BAB II
PEMBAHASAN
I.
Hubungan
Intelegensi
Masyarakat umum
mengenal inteligensi sebagai istilah yang mengambarkan kecerdasan, kepintaran,
ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang di hadapi. Gambaran tentang anak yang berinteligensi
tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang pintar , siswa yang selalu naik
kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan dikelasnya. Sebaliknya,
gambaran anak yang berinteligensi rendah membawa citra seseorang yang lamaban berfikir, sulit mengerti, dll.
Diantara ciri-ciri perilaku yang secara tidak
langsung telah dimilikinya inteligensi yang tinggi, diantaranya adalah adanya
kemampuan untuk memahami dan menyelesaikan problem mental dengan cepat,
kemampuan mengingat, kreativitas yang tinggi, dan imijinasi yang berkembang. Dan
juga sebaliknya, perilkau yang lamban, tidak cepat mengerti, kurang mampu
menyelesaikan problem mental yang sederhana, dll.
Pada umumnya
orang berpendapat bahwa inteligensi merupakan bekal potensial yang akan
memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan performansiyang
optimal. Hal ini di dukung oleh fakta bahwa lembaga-lembaga pendidikan lebih
bersedia menerima calon siswa yang menampakkan indikasi kemampuan intelektual
tinggi daripada yang tidak. Fakta lain
adalah di dirikannya lembaga-lembaga pendidikan khusus bagi mereka yang
memiliki hambatan atau kelemahan intelektual.
Dalam
pengertian yang lebih spesifik, belajar di definisikan sebagai akuisisi atau
perolehan pengetahuan dan kecakapan baru. Pengertian inilah yang merupakan
tujuan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan
yang memiliki program terencana, tujuan instruksional yang konkret, dan di
ikuti oleh para siswa sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis.
Dalam hal ini, pengertian perestasi atau keberhasilan belajar dapat di
operasinalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor,indeks
prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan semacamnya.
Salahsatu
konsep yang pernah di rumuskan oleh para ahli mengatakan bahwa keberhasilan
dalam belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersumber dari dalam
(internal) maupun dari luar (eksternal) diri individu.
Intelegensi
sebagai unsur kognitif dianggap memegang peranan yang cukup penting. Bahkan
kadang-kadang timbul anggapan yang menempatkan intelegensi dalam peranan yang
melebihi proporsi yang sebenarnya.
Sebagian orang
bahkan menanggap bahwa hasil tes intelegensi yang tinggi merupakan jaminan
kesuksesan dalam belajar sehingga bila terjadi kasus kegagalan belajar pada
anak yang memiliki IQ tinggi akan timbul reaksi berlebihan berupa kehilangan
kepercayaan pada institusi yang menggagalkan anak tersebut atau kehilagan
kepercayaan pada fihak yang telah memberikan diagnosa IQ nya.
Sejalan dengan
itu, tidak kurang berbahayanya adalah anggapan bahwa hasil tes IQ yang rendah
merupakan vonis akhir bahwa individu yang bersangkutan tidak mungkin dapat
mencapai prestasi yang baik. Hal ini tidak saja merendahkan harga diri
seseorang akan tetapi dapat menghancurkan pula motivasinya untuk belajar yang
justru menjadi awal dari segala kegagalan yang tidak seharusnya terjadi.
Untuk
pengaplikasian dalam mata pelajaran fisika misalnya, untuk mendapatkan prestasi
belajar yang maksimal perlu adanya keseimbangan antara IQ dan EQ. Oleh karena
itu perlu kombinasi antara otak kanan dan otak kiri. Siswa yang dominan
berpikir dengan otak kiri maka dalam hitung-hitungan tidak akan mengalami
kesulitan dalam kemampuan perhitungan ataupun logika,namun akan lemah saat
penghafalan rumus,sedangkan yang didominasi otak kanan, agar dapat memahami
fisika harus membaca materinya berulanh-ulang hingga paham dan dengan
sendirinya rumus akan hafal.
II.
Perkembangan
Umum Remaja
Masa remaja
merupakan salah atu masa perkenbangan yang dialami manusia dan merupakan
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Perkembangan menuju remaja pada
setiap individu berbeda-beda tergantung masing-masing individu tersebut.
Beberapa ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang kapan masa remaja itu
berlangsung. Menurut beberapa ahli seperti Hurlock, batasan umur remaja antara
13-18 tahun, menurut Jersild antara 12-21 tahun, menurut Cole antara 13-21
tahun dan menurut Haditono antara umur 13-21 tahun.Perbedaan pendapat ini
disebabkan perbedaan subjek dan variabel-variabelnya seperti jenis kelami,latar
budaya dan lain-lain. Masa remaja dibagi menjadi 3 yaitu remaja
awal,pertenngahan dan masa remaja akhir. Perkembangan yang dialami mencakup
aspek fisik, psikis, dan sosial.
A.
Perkembangan-Perkembangan
pada Remaja
1.
Perkembangan
Fisik
Perubahan Fisik dimulai sejak masa praremaja dan terjadi secara
cepat pada masa remaja awal yang akan semakin sempurna pada masa remaja
pertengahan dan remaja akhir. Prkembangan fisik merupakan dasaar perkembangan dari
aspek lain yang mencakup perkembangan psikis dan sosial.Hal ini berarti, jika
perkembangan fisik terhamabat remaja akan sulit mendapatkan tempat secara wajar
dalam kehidupan masyarakat dewasa. Oleh karena itu perlu diketahui tugas
perkembangan remaja yang sedapat mungkin diselesaikan pada masa itu juga
sehingga tidak menjadi masalah pada tahap perrkembangan berikutnya.
Secara khusus tugas-tugas remaja yaitu :
a.
Menerima
perubahan fisik yang dialaminya dan melakukan peran sesuai dengan jenisnya.
b.
Mengembangkan
hubungan secara tepat dengan teman sebaya baik sejenis maupun lawan jenis.
c.
Mampu
berdiri sendiri dala bidang emosi,tidal lagi tergantung pada orang tua maupun
orang dewasa lain.
d.
Mencari
jaminan bahwa suatu saat harus mampu berdiri sendiri dalam bidang ekonomi.
e.
Menentukan
dan mempersiapkan diri untuk kariernya dan memasuki pasaran kerja.
f.
Mengembangkan
kemampuan kognitif dan konsep-konsep yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
g.
Memahami
dan mampu bertingkah laku yang dapat dipertanggungjawabkan.
h.
Mempersiapkan
diri untuk berkeluarga.
i.
Mendapatkan
penilaian bahwa dirinya mampu bersikap secara tepat sesuai dengan pandangan
ilmiah.
Tugas-tugas
perkembangan remaja ini sangat kompleks dan relatif berat sehingga untuk dapat
melaksanakannya remaja masih membutuhkan bimbingan dan pengarahan supaya remaja
dapat mengambil langkah yang tepat sesuai denga kondisinya.Pada masa remaja
juga akan terjadi kematangan sekssual yang ditandai dengan mulai berfungsinya
hormon seksual menurut Dusek yaitu :
a.
Fungsi
morfogenesis,yaitu hormon seksual memengaruhi pembentukan struktur dan bentuk
tubuh seseorang.
b.
Fungsi
integrasi, yaitu hormon seksual memengaruhi hormon fungsi insting dan polah
tingkah laku sesuai dengan spesiesnya.
c.
Fungsi
regulasi, yaitu hormon seksual merupakan bagian dari organisme yang harus
bertanggung jawab terhadap keseimbangan diri dalam situasi apapun.
Selain
mengemban tugas-tugas perkembangan, remaja juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan
yang sesuai dengan kondisi psikisnya yang masih bergejolak. Kebutujan tersebut
mencakup :
a.
Kebutuhan
untuk mencapai sesuatu yang akan memupuk rasa ambisi.
b.
Kebutuhan
akan rasa superior, ingin menonjol, dan ingin terkenal dalam arti positif
maupun negatif.
c.
Kebutuhan
untuk mendapatkan penghargaan.
d.
Kebutuhan
akan keteraturan.
e.
Kebutuhan
akan adanya kebebasan untuk menentukan sikap sesuai dengan kehendaknya.
f.
Kebutuhan
untuk menciptakan hubungan persahabatan dengan saling pengertian satu dengan
yang lain.
g.
Adanya
keinginan ikut merasakan ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain karena
proses perkembangan emosi yang dialaminya (empati).
h.
Mencari
bantuan orang lain untuk memecahkan masalah yang dianggap rumit.
i.
Ingin
menguasai tapi tidak ingin dikuasai.
j.
Menganggap
rendah diri sendiri dan tidak sombong akan kemampuan yang dimiliki.
k.
Adanya
kesediaan untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
l.
Membutuhkan
adanya variasi dalam kehidupan.
m.
Tidak
mudah menyerah dalam melaksanakan tugas.
n.
Kebutuhan
untuk melakukan hubungan yang bersifat heteroseksual dan bersikap agresif.
2.
Perkembangan
kognitif
Struktur
kognitif anak mencapai kematangan pada masa remaja. Potensi kualitas penalaran
dan berpikir (reasoning and thingking)nberkembang secara maksimum.Selain itu
seorang anak tidak lagi mengalami perbaikan struktural dalam kualitas penalaran
dalam perkembangan selanjutnya.
Remaja memang
sudah mulai berpikir layaknya seorang dewas. Namun tidak berati bahwa pemikiran
remaja dengan penalaran formal sama baiknya dengan pemikiran aktual orang
dewasa karena hanya secara potensi sudah tercapai.
3.
Perkembangan
emosi
Selama masa remaja perkembangan afektif yang berpengaruh terhadap
emosi remaja ditandai dengan 2 faktor utama yaitu perkembangan idealis dan
perkembangan kepribadian.Perkembangan operasi formal memfalitasi kemampuan
berpikir verbal sehingga remaja tidak hanya mampu memikirkan hal-hal konkret
tetapi juga mampu berpikir hipotesis berdasar situasi riil.
Remaja mungkin kurang apresiasi terhadap aturan-aturan formal namun
mampu menerapkan kriteria logis dalam mengevaluasi penalaran tentang
peristiwa-peristiwa kehidupan.Dengan kata lain remaja lebih tertarik dengan
masalah-masalah yang sifanya logis.
Selama perkembangan operasi formal, remaja semakin menyadari
keadaan dan orang lain.Hal ini mendorong berkembangnya perasaan-perasaan
afektif terhadap orang lain, termasuk pemahaman terhadap nilai-nilai dan
perasaan idealistik lainnya.
4.
Perkembangan
moral
Seiring perkembangan kognitif, remaja mulai mengenal sifat
egosentrisme yang merupakan titik awal mendamaikan struktur kognitif dan
dinamika kepribadian.Egosentrisme tidaklah sinonim dengan mengutamakan diri
sendiri tetapi lebih mengacu pada karakteristik universal yang memusat pada
pandangan individu dan ketidak mampuan untuk memahami pandangan orang lain.
Menurut Kolhberg, tahapa-tahap perkembangan moral meliputi :
a.
Tahap
Prakonvensional
Individu-individu
merespons perhatian personal dan tindakan untuk memenuhi kebutuhan personal
secara fisik dan hedonistik.
b.
Tahap
Konvensional
Kebutuhan
egosentris digantikan dengan harapan terhadap grup. Koformitas, loyalitas, dan
identifikasi dengan grup berbasis pada penilaian moral.
c.
Tahap
Postkonvensional
Karena
pada tahap otonomi dan prinsip pada tahap sebelumnya menjadi basis penilaian
moral pada tahap ini,sehingga ketidaktaatn sosial masih dapat ditoleransi.
Secara umum, alur
perkembangan moral adalah suatu pengampunan dalam pertimbangan moral yang
menggambarkan dengan jelas sikap yang benar atau salah terhadap komitmen
personal dalam kesadaran legitimasi alternatif kompetisi. Proses perkembangan
moral remaja secara gradual mengalami perubahan dari perkembangan yang lebih
otoritarian menjadi kurang otoriter seiring dengan perkembangan aspek-aspek
kognitif dan kepribadian.
5.
Perkembangan
sosial
Secara umum
perkembangan sosial merupakan ekspresi dari kondisi fisik dan psikis individu
yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saat remaja mulai merenggangkan
ikatan dengan keluarga, remaja akan membina identifikasi yang lebih besar
dengan orang-orang lain dari kelompok umur yang sama, dan mengembangkan rasa
bersatu sebagai satu generasi.
III.
Remaja
dan Hubungannya dengan sekolah
Pada tahap
perkermbangan remaja terjadi perubahan pada berbagai aspek. Khususnya
perkembangan fisik dan psikis. Perkembangan inilah yang berpengaruh terhadap
sekolah. Remaja awal mulai merasakan ketidakcocokan lagi dengan pikirannya yang
konkret operasional, sehingga kadang-kadang mengalami frustasi dalam belajar
(Djiwandono,2006:108). Remaja mulai mencoba berpikir abstrak untuk mengembangkan kemampuan
intelektualnya,sehingga pada saat inilah seorang guru seharusnya mampu membantu
remaja. Pada masa pubertas,dengan perkembangan fisik yang terjadi pada siswa
dengan perbedaan umur dan kecepatan membuat terciptanya perubahan intelektual
remaja yang bervariasi.
Namun, menurut
Piaget bahwa sebagian besar remaja mampu memahami dan mengkaji konsep-konsep
abstrak dalam batas-batas tertentu. Sedangkan menurut Bruner, siswa pada usia
remaja dapat belajar menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang canggih.
Guru dapat membantu mereka dengan menggunakan pendekatan ketrampilan proses
(discover approach) dengan memberi penekanan pada konsep abstrak.
Selain
itu,remaja juga merupakan tahap proses pencarian jati diri. Sehingga remaja
memiliki sikap yang terlalu tinggi dalam menilai dirinya atau sebaliknya.
Remaja pada umumnya belum memahami benar tentang nilai dan norma sosial yang
berlaku dalam kehidupan masyarakatnya. Kecenderungan untuk berfantasi dan
memimpikan hal-hal yang indah dapat terjadi karena remaja kurang memiliki
pengalaman dalam hal-hal yang nyata dan juga karena terbatasnya kesempatan
untuk mengadakan penjelajahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar