Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS.Al-Ahzab:21)

Selasa, 20 Mei 2014

makalah tentang pertumbuhan dan perkembangan anak serta pengaruhnya dalam belajar



PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK SERTA PENGARUHNYA DALAM BELAJAR
Mata Kuliah: Psikologi Belajar Fisika
Dosen Pengampu: Fitria Yuniasih, M.Pd.







    

                                         


Disusun oleh :
                            Sa’diyah                        (13690007)
                            Nurul Aisyah                 (13690009)
                            Anik Masruroh              (13690010)


PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Tahun Ajaran 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam segi pendidikan khususnya segi pembelajaran, potensi setiap peserta didik harus benar-benar dipupuk dan dikembangkan sesuai dengan Teori Pieget yang membahas tentang perkembangan kognitif. Maka dari itu kondisi lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan intelektual peserta didik tersebut.
Pengalaman belajar yang aktif cenderung untuk memajukan perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman belajar yang pasif dan hanya menikmati pengalaman orang lain saja akan mempunyai konsekuensi yang minimal terhadap perkembangan kognitif termasuk di dalamnya perkembangan intelektual.
 Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, atau baik fisik maupun psikisnya. Pada usia remaja mereka menganggap dirinya bukan anak-anak lagi. Dalam rangka menghadapi luapan emosi remaja, sebaiknya ditangani dengan sikap yang tenang dan santai. Orang tua dan pendidik harus bersikap tenang, bersuasana hati baik dan penuh pengertian. Orang tua dan pendidik sedapat mungkin tidak memperlihatkan kegelisahannya maupun ikut terbawa emosinya dalam menghadapi emosi remaja.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa untuk mengurangi luapan emosi peserta didik perlu dihindari larangan yang tidak terlalu penting. Mengurangi pembatasan dan tututan terhadap remaja harus disesuaikan dengan kemampuan mereka. Sebaiknya memberi tugas yang dapat diselesaikan dan jangan memberi tugas dan peraturan yang tidak mungkin dilakukan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan?
2.      Bagaimana karakteristik anak dari tingkat SD, SMP, dan SMA?
3.      Bagaimana hubungan perkembangan dengan belajar anak?
4.      Bagaimana hubungan anak dengan kehidupan anak dengan kehidupan sekolah beserta aplikasinya (khususnya mata pelajaran fisika)?
C.     Tujuan
1.      Untuk menmahami pertumbuhan dan perkembangan.
2.      Untuk memahami karakteristik anak dari tingakt SD, SMP, dan SMA.
3.      Untuk memahami hubungan perkembangan dengan belajar anak.
4.      Untuk memahami hubungan anak dengan kehidupan anak dengan kehidupan sekolah beserta aplikasinya (khususnya mata pelajaran fisika).



