif, probabilistik, kombinasional, etis, dan verbal
serta telah mampu memahami operasi-operasi yang bersifat abstrak.
Mata pelajaran
fisika merupakan ilmu yang berusaha memahami aturan-aturan alam yang begitu
indah dan rapih dapat dideskripsikan secara matematis.
Implikasi-implikasi
teori Piaget terhadap Fisika maupun sains, adalah bahwa guru harus memberikan
kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk berpikir dan menggunakan
akalnya.Mereka dapat melakukan hal ini dengan jalan terlibat secara langsung
dalam berbagai kegiatan seperti diskusi kelas, pemecahan soal-soal, maupun
bereksperimen. Dengan kata lain, siswa jangan hanya dijadikan objek yang pasif
dengan beban hafalan berbagai macam konsep dan rumus-rumus Fisika. Selanjutnya,
Fisika harus dijadikan mata pelajaran yang menarik sekaligus bermanfaat bagi
siswa.
Ada beberapa
kemampuan kognitif yang sangat berperanan dalam meningkatkan keberhasilan siswa
dalam pemecahan soal-soal Fisika yaitu kemampuan mengidentifikasi serta
menginterpretasi secara tepat konsep-konsep dan prinsip-prinsip Fisika,
kemampuan membuat deskripsi serta mengorganisasi pengetahuan Fisika secara
efektif.
Pengetahuan
Fisika terdiri dari banyak konsep umumnya sangat abstrak.Kesulitan yang banyak
dihadapi oleh sebagian besar siswa adalah dalam menginterpretasi berbagai
konsep dan prinsip Fisika. Sebab, mereka dituntut harus mampu menginterpretasi
pengetahuan Fisika tersebut secara tepat dan tidak samar-samar atau tidak
mendua arti. kemampuan siswa dalam membuat deskripsi pengetahuan Fisika sangat
berperanan dalam keberhasilan menginterpretasi suatu prinsip Fisika yang
melibatkan beberapa konsep.
Kemampuan siswa
dalam menggunakan pengetahuan Fisika tergantung pada seberapa efektif
pengetahuan tersebut terorganisasi. Selanjutnya, pemecahan soal Fisika menjadi
semakin mudah jika banyak tersedia informasi yang diperlukan. Oleh karena itu,
penting sekali untuk diperhatikan bahwa pengetahuan Fisika yang terorganisasi
secara efektif akan memudahkan dalam pemecahan soal-soal Fisika.
Pendidikan
sains harus dapat membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan kebiasaan
berpikir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya maupun mengatasi berbagai masalah
yang dihadapi. Sekolah tidak perlu dituntut untuk mengajarkan terlalu banyak
materi tetapi sebaiknya lebih difokuskan pada hal-hal pokok yang bersifat
fungsional dalam rangka literasi sains serta mengajarkannya secara lebih
efisien dan efektif.
Tujuan utama
pengajaran Fisika adalah membantu siswa memperoleh sejumlah pengetahuan dasar
yang dapat digunakan secara fleksibel. Fleksibilitas ini didasari oleh dua
alasan yaitu :
1.
Tujuan
pengajaran sains bukan akumulasi berbagai fakta tetapi lebih pada kemampuan
siswa dalam menggunakan pengetahuan dasar untuk memprediksi dan menjelaskan
berbagai gejala alam.
2.
Siswa
harus mampu memahami perkembangan serta perubahan ilmu dan teknologi yang
sangat cepat.
Mata pelajaran
Fisika di SMA bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep – konsep Fisika dan
saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi
sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih
menyadari keagungan Allah SWT. Pengetahuan Fisika akan bermnfaat bagi siswa
hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai fleksibilitas terhadap studi lanjut
maupun dunia kerja. Pendidikan sains tidak semata-mata menghasilkan saintis,
akan tetapi lebih pada usaha membantu memahami arti pentingnya berpikir secara
kritis terhadap ide-ide baru yang nampaknya bertentangan dengan pengetahuan
yang telah diyakini kebenarannya.
Pendidikan
Fisika harus dapat menjadi pendorong yang kuat tumbuhnya sikap rasa ingin tahu
dan keterbukaan terhadap ide-ide baru maupun kebiasaan berpikir analitis
kuantitatif. Dalam diri peserta didik sebaiknya ditumbuhkan kesadaran agar
melihat Fisika bukan semata-mata sebagai kegiatan akademik, tetapi lebih
sebagai cara untuk memahami dunia tempat mereka hidup.
Pengetahuan
sains/Fisika harus dipahami dengan cara sedemikian rupa sehingga
memungkin-kannya untuk digunakan dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini
keterampilan berpikir adalah sangat diperlukan di samping keterampilan
berhitung, keterampilan manipulasi dan observasi, keterampilan komunikasi,
serta keterampilan merespon suatu masalah secara kritis.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan di atas
diketahui bahwa tokoh-tokoh pencetus teori kognitif mengemukakan bahwa
proses pembelajaran dititikberatkan pada intelegensi. Menurut Gesalt teori kognitif
bertumpu pada cara memecahkan masalah, sehingga pemahaman materi semakin mudah.
Menurut Pigeat adalah hasil interaksi antara kekuatan fungsi
biologis dan psikologis. Vygotsky berpendapat bahwa kebudayaan dan masyarakat
di dalam perkembangan kognitif dan juga proses-proses perkembangan mental
seperti ingatan, perhatian dan penalaran lebih ditekankan. Sedangkan menurut
Taxonomy SOLO yaitu lebih menekankan pada peran seorang pendidik.
Teori – teori
di atas dapat diterapkan pada mata pelajaran dalam IPA atau Fisika kecuali teori Taxonomy SOLO.
Karena teori tersebut membantah teori Pigeat.
Penerapan teori
perkembangan kognitif dalam pembelajaran IPA atau Fisika meliputi interaksi
antara peserta didik , kematangan peserta didik sendiri, peserta didik juga di
berikan kesempatan untuk berdiskusi, bereksperimen agar materi yang telah
disampaikan lebih mudah dipahami karena menciptakan konsep reaalitas. Teori
kognitif juga menjadaikan peserta didik lebih kreatif, mandiri dan berfikir
kritis. Namun teori kognitif tidak dapat diterapakan untuk semua tingkat
pendidikan khusussnya ditingkat lanjut, beberapa prinsip seperti intelegensi
sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
DAFTAR
PUSTAKA
Jarvis,Matt. 2000. Teori-Teori Psikology: Pendekatan Modern Untuk
Memahami Perilaku, Perasaan Dan Pikiran Manusia. Bandung:Nusa Media
Ali,Mohammad dkk. 2010. Psikologi Remaja:Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta:PT Bumi Aksara
Atkinson,Rita L dkk. 2005. Pengantar Psikologi. Jakarta:Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar