MOTIVASI BELAJAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Belajar adalah suatu hal yang tak pernah dapat dipisahkan dari
setiap individu. Manusia diberi fasilitas berupa akal agar dimanfaatkan sebaik
mungkin, yang salah satu caranya adalah dengan belajar. Ketika keinginan untuk
belajar telah muncul sebagai suatu stimulus untuk mengetahui suatu hal, maka
seseorang dengan keinginan belajar tadi akan memperoleh suatu hazanah
keilmuwan. Disinilah peran motivasi berlangsung.
Pada dasarnya motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan
seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang
menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya.
Oleh karena itu, perbuatan seseorang didasarkan atas motivasi tertentu
mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.[1]
Dorongan yang bisa disebut sebagai motivasi ini juga berlaku utamanya dalam
kegiatan belajar.
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat dibutuhkan agar tujuan yang
ingin dicapai jelas yang kemudian akan mengantarkan seorang individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan demi mencapai apa yang telah
menjadi misi dalam belajarnya. Seseorang dengan kesadaran dan motivasi yang
tinggi dalam proses belajarnya akan memperoleh hasil yang berbeda dengan orang
yang hanya belajar karena dorongan atau paksaan dari pihak tertentu.
Kebutuhan akan motivasi sangat urgen terutama dalam hal belajar. Karena
pada dasarnya dengan belajar inilah individu akan mendapatkan segala hal yang
dibutuhkan untuk menyonsong kehidupan mendatang. Seperti yang dikutip oleh Imam
Syafi’i dalam suatu hadits berikut ini. “Barangsiapa menginginkan sukses dunia
hendaklah diraihnya dengan ilmu dan barangsiapa menghendaki sukses akherat
hendaklah diraihnya dengan ilmu, barangsiapa ingin sukses dunia akherat
hendaklah diraih dengan ilmu.”
Kian hari motivasi semakin dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari. Mengingat kemajuan teknologi yang dari hari ke hari semakin
berkembang pesat membutuhkan generasi sekarang sebagai penerus bangsa harus
memiliki keinginan yang kuat agar dapat bertahan hidup dengan tetap mengikuti
dinamika kehidupan. Tetapi pada kenyataannya tidak sedikit masyarakat yang
masih saja belum memiliki suatu visi atau misi kehidupan, terutama dalam hal
belajar. Hal ini dikarenakan rendahnya potensi motivasi yang tertanam dalam
jiwa seorang individu.
1.2
Rumusan
Masalah
1.Apa
pengertian motivasi belajar?
2.Apakah
yang dimaksud dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik?
3.Bagaimana cara menimbulkan motivasi ekstrinsik disertai
aplikasinya dalam pembelajaran fisika?
4.Apa
saja upaya-upaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi belajar?
1.3
Tujuan
1.Mengetahui
pengetian motivasi belajar.
2.Mengetahui
motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
3.Mengetahui cara menimbulkan motivasi ekstrinsik disertai
aplikasinya dalam pembelajaran fisika.
4.Mengetahui
upaya-upaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Motivasi Belajar
Secara etimologi, istilah Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti menggerakkan (to
move). Sedangkan para ahli mendefinisikan motivasi sebagai berikut :
1.
Menurut
Prench, “Motivation may be defined as the
desire and willingness of person to expend effort to reach a particular goal or
outcome.” Motivasi adalah keinginan dan kemauan individu untuk mencurahkan
segala upaya dalam mencapai tujuan atau hasil tertentu.
2.
Gitosudarmo
dan Sudita, motivasi adalah faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan, mengarahkan perilakunya
untuk memenuhi tujuan tertentu.
3.
John
Jung, “The concept motivation also implies
the energy is involved to active the individual a level that enable the
performance of apropriate behaviour.” Motivasi ialah dorongan dari dalam
diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku agar tercapai tujuan
tertentu.[2]
4.
Mc.
Donald, “Motivation is a energy change
within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal
reaction.” Atau secara garis besar dapat dinyatakan bahwa motivasi
merupakan perubahan energi didalam pribadi individu yang ditandai dengan
timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan.[3]
2.2
Motivasi
Intrinsik dan Ekstrinsik
2.2.1
Motivasi
Intrinsik
Menurut John W. Santrock dalam bukunya Educational Psychology, mendefinisikan
bahwa motivasi intrinsik (intrinsic motivation) adalah motivasi yang
telah ada dalam diri seseorang sebagai pendorong dalam melakukan sesuatu untuk
mencapai tujuan pokok dari aktifitas tersebut.[4]
Sebagai contoh, seorang siswa belajar dengan sungguh-sungguh karena telah ada
motivasi internal dalam dirinya. Yaitu ingin menambah wawasan pengetahuan. Dan
motivasi itulah yang menjadi tujuan utama siswa tersebut.
Menurut Singgih, motivasi intrinsik merupakan dorongan yang kuat
berasal dari dalam diri seseorang. Thornburgh berpendapat bahwa motivasi intrinsik adalah
keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari dalam diri sendiri.
Sedangkan menurut Priyitno, motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak
yang disebabkan oleh faktor pendorong dari dalam diri (internal) individu.
Jika dicermati lebih dalam, terdapat beberapa kata kunci terkait
pengertian motivasi intrinsik oleh para ahli diatas. Meskipun dari
masing-masing pakar menggunakan konteks bahasa yang berbeda-beda. Secara garis
besar, ada 3 kata kunci. Diantaranya adalah; (a) dorongan, (b) internal, (c)
tindakan nyata. Sehingga, dapat dengan mudah disimpulkan pengertian motivasi
intrinsik. Yaitu suatu dorongan yang muncul dari dalam diri seseorang
(internal) untuk melakukan suatu perbuatan dengan tujuan tertentu.
2.2.2 Motivasi
Ekstrinsik
John
W. Santrock dalam bukunya Educational Psychology, mendefinisikan bahwa
motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) adalah dorongan yang muncul
dari lingkungan luar seorang individu untuk melakukan suatu hal. Tapi, individu
tersebut cenderung mengesampingkan tujuan utama dari kegiatan tersebut,[5]
karena menganggap ada tujuan lain yang lebih penting. Contoh, seorang siswa
yang sedang belajar mempersiapkan ujian. Dalam melakukan pembelajaran tersebut,
motivasi siswa adalah ingin mendapat nilai yang memuaskan. Maka, tujuan yang
dia yakini bukan lagi ingin menambah wawasan pengetahuan (seperti pada motivasi
intrinsik). Tapi, ingin mendapatkan nilai yang bagus.
Menurut Sardiman, motivasi ekstrinsik merupakan bentuk
motivasi yang di dalamnya terdapat aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan
berdasarkan dorongan dari luar individu. Dorongan tersebut tidak secara mutlak
berkaitan dengan aktivitas belajar. Menurut
Thomas motivasi ekstrinsik adalah motivasi penggerak atau pendorong dari luar
yang diberikan dari ketidakmampuan individu sendiri. Sedangkan menurut Supandi,
motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul manakala terdapat rangsangan
dari luar individu.
Motivasi
dikatakan ekstrinsik jika peserta didik menempatkan tujuan belajar diluar
faktor faktor situasi belajar (reside in
some factors outside the learning situation)[6].
Dengan kata lain, tujuannya menyimpang dari hal yang dipelajarinya. Contoh,
penghargaan, gelar sarjana, dll.
Kesimpulannya,
pengertian motivasi ekstrinsik tak lepas dari kata kunci berikut; dorongan,
eksternal (berasal dari luar), dan tujuan aktifitas tersebut. Dengan kata lain,
motivasi ekstrinsik adalah suatu bentuk dorongan yang berasal dari luar untuk
melakukan suatu hal dengan tujuan tertentu. Tujuan yang hendak dicapai
kebanyakan menyimpang dari tujuan yang seharusnya.
2.2.3 Hubungan
Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik
Sebelum membahas lebih lanjut tentang hal ini, akan dipaparkan
dahulu fungsi dari motivasi ekstrinsik (untuk mempermudah analisis, diambil
salah satu contohnya: penghargaan di kelas)[7]. Yaitu:
Ø Sebagai insentif (imbalan) atas tugas yang telah dikerjakan. Fungsi
ini memiliki tujuan untuk “mengendalikan” perilaku peserta didik.
Contoh, guru memberikan penghargaan (berupa poin) atas keberhasilan
siswa dalam mengerjakan tugas. Tapi, penghargaan disini hanya diberikan sekali
dua kali dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, pemberian poin tidak
bersifat kontinyu.
Ø Untuk menyampaikan informasi mengenai seberapa besar kemampuan
siswa dalam menerima tugas.
Contohnya masih sama, bedanya dalam fungsi ini penghargaan (poin)
yang diberikan bersifat kontinyu. Artinya, setiap peserta didik yang mampu
menyelesaikan satu tugas, diberikan poin tertentu dan diakumulasikan sampai
akhir semester.
Nah, sekarang akan dianalisis hubungan antara motivasi intrinsik
dan ekstrinsik[8]
berdasarkan data diatas.
Ø Motivasi ekstrinsik meningkatkan motivasi intrinsik
Hal ini terjadi pada contoh yang kedua. Alasannya, semakin banyak
tugas terselesaikan, semakin banyak pula poin yang didapat. Di sisi lain,
dengan melihat banyaknya poin yang didapat, siswa akan merasa lebih berkompeten
(mampu) untuk melakukan pembelajaran. Pada akhirnya, rasa percaya diri tumbuh
dengan pesat. Lama-kelamaan, motivasi ekstrinsik yang berupa penghargaan
tersebut akan tergantikan oleh motivasi intrinsik karena faktor ‘percaya diri’
dan ‘rasa kompeten’ yang didapat sebelumnya.
Ø Motivasi ekstrinsik melemahkan motivasi intrinsik
Hal ini tampak jelas pada contoh pertama. Pada kasus tersebut,
tidak ada tindak lanjut setelah pemberian penghargaan. Itupun tidak berlangsung
kontinyu. Jadi, tidak ada pilihan lain bagi peserta didik selain bergantung
pada motivasi ekstrinsik tersebut. Pada akhirnya, tentu motivasi intrinsik lama
lama akan pudar karena sifat ketergantungan tersebut
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik,
berupahasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, dan harapan
akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsik-nya adalah adanya
penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang
menarik. Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan
tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar
yang lebih giat dan semangat.[9]
2.3
Cara
Menimbulkan Motivasi Ekstrinsik dan Aplikasinya dalam Pembelajaran Fisika
Selama ini, minat siswa dalam mengikuti pelajaran fisika di sekolah tidak
seperti mengikuti pelajaran lainnya. Siswa berpendapat bahwa pelajaran fisika
sulit karena mereka banyak menemukan persamaan matematik sehingga ia diidentikkan
dengan angka dan rumus. Kebanyakan siswa merasa sulit memahami konsep dan
prinsip fisika. Hal ini berdampak pada rendahnya minat siswa untuk belajar
fisika. Masalah ini merupakan salah satu masalah klasik yang sering dijumpai
oleh para guru fisika di sekolah.
Ketidaksukaan pada pelajaran fisika, dapat berdampak pula pada sikap siswa
terhadap guru fisikanya. Tidak sedikit guru fisika yang kurang disukai oleh
siswanya karena kegagalan siswa dalam belajar fisika. Nilai fisika yang buruk
menempatkan guru sebagai penyebab kegagalan di mata siswa dan orang tua. Sikap
siswa akan sangat berbeda pada guru kesenian atau olah raga misalnya, pelajaran
yang menjadi favorit bagi kebanyakan siswa.
Motivasi belajar siswa yang rendah menyebabkan mereka tidak optimal
dalam belajar di kelas. Oleh karena itu, peran guru fisika sebagai motivator
dalam belajar mengajar di kelas perlu dilakukan dan dioptimalkan. Materi fisika
yang memerlukan analisis dan pemahaman, akan membutuhkan motivasi belajar yang
kuat dan berkelanjutan. Faktor-faktor penyebab rendahnya motivasi dan berbagai
cara yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
perlu dianalisa.
Ada beberapa faktor yang menyebabkanrendahnyamotivasibelajarsiswa. Pertama, metodemengajar guru yang monotondan
tidakmenyenangkanakanmempengaruhimotivasibelajarsiswa. Kedua, tujuankurikulumdanpengajaran yang tidakjelas (tidak disampaikan kepada siswa). Ketiga, tidakadanyarelevansikurikulumdengankebutuhandanminatsiswa. Yang keempat adalah latarbelakangekonomidan sosialbudayasiswa. Kelima, kemajuan teknologi dan informasi. Keenam, siswa merasakurangmamputerhadapmatapelajarantertentu,
seperti fisika. Dan yang
terakhir yaitu masalahpribadisiswabaikdengan orang tua,
temanmaupundenganlingkungansekitarnya.
Sebagai guru, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan
motivasi belajar siswa dalam pelajaran fisika. Berikut adalah cara-cara yang
ditawarkan:
1. Guru harus menciptakan iklim belajar yang terbuka dan positif dengan
menitikberatkan pada kebutuhan siswa saat ini.
2.
Membuat siswa aktif
berpartisipasi dalam pembelajaran dan mengaitkan pembelajaran fisika dengan
kehidupan sehari-hari.
3.
Bersama siswa
menganalisis apa yang membuat kelas menjadi lebih atau kurang termotivasi.
4.
Dalam perencanaan
pembelajaran, guru harus merancang tindakan pengajaran dan merumuskan RPP yang
variatif (sesuai dengan pokok bahasan) agar dapat memotivasi siswa.
5.
Ketika pelaksanaan
pembelajaran guru menginformasikandenganjelastujuanpembelajaran yang ingindicapai.
6.
Memberikan penekanan
pada pemahaman dan pembelajaran dibandingkan nilai.
7.
Melakukanevaluasidanmenginformasikanhasilnya,
sehinggasiswamendapatinformasi yang tepattentangkeberhasilandankegagalandirinya.
8.
Memberikan penghargaan
atas keberhasilan siswa untuk menumbuhkan motivasi instrinsik.[10]
Dalam buku yang lain dijelaskan tentang model penerapan motivasi dalam pendidikan dan pembelajaran sebagai
berikut;[11]
Fase
Permulaan proses pendidikan/ pembelajaran: asesmen kebutuhan dan kemauan
untuk berprestasi
|
Motivasi
peserta didik
|
Selama
proses pendidikan/ pembelajaran: memelihara iklim emosi positif
|
Fase akhir
proses pendidikan/ pembelajaran: hasil belajar
|
2.4
Upaya
Meningkatkan Motivasi Belajar
Sebagian besar anak didik aktif belajar bersama dan sebagian kecil
anak didik dengan berbagai sikap dan perilaku yang terlepas dari kegiatan
belajar di kelas. Kedua kegiatan anak didik yang bertentangan ini sebagai
gambaran suasana kelas yang kurang kondusif. Guru tidak harus tinggal diam bila
ada anak didik yang tidak terlibat langsung dalam belajar bersama. Perhatian
harus lebih diarahkan kepada mereka. Usaha perbaikan harus dilaksanakan agar
mereka bergairah belajar.
Menurut De Decce dan Grawford(1974) dalam bukunya Syaiful Bahri
Djamarah disebutkan ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan
dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar anak didik, yaitu sebagai
berikut;
1.
Menggairahkan
Anak didik
Dalam kegiatan rutin di kelas sehari-hari guru harus berusaha
menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Ia harus selalu memberikan
kepada anak didik cukup banyak hal-hal yang perlu dipikirkan dan dilakukan.
Guru harus memelihara minat anak didik dalam belajar, yaitu dengan memberikan
kebebasan tertentu untuk berpindah darisatu aspek ke lain aspek pelajaran dalam
situasi belajar. Discovery learning[12]
dan metode sumbang saran (brain storming)[13]memberikan
kebebasan semacam ini.
2.
Memberikan
Harapan Realistis
Guru harus memelihara harapan-harapan anak didik yang realistis dan
memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis. Untuk itu guru
perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan
akademis setiap anak didik di masa lalu. Dengan demikian, guru dapat membedakan
antara harapan-harapan yang relistis, pesimistis, dan terlalu optimis. Bila
anak didik telah banyak mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan
sebanyak mungkin keberhasilan kepada anak didik. Harapan yang diberikan tentu
saja terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang. Harapan yang tidak realistis
adalah kebohongan dan itu yang tak disenangi oleh anak didik. Jadi, jangan
coba-coba menjual harapan munafik bila tidak ingin dirugikan oleh anak didik.
3.
Memberikan
Insentif
Bila anak didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan
hadiah kepada anak didik (dapat berupa pujian, angka yang baik, dan sebagainya)
atas keberhasilannya, sehingga anak didik terdorong unuk melakukan usaha lebih
lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Bentuk motivasi ini merupakan
motivasi ekstrinsik, dimana masalah hadiah, pujian, dan memberi angka telah
diakui keampuhannya untuk membangkitkan motivasi secara signifikan.
4.
Mengarahkan
Perilaku Anak Didik
Mengarahkan perilaku anak didik adalah tugas guru. Di sini guru
dituntut untuk memberikan respons terhadap anak didik yang tak terlibat
langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Anak didik yang diam, yang membuat
keributan, yang berbicara semaunya, dan sebagainya harus diberikan teguran
secara arif dan bijaksana. Usaha menghentikan perilaku anak didik yang negatif
dengan memberi gelar yang tidak baik adalah kurang manusiawi. Jangankan anak
didik, guru pasti tidak senang diberi gelar yang tidak baik. Dalam hal ini,
dapat dilakukan beberapa tips sebagai berikut:
a.
Pergunakan
pujian verbal.
b.
Pergunakan
tes dan nilai secara bijaksana.
c.
Membangkitkan
rasa ingin tahu dan hasrat eksplorasi.
d.
Melakukan
hal yang luar biasa.
e.
Merangsang
hasrat anak didik.
f.
Memanfaatkan
apersepsi anak didik.
g.
Terapkan
konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang uik dan luar biasa agar
anak didik lebih terlibat dalam belajar.
h.
Minta
kepada anak didik untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya.
i.
Pergunakan
simulasi dan permainan
j.
Perkecil
daya tarik sistem motivasi yang bertentangan.
k.
Perkecil
Konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan terhadap anak didik dari
keterlibatannya dalam belajar.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara etimologi, istilah Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti menggerakkan (to
move). Adapun secara istilah pengertian motivasi telah banyak dijelaskan oleh
para ahli yang pada dasarnya dapat diartikan suatu keinginan dan kemauan
individu untuk mencurahkan segala upaya dalam mencapai tujuan atau hasil
tertentu. Motivasi dalam proses belajar sangat diperlukan, sebab seseorang yang
tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas
belajar.
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik,
berupahasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, dan harapan
akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsik-nya adalah adanya
penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang
menarik.
Sebagai guru, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan
motivasi belajar siswa dalam pelajaran fisika. Seperti penciptaan iklim belajar
yang terbuka dan positif dengan menitikberatkan pada kebutuhan siswa saat ini,
membuat siswa aktif berpartisipasi dalam pembelajaran dan mengaitkan
pembelajaran fisika dengan kehidupan sehari-hari, dan tips-tips lain yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam belajar fisika.
Menurut De Decce dan Grawford(1974) dalam bukunya Syaiful Bahri
Djamarah disebutkan ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan
dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar anak didik, hal ini
dapat dikatakan sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa. Yaitu dengan cara menggairahkan anak didik, memberikan harapan realistis,
memberikan insentif, dan mengarahkan perilaku anak didik
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Jamaris,
Martini. 2013. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia.
Santrock,John W. 2011. PsikologiPendidikan. Jakarta:
Salemba Humanika.
Sutikno, M.S.
2007. Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna. Mataram: NTPPress
Uno, B. Hamzah.
2008. Teori Motivasi & Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di
Bidang Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 23
[2] Suparmin, Motivasi dan Etos kerja (Jakarta: DEPAG RI,
2003), hlm. 6-7.
[3] Saiful B. Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka
Cipta, 2011), hlm. 148.
[5]Ibid
[8]Ibid
[9] Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di
Bidang Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 23
[10] Sutikno, M.S, Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna, (Mataram:
NTPPress, 2007), hlm.
[11] Martini Jamaris, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, (Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia, 2013), hlm. 179
[12]Discovery Learning adalah metode mengajar yang
mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang
sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau
seluruhnya ditemukan sendiri.
[13] Metode brain storming adalah teknik mengajar
yang dilaksanakan guru dengan cara melontarkan suatu masalah ke kelas oleh
guru, kemudian siswa menjawab, menyatakan pendapat, atau memberi komentar
sehingga memungkinkan masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru.
[14] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2011), hlm. 168
Tidak ada komentar:
Posting Komentar