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Menurut Sunarto (1999) dalam kehidupan anak terdapat dua proses yang beroperasi secara kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan “kuantitatif” yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan.
Pertumbuhan tidak berproses secara bebas, tetapi dipengaruhi oleh beberapa aspek. Aspek-aspek yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu:
1.      Anak sebagai keseluruhan
Anak sebagai keseluruhan tumbuh oleh kondisi dan interaksi dari setiap aspek kepribadian yang ia miliki. Intelek akan berhubungan dengan kesehatan jasmaninya. Kesehatan jasmaninya sangat dipengaruhi oleh emosinya. Sedangkan emosinya dipengaruhi oleh keberhasilan anak di sekolah, kesehatan jasmaninya, dan kapasitas mentalnya. Pertumbuhan anak, baik fisik, intelektual, maupun sosial, sangat ditentukan oleh latar belakang keluarganya, latar belakang pribadinya, dan aktivitas sehari-hari.
2.      Umur mental anak mempengaruhi pertumbuhannya
Umur mental anak mempengaruhi kapasitas mentalnya. Kapasitas mental anak akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Hasil penelitian mengenai hubungan antara prestasi belajar dengan pertumbuhan anak menunjukkan adanya hubungan yang erat diantara keduanya.
3.      Permaslahan tingkah laku sering berhubungan dengan pola-pola pertumbuhan
Harus disadari bahwa pertumbuhan menimbulkan situasi-situasi tertentu yang menimbulkan masalah-masalah pada tingkah laku. Masalahnya adalah ada anak yang pertumbuhannya cepat, lambat, atau tidak teratur. Anak memiliki energi dari makanan. Energi itu digunakan untuk beraktivitas dan pertumbuhan. Ketika energi lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan maka aktivitas anak akan berkurang. Begitu pula ketika energi lebih banyak digunakan untuk beraktivitas maka pertumbuhannya akan lambat bahkan seolah-olah istirahat.
4.      Penyesuaian pribadi dan sosial mencerminkan dinamika pertumbuhan 
Peristiwa pada anak akibat peryumbuhan setelah dihadapkan dengan tantangan kultural masyarakat, terutama harapan-harapan orang tua. Guru-guru, dan teman-teman sebaya tercermin di dalam penyesuaian sosialnya. Jika pertumbuhan anak berjalan kurang normal, maka ada beberapa faktor penyebab yang mengganggunya.
Faktor yang pertama yaitu faktor yang terjadi sebelum anak dilahirkan. Misalnya peristiwa kekurangan nutrisi pada ibu dan janinnya, janin terkena virus, keracunan sewaktu bayi masih dalam kandungan, dll. Faktor kedua dialami bayi sesudah lahir. Faktor ini antara lain karena pendarahan pada bagian kepala bayi yang disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan, dan oleh efek susunan saraf pusat, karena proses kelahiran bayi dilakukan dengan bantuan tang.
Selanjutnya faktor yang dialami bayi sesudah lahir, antara lain disebabkan adanya pengalaman traumatik pada kapala, kepala bagian dalam terluka karena kepala bayi (janin) terpukul, atau mengalami serangan sianr matahari. Infeksi pada otak atau selaput otak, misalnya cerebral meningitis, malaria tropika, dypteria, dsb. Faktor yang keempat yaitu faktor psikologis, dalam hal ini antara lain karena bayi ditinggalkan ibu, ayah atau kedua orang tuanya. Sebab lain adalah anak-anak dititipkan pada suatu lembaga, seperti rumah yatim piatu, yayasan perawatan bayi, dan sebagainya, sehingga mereka kurang sekali mendapat perawatan jasmaniah dan cinta kasih orang tua.
Bila pertumbuhan terkait dengan perubahan fisik, maka perkembangan terkait dengan perubahan psikis. Menurut Muhibin Syah (1999: 11) perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniah itu sendiri. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
Fungsi-fungsi kepribadian tidak hanya berhubungan dengan aspek jasmaniah, tetapi juga terkait dengan aspek kejiwaan. Fungsi-fungsi kepribadian bersifat jasmaniah, misalnya fungsi motorik pada bagian tubuh, fungsi sensoris pada alat-alat indra, fungsi neurotik pada sistem saraf, funsi seksual pada bagian-bagian tubuh erotiks, funsi pernapasan pada alat pernapasan, fungsi peredaran darah pada jantung dan urat-urat nadi, dan fungsi pencernaan makanan pada alat pencernaan. Sedangkan fungsi kepribadian yang bersifat kejiwaan misalnya fungsi perhatian, tanggapan, ingatan, fantasi, pikiran, perasaan, dan kemauan.
Setiap fungsi-fungsi tersebut dapat mengalami perubahan. Perubahannya lebih bersifat kualitatif. Perubahan yang kualitatif tidak dapt disebut sebagai pertumbuhan, melainkan sebagai perkembangan.
Baik fungsi-fungsi kepribadian yang jasmaniah maupun yang kejiwaan, keduanya mempengaruhi sikap mental dan aktivitas belajar anak. Perubahan fungsi jasmaniah seperti otak dan sistem saraf menghasilkan pertumbuhan kapasitas intelektual atau kecakapan untuk melakukan sesuatu. Menurut Jean Jacques Rosseau bahwa perkembangan setiap aspek kejiwaan anak pada masa kanak-kanak atau antara umur 2 tahun sampai 12 tahun, sangat didominasi oleh pengamatannya. Seiring semakin luasnya perkembangan sosial anak, maka pengamatan anak akan sesuatu di luar dirinya juga semakin bertambah.

B.     Karakteristik Anak dari Tingkat SD, SMP, SMA
1.      Karakteristik Anak Didik Sekolah Dasar
Menurut Nasution (1993:44) masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar, dan dimulainya sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai “masa sekolah”, oleh karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah. Disebut masa sekolah, karena anak sudah menamatkan taman kanak-kanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang untuk belajar, karena anak sudah berusahauntuk mencapai sesuatu, tetapi, perkembangan aktivitas bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan padawaktu melakukan aktivitas itu sendiri. Disebut masa matang untuk sekolah, karena anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru, yang dapat diberikan sekolah.
Sebagai hasil pemberian bantuan yang diberikan keluarga, dan taman kanak-kanaknya, pada masa ini anak telah mengalami perkembangan-perkembangan yang membantu anak untuk dapat menerima bahan yang diajarkan oleh gurunya. Dalam masa usia sekolah ini, anak sudah siap untuk menjelajahi lingkungannya. Ia tidak puas lagi sebagai penonton saja, ia ingin mengetahui ligkungannya, tata kerjanya, bagaimana perasaan-perasaan, dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungan.
Masa usia sekolah dianggap oleh Suryobroto (1990:119) sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Tetapi dia tidak berani mengatakan pada umur berapa tepatnya anak matang untuk masuk sekaolah dasar. Kesukaran penentuan ketepatan umur anak matang untuk masuk sekolah dasar disebabkan kematangan itu tidak ditentukan oleh umur semata-mata, namun pada umur antara 6 atau 7 tahun biasanya anak matang telah matang untuk masuk sekolah dasar.
Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum atau sesudahnya. Masa ini menurut Supryobroto dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu: (1) Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai 9 atau 10 tahun dan (2) Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira 9 atau 10 tahun sampai kira-kira 12 atau 13 tahun.
a.       Masa Kelas-kelas Rendah Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah seperti yang disebutkan di bawah ini:
1)      Adanya kolerasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
2)      Adanya sikap yang cendurung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
3)      Ada kecenderungan memuji sendiri
4)      Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain kalau hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
5)      Kalau tudak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
6)      Pada masa ini (terutama pada usia 6 - 8) anak menghendaki nilai (angka rapot) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
b.      Masa Kelas-kelas Tinggi Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut:
1)      Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan praktis.
2)      Amat realistik ingin tahu, ingin belajar.
3)      Menjelang akhir masa ini telah ada minat yerhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor.
4)      Sampai kira-kira usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya.
5)      Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Didalam permainan ini biasanya anaktidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.
Dalam tahap ini perkembangan intelektual anak dimulai ketika anak sudah dapat berfikir atau mencapai hubungan antarkesan secara logis serta membuat keputusan tentang apa yang dihubung-hubungkan secara logis. Masa perkembangkan intelektual ini meliputi masa siap bersekolah dan masa anak bersekolah, yaitu umur 7 sampai dengan 12 tahun. Meskipun begitu, jauh sebelum perkembangan intelektualnya, perkembangan ingatan anak sudah berlangsung, yaitu pada umur 2 sampai dengan 3 tahun. Berkembangnya ingatan anak ini disebabkan oleh fungsi pengamatan yang sudah mampu menerima kesan-kesan yang diterimanya.
Masa keberhasilan bersekolah ini diakhiri dengan suatu masa yang biasanya disebut masa pueral. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa pueral terjadi pada akhir masa sekolah dasar. Sifat-sifat pada masa pueral ini dapat diringkas menjadi dua hal, yaitu (a) ditujuakan untuk berkuasa, (b) ektravers. Sikap, tingkah laku, dan perbutan anak punditujukan untuk berkuasa; apa yang diinginkan dan dijadikan idam-idaman adalah si kuat, si jujur, si juara, dan sebagainya. Kecuali hal tersebut adalah ekstravers; berorientasi keluar dari dirinya, hal ini mendorongnya untuk mencari teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jiwanya.
Setelah masa puer di mana anak-anak bersikap ekstravers ini, segera datanglah masa di mana anak-anak bersikap introvers, anak-anak menarik diri, untuk menemukan diri sendiri, dan membentuk diri sendiri, yaitu masa pubertas. Suatu hal penting pada masa puer adalah sikap anak terhadap otoritas (kekuasaan), terutama otoritas orang tua dan guru. Anak-anak puer menerima otoritas orng tua dan guru sebagai suatu hal yang wajar. Anak dapat menerima sikap yang keras, asalkan adil dan dijalankan dengan tegas. Keraguan-raguan dipandang anak sebagai kelemahan.
2.      Karakteristik Anak Usia Sekolah Menengah (SMP)
Dilihat dari tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak sekolah menengah (SMP) barada pada tahap perkembangan pubertas. Terhadap sejumlah karakteristik yang meninjol pada usia SMP ini, yaitu:
a.       Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.
b.      Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder.
c.       Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebeas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orangtua.
d.      Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
e.       Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.
f.       Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
g.      Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial.
h.      Kecenderungan minat dan pilihan karier relatif lebih jelas.

3.      Karakteristik Anak Usia Remaja (SMP/SMA)
Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:
a.       Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.
b.      Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
c.       Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.
d.      Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
e.       Memilih mempersiapkan karier di masa depan sesuai minat dan kemampuannya.
f.       Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.
g.      Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
h.      Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam tingkah laku.
i.        Mengembangkan wawasan keagaman dan meningkatkan religiusitas.

C.     Hubungan Perkembangan dengan Belajar Anak
Proses belajar merupakan kegiatan fisik yang diikuti oleh proses mental. Kegiatan fisik mempunyai arti penting dalam belajar tidak hanya sebagai penopang kegiatan belajar, tetapi juga berperan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan tertentu. Keberhasilan anak melewati fase pertumbuhan fisik membuat anak menjadi orang siap secara fisik.
Kegiatan fisik dalam perkembangan berhubungan dengan istilah “motor” yang menurut Muhibin Syah (1999: 13) diartikan sebagai istilah yang menunjuk pada hal keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan sekresinya (pengeluaran cairan/getah). Motor dapat pula dipahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik.
Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Lonjakan perkembangan terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian jasmani seperti kepala dan otak yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang (tidak secepat badan dan kaki), mulai menunjukkan perkembangan yang cukup berarti hingga bagian-bagian lainnya menjadi matang.
Anak yang baru dilahirkan hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat-alat jasmaninya. Sehingga tubuhnya terlihat selalu bergerak-gerak dengan sikap tertentu. Perkembangan selanjutnya anak dapat mengendalikan aktivitas alat-alat jasmaninya itu sesuai keinginan dan dengan meningkatnya usia anak, gerakan anak pun semakin lincah. Anak dapat duduk, berjongkok, berdiri, berjalan, dan gerakan-gerakan fisik lainnya. Pendek kata, gerakan fisiknya beraneka ragam dan dengan kekuatan dan daya tahan yang berlainan.
Ketika anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur enam/tujuh tahun hingga duabelas/tigabelas tahun, perkembangan fisiknya mulai tampak benar-benar proporsional (berkesinambungan). Organ-organ jasmaninya tumbuh serasi dan tidak lebih panjang atau lebih besar dari yang semestinya. Ukuran tangan kanan tidak lebih panjang dari tangan kiri atau leher tidak lebih besar dari ukuran kepala yang disangganya.
Di tubuh anak seperti tangan, kaki, kepala, jari-jari tangan, pinggang, dan sebagainya mempunyai fungsi masing-masing. Anak dapat memanfaatkannya untuk mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu. Keterampilan indrawi-jasmani adalah salah satu keterampilan yang memerlukan koordinasi dan organisasi psikofisik anak. Dalam prakteknya keterampilan ini juga melibatkan proses mental. Keterampilan menyanyi, bukan hanya asal menyanyi atau bersuara tapi ada suatu ide, ilham, atau pemikiran untuk diekspresikan dalam bentuk suara atau audio.
Perkembangan kognitif sangat penting pengaruhnya dalam belajar anak. Ahli psikologi kognitif berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasr perkembangan manusia, yaitu kapasitas motor dan kapasitas sensori sampai batas tertentu dipengaruhi oleh aktivitas kognitif. Pendayagunaan kapasitas kognitif manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan motor dan sensorinya.
Dalam belajar, semakin baik stuktur kognitif yang dilakukan oleh anak, maka semakin mapanlah pengusaan anak atas bahan pelajaran yang telah dikuasai. Seiring dengan meningkatnya umur anak, maka cara berpikir anak pun bergerak dari yang konkret menuju ke abstrak. Pandangan anak terhadap keberadaan benda tidak lagi bergantung pada pengamatan belaka, tetapi sudah dalam bentuk representasi mental. Ini terjadi dalam diri anak ketika berumur dua sampai tujuh tahun, yaitu dalam proses perkembangan kognitif pra-operasional.
Kemampuan berpikir anak dipengaruhi oleh kapasitas inteligensi sebagai potensi yang bersifat bawaan. Kualitas inteligensi anak mempengaruhi kemampuan anak untuk membentuk struktur kognitif. Inteligensi itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dalam perkembangan. Misalnya, bertambahnya informasi dalam memori seseorang sehingga ia mampu berpikir, banyaknya pengalaman dan istilah-istilah memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir proporsional, dan adanya kebebasan berpikir sehingga menimbulkan keberanian dalam menyusun hipotesis dan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang abru dan benar.       

D.    Hubungan Anak dengan Kehidupan Sekolah Beserta Aplikasinya (Khusus Mata Pelajaran Fisika)
Peserta didik adalah manusia dengan segala fitrahnya. Mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (pangan, sandang, papan), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya). Dalam tahap perkembangannya, peserta didik  SMP berada pada tahap periode  perkembangan Operasional formal (umur 11/12-18 tahun). Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis. Model berfikir ilmiah dengan tipe hipotetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa (Asri Budiningsih, 2005: 39).
Sebagai upaya memahami mekanisme perkembangan intelektual, Piaget menggambarkan fungsi intelektual kedalam tiga persfektif, yaitu: (1) proses mendasar bagaimana terjadinya perkembangan kognitif (asimilasi, akomodasi, dan equilibirium); (2) cara bagaimana pembentukan pengetahuan; dan (3) tahap-tahap perkembangan intelektual. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
a.      Perkembangan Aspek Kognitif
Menurut Piaget (dalam Depdiknas, 2006: 8), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia peserta didik  SMP, merupakan ‘period of formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada peserta didik  adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual. Peserta didik  telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pembelajaran IPA  bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat peserta didik . Pembelajaran IPA akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik peserta didik  sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (dalam Depdiknas, 2006: 8), yaitu: 1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), 2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut), 3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), 4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas), 5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), 6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan rasa jati diri), 7) kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain). Di antara ketujuh macam kecerdasan ini sesuai dengan karakteristik keilmuan IPA akan dapat berkembang pesat dan bila dapat dimanfaatkan oleh guru IPA untuk berlatih mengeksplorasi gejala alam, baik gejala kebendaan maupun gejala kejadian/peristiwa guna membangun konsep IPA.
b.      Perkembangan Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain:
1.      Tahap kognitif: tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena peserta didik  masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan.
2.       Tahap asosiatif: pada tahap ini, seorang peserta didik  membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat menga          sosiasikan gerakan  yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor.
3.      Tahap otonomi: pada tahap ini, seorang peserta didik  telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap autonomi karena peserta didik  sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan.
c.        Perkembangan Aspek Afektif
Keberhasilan  proses  pembelajaran  IPA juga ditentukan oleh pemahaman tentang perkembangan aspek afektif peserta didik . Ranah afektif tersebut mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan direspon, dan apa yang diyakini dan diapresiasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam teori pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku peserta didik  yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi pembelajaran, yang meliputi:
1.      Self-esteem, yaitu penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri.
2.      Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.
3.      Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa frustrasi, khawatir, tegang, dsbnya.
4.      Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.
5.      Risk-taking, yaitu keberanian mengambil risiko.
6.      Empati, yaitu sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada perasaan orang lain (Depdiknas, 2006: 10-11).
Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berfikirnya. Guru harus memahami tahap-tahap perkembangan kognitif, psikomotorik, dan afektif peserta didiknya, agar ketika mendesain dan melaksakan proses pembelajaran  sesuai dengan tahap perkembangan yang telah dijelaskan diatas. Sehingga dapat tercipta proses pembelajaran yang bermakna (meaningfully).






























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Masa usia sekolah dianggap sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa ini relatif anak-anak mudah dididik daripada masa sebelum atau sesudahnya. Masa ini menurut Supryobroto dapat diperinci menjadi dua face, yaitu:
(1) Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai 9 atau 10 tahun
(2) Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira 9 atau 10 tahun sampai kira-kira 12 atau 13 tahun
Masa keberhasilan bersekolah ini diakhiri dengan suatu masa yang biasanya disebut masa pueral. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa pueral terjadi pada akhir masa sekolah dasar. Sifat-sifat pada masa pueral ini dapat diringkas menjadi dua hal, yaitu: ditujuakan untuk berkuasa dan ektravers.
Setelah masa pueral di mana anak-anak bersikap ekstravers ini, segera datang masa di mana anak-anak bersikap introvers, anak-anak menarik diri, untuk menemukan diri sendiri, dan membentuk diri sendiri, yaitu masa pubertas.
Peserta didik akan merasa aman secara psikologis apabila pendidik dapat menerima peserta didik dalam kondisi apapun. Pendidik mengusahakan suasana dimana peserta didik tidak bisa dinilai oleh orang lain, dan tugas pendidik ialah memberikan pengertian kepada para peserta didik yang membutuhkannya.
Dalam penyelenggaraan pendidikan perlu diperhatikan sarana dan prasarana. Disamping itu perkembangan emosi peserta didik sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor tertentu. Sekolah merupakan titik tolak dasar untuk pengembangan hubungan sosial peserta didik, para peserta didik juga harus bisa saling menghargai antara yang satu dengan lainnya dan sekolah sebaiknya memberikan pola pengajaran yang demokratis kepada para peserta didik. Kita sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, maka dari itu proses pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sangat di pengaruhi oleh adanya interaksi antara dua faktor yang sama-sama berperan penting.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan). Jakarta: Rineka Cipta.
Syah, Muhibin. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar