Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS.Al-Ahzab:21)

Selasa, 20 Mei 2014

makalah tentang teori kognitif



BAB II
PEMBAHASAN
                                       
A.    Pengertian Teori Kognitif
  Istilah “kognitiv” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia /satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak)dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa alirankognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi,yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku ituterjadi.[1]
Banyak para ahli dan pemikir pendidikan yang kurang puas terhadap ungkapan para behavioris bahwa belajar sekedar hubungan antara stimulus dengan respon. Menurut mereka, perilaku seseorang selalu didasarkan oleh kognitif, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana perilaku itu terjadi. Istilah kognitif sendiri walau banyak dipopuerkan oleh Piaget dengan perkembangan kognitifnya, sebenarnya telah dikembangkan oleh Wilhem Wundt (Bapak Psikologi). Menurut Wundt, kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman.

B.     Teori Kognitif Menurut Para Ahli
1.    Teori Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang artinya bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi. Pandangan Gestalt lebih menekankan pada perilaku molar, yaitu perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Peletak dasar teori ini adalah Marx Wertheimer yang meneliti tentang pengamatan terhadap apa yang sering kita alami.
Psikologi kognitif muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan tokoh-tokohnya seperti  Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Para tokoh Gestalt merasa belum puas dengan penemuan-penemuan para ahli sebelumnya yang menyatakan belajar sebagai proses stimulus dan respons serta manusia bersifat mekanistik. Menurut para tokoh gestalt, pada saat manusia bereaksi dengan lingkungannya, manusia tidak sekedar merespons, tetapi juga melibatkan unsur subjektivitasnya yang antara masing-masing individu berlainan.
Teori Gestalt ini memandang bahwa belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku tersebut terjadi.  Dengan kata lain, teori gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar ini adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu tersebut.

2.      Teori Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif disebut pula teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Teori ini berkenaan dengan kesiapan peserta didik untuk belajar yang dikemas dalam tahap-tahap perkembangan intelektual sejak lahir sampai dewasa. Menurut Pieget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Setiap peserta didik mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berpikir peserta didik merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak.
      Faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif, yaitu :
1.      Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuanbaru, tetapi  kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untukmengembangkan pengetahuan  kecuali jika intelegensi individu dapa tmemanfaatkan pengalaman tersebut.

2.      Kematangan
            Kematangan system syaraf menjadi penting karena memungkinkan peserta didik memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif.

3.        Pengaruh sosial
            Lingkungan social termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif .

4.      Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi
Proses pengaturandiri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan  lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman social dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan  kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.

Tahap-tahap Perkembangan menurut Piaget
     1    Sensorimotor Stage (Birth to Age 2)
      Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi memberikan reaksi motorik atas rangsangan-rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks misalnya refleks menangis, dan lain-lain. Refleks ini kemudian berkembang lagi menjadi gerakan-gerakan yang lebih canggih, misalnya berjalan (Sunarto, 2008:24)

Piaget membagi tahap sensori motor dalam enam periode:
a.    Refleks (umur 0-1 bulan)
Tingkah laku bayi kebanyakan bersifat refleks, spontan tidak sengaja, dan tidak terbedakan. Contoh: refleks menangis, mengisap, menggerakkan tangan dan kepala, mengisap benda didekatnya, dan lain-lain.
b.    Kebiasaan (umur 1-4 bulan)
Kebiasaan dibuat dengan dengan mencoba-coba dan mengulang-ulang suatu tindakan.
Contoh: seorang bayi mengembangkan kebiasaan mengisap jari. Awalnya ia tidak dapat mengangkat tangannya ke mulut, lalu pelan-pelan mencoba dan akhirnya bisa. Setelah itu menjadi lebih cepat melkukan kembali. Maka itu, terjadilah suatu kebiasaan mengisap ibu jari.
c.    reproduksi kejadian yang menarik (4-8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya.
Misal, diatas ranjang,seorang bayi diletakkan mainan yang akan berbunyi jika talinya dipegang. Suatu saat ia main-main dan menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka, ia akan menarik tali itu agar muncul bunyi yang sama.

d.     koordinasi skemata (8-12 bulan)
Seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya.
Contoh: seorang bayi diberi mainan tetapi letakknya jauh. Di dekatnya terdapat tongkat kecil dan dia akan menggunakannya untuk menggapai mainan tersebut.
e.    eksperimen (12-18 bulan)
Mulainya peserta didik memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan eksperimen.
Contoh: peserta didik diberi makanan yang diletakkan di meja. Ia akan mencoba menjatuhkan makanan itu dan memakannya
f.      representasi (18-24 bulan)
Seorang peserta didik sudah mulai menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya.
Misal: Lauren mencoba membuka pintu kebun. Ia tidak berhasil karena pintu disangga oleh sebuah kursi diseberangknya. Ia pergi di sisi lain dan memindahkan kursi yang menghambat tersebut, padahal ia tidak melihat. Dari kejadian tersebut, tampak jelas bahwa lauren dapat mengerti apabila penyebab pintu itu adalah sesuatu yang berada dibelakangpintu tersebut, meskipun ia tidak melihat.
     Secara umum dapat disimpulkan tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun. Pertumbuhan kemampuan peserta didik tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana.  Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah.  Kemampuan yang dimiliki antara lain :
1.      Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
2.      Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
3.      Suka memperhatikan sesuat lebih lama.
4.      Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
5.      Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya
( Budiningsih, 2004:37).
      2    Preoperational Stage (Ages 2 to 7)
      Ciri khas masa ini adalah kemampuan peserta didik menggunakan simbol yang mewakili suatu konsep. Misal, seseorang peserta didik yang pernah melihat dokter berpraktek, akan dapat bermain “dokter-dokteran” (Sunarto, 2008:24).
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap praoperasional dalam dua bagian:
a.      Umur 2-4 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran logis
Piaget membedakan antara “simbol” dan “tanda” dengan “indeks” dan sinyal.dalam pengertian simbol dan tanda (sign) dibedakan antara objek yang ditandakan dengan  tandanya sendiri misalnya peserta didik bermain pasar pasaran  dengan uang dari daun.”daun”di sini sebagai tanda ,sedangkan “uang”adalah yang di tanda kan.dalam kenyataan daun dan uang tidak sama.dalam pengertian”indeks” dan “sinyal” tidak di bedakan antara tanda dan objek yang di tandakan. Piaget  juga membedakan antara “simbol” dan “tanda”. Simbol adalah suatu hal yang lebih menyamai dengan yang di simbolkan seperti gambaran dan bayangan . tanda lebih merupakan sembarang benda yang di guna kan tanpa ada kesamaan dengan yang di tandakan.
b.       Umur 4-7 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran intuitif
     Menurut piaget (1981) pemikiran peserta didik pada umur 4 -7 tahun berkembang pesat secara bertahap ke arah konsep tualisasi. Ia berkembang dari tahap simbolis dan prakonseptual ke permulaan oprasional . tetapi perkembangan itu belum penuh karena peserta didik masih mengalami oprasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran yang semi simbolis atau penalaran intuitif yang tidak  logis. Dalam hal ini seseorang peserta didik masih mengambil keputusan hanya dengan aturan-aturan intuitif yang masih mirif dengan tahap sensorimotor
     Pemikiran intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tetapi tanpa di nalar terlebih dahulu . kelemahan pemikiran ini adalah bahwa pemikiran nya searah
(centred) dimana peserta didik hanya dapat melihat dari satu segi saja.dalam pemikiran ini peserta didik belum dapat melihat pluralitas gagasan tetapi hanya satu persatu. apabila beberapa gagasan di gabungkan pemikiran peserta didik menjadi kacau . peserta didik pada tahap ini belum dapat berpikir decentred yaitu melihat berbagai segi dalam setu kesatuan
     3    Concrete Operational Stage (Ages 7 to 11)
            Tahap ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret tetap ditandai dengan asanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret. Peserta didik masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis.
             Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah peserta didik sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.  Peserta didik telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret.  Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya.  Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.  Peserta didik sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena peserta didik sudah dapat berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam melakukan kegiatan tertentu.  Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya.  Peserta didik mampu menangani sistem klasifikasi.
            Namun sungguhpun peserta didik telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.  Namun taraf berpikirnya sudah dapat dikatakan maju.  Peserta didik sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.  Untuk menghindari keterbatasan berpikir peserta didik perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan.  Sungguhpun demikian peserta didik usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak (Budiningsih, 2004: 38-39)
Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
1)      Pengurutan: kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2)      Klasifikasi:kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Peserta didik tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
3)      Decentering: peserta didik mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh peserta didik tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4)      Reversibility: peserta didik mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, peserta didik dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5)      Konservasi: memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila peserta didik diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6)      Penghilangan sifat Egosentrisme: kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Peserta didik dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau peserta didik itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.


     4   Formal Operational Stage (Age 11 to Adulthood)
            Tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini mereka sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoretis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang diamati saat itu. Misal, Ia dapat mengambil kesimpulan dari suatu pernyataan seperti: Kalau mobil A lebih mahal daripada mobil B, sedang mobil C lebih murah daripada mobil B, maka ia dapat menyimpulkan mobil mana yang paling mahal dan yang mana yang paling murah.

3.      Teori Taxonomy SOLO
Teori dari Biggs dan Collis dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes(SOLO). Dalam teori ini Biggs dan Collis membedakan antara “ Generlized Cognitive Structure “ atau struktur kognitif umum peserta didik dengan “ Actual Respon “ atau respon langsung peserta didik ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima kebedaan konsep struktur kognitif umum , namun mereka meyakini bahwa hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “Hyphothesized Cognitive Structure” (HCS) atau struktur kognitif hiipotesis. Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh pembelajaran disaat peserta didik diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya , selanjutnya asumsi ini juga meliputi penyimpangan yang dalam model ini dikatakan “ Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi , suatu hari siswa berada pada level yang konkrit pada topic yang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya pertukaran dalm perkembangan kognitif yang berlangsung , tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang kebih proximal, pembelajaran, penampilan atau motivasi.
Biggs dan Collis mengutarakan 5 mode yaitu :
a.          Mode Sensorimotor
Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar peserta didik. Peserta didik membangun kemampuan untuk melakukan koordiansi dan mengatur interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika diperolehnya tacit knowledge.


b.         Mode Ionic
Pada mode ini simbol-simbol dan gambar digunakan untuk mempresentasikan elemen-elemen yang diperolehnya pada mode sensorimotor.

c.          Mode Concrete Symbolic
Pada mode ini peserta didik mengalami pertukaran dalam proses abstraksi. Mereka mulai mempresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan yaitu sebuah simbol yang akan mereka gunakan dalam kehidupannya di dunia.
d.         Mode Formal
Pada mode ini titik berat kemampuan seseorang adalah pada kemampuan mengkontruksikan teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berfikir pada tahap ini meliputi membuat formula hipotesis dan membuat penalaran yang proporsional .
e.          Mode Post Formal
Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara deduktif dari pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris.

4.      Teori Vygotsky
Vygotsky (1896-1934) yang menekankan bahwa peserta didik-peserta didik secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Akan tetapi fungsi sosial memiliki koneksi sosial. Vygotsky berpendapat bahwa peserta didik-peserta didik mengembangkan konsep lebih sistematis, logis dan dan rasional sebagai akibat dari interksi mereka dengan orang yang lebih terampil.

1.      Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
ZPD adalah istilah vygotsky rangkaian tugas yang terlelu sulit di kuasai peserta didik tapi bisa di pelajaro dengan bimbingan orang yang terampil/terlatih. ZPD  merupakan celah anatar factual development dan potensial development, di mana anatara apakah seorang peserta didik  dapat melakukan sesuatau tanpa bantuan orang lain atau seseorang dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya.

2.      Konsep Scalfolding
Swcallfolding adalah perubahan tingkat dukungan. Scallfolding adalah istilah untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran dimana orang yang lebih temapil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan peserta didik.  Dalam dialog konsep tersebut dapat di pertemukan dengan bimbingan sistematis, logis dan rasional.

3.      Bahasa dan pemikiran
Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pemikiran pada awalnya berkembang terpisah kemudian menyatu. Peserta didik harus mengembangkan behasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan pikiran mereka sendiri.

B. PENERAPAN TEORI KOGNITIF PADA PEMBELAJARAN FISIKA

Dalam teori ini dijelaskan bahwa ingatan dibagi menjadi 2,yaitu ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.dengan demikian guru harus memahami strategi pengajaran yang harus dia berikan agar materi disampaikan secara efektif dan siswa juga paham.Serangkaian konsep jika disatukan akan menjadi strategi pembelajaran yang cukup bagus.
Misalnya : Dalam suatu kelas yang akan mempelajari fisika,sang guru mengawali pembelajaran dengan memancing ketertarikan siswanya,”Bukankah di daratan arktik itu sangat dingin? bagaimana jika diadakan uji coba bom nuklir disana?apa yang terjadi?siswa akan bertanya2 apa yang terjadi pada es jika hal itu terjadi.Kemudian sebelum pertanyaan itu dijawab,guru menyampaikan materinya yang berjudul Kalor.Mimik dan bahasa tubuh akan lebih mendukung karena kesan visual lebih dominan,dan kebanyakan siswa tertarik pada suatu pelajaran setelah tertarik dengan gurunya.karena ingatan jangka pendek hanya mampu menangkap 5-7 hal baru,maka guru harus bisa mensiasati materi yang dibawakannya.Materi Kalor dibagi menjadi beberapa subbab,yaitu asas black,kalor laten dll.Dalam penyampaiannya guru hendaknya berhenti sejenak dan menanyakan kepada siswa apakah ada hal yang akan ditanyakan.Dengan demikian guru memberi kessempatan kepada siswa untuk berpikir serius dengan apa yang mereka pelajari saat itu.setelah siswanya dirasa cukup menerima materi,guru juga memberikan latihan misal dalam bentuk soal agar siswa bisa mengaplikasikan materi yang baru saja disampaikan oleh guru.Guru juga mesti bersabar,serta memberi kesempatan siswa berjuang dalam mengerjakan soal tersebut,jadi seorang guru tidak tergesa-gesa dalam menyelesaikan soal yang dia buat dengan jawabannya sendiri.Alangkah lebih baik jika setelah penyampaian materi pada pertemuan itu,siswa diajak melakukan praktikum pada pertemuan selanjutnya sehingga materi yang disampaikan akan lebih dipahami,baik secara teori ataupun secara praktek.Sedangkan untuk mengembangkan ingatan jangka panjang,materi yang disampaikan sebaiknya saling berkaitan,jika pertemuan ini membahas kalor,alangkah lebih baik jika pada permuan selanjutnya disampaikan materi pemuaian pada zat padat,cair dan gas.
Kemampuan seseorang untuk membangun pengetahuan dalam dirinya sangat dipengaruhi oleh antara lain faktor – faktor usia dan pengalaman. Berdasarkan teori Piaget tentang perkembangan kognitif, siswa SMA telah berada pada taraf berpikir formal yang berarti sudah mampu berpikir hipotetis, proporsional, reflektif, logis, sintesis, imajinatif, probabilistik, kombinasional, etis, dan verbal serta telah mampu memahami operasi-operasi yang bersifat abstrak.
Mata pelajaran fisika merupakan ilmu yang berusaha memahami aturan-aturan alam yang begitu indah dan rapih dapat dideskripsikan secara matematis.
Implikasi-implikasi teori Piaget terhadap Fisika maupun sains, adalah bahwa guru harus memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk berpikir dan menggunakan akalnya.Mereka dapat melakukan hal ini dengan jalan terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan seperti diskusi kelas, pemecahan soal-soal, maupun bereksperimen. Dengan kata lain, siswa jangan hanya dijadikan objek yang pasif dengan beban hafalan berbagai macam konsep dan rumus-rumus Fisika. Selanjutnya, Fisika harus dijadikan mata pelajaran yang menarik sekaligus bermanfaat bagi siswa.
Ada beberapa kemampuan kognitif yang sangat berperanan dalam meningkatkan keberhasilan siswa dalam pemecahan soal-soal Fisika yaitu kemampuan mengidentifikasi serta menginterpretasi secara tepat konsep-konsep dan prinsip-prinsip Fisika, kemampuan membuat deskripsi serta mengorganisasi pengetahuan Fisika secara efektif.
Pengetahuan Fisika terdiri dari banyak konsep umumnya sangat abstrak.Kesulitan yang banyak dihadapi oleh sebagian besar siswa adalah dalam menginterpretasi berbagai konsep dan prinsip Fisika. Sebab, mereka dituntut harus mampu menginterpretasi pengetahuan Fisika tersebut secara tepat dan tidak samar-samar atau tidak mendua arti. kemampuan siswa dalam membuat deskripsi pengetahuan Fisika sangat berperanan dalam keberhasilan menginterpretasi suatu prinsip Fisika yang melibatkan beberapa konsep.
Kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan Fisika tergantung pada seberapa efektif pengetahuan tersebut terorganisasi. Selanjutnya, pemecahan soal Fisika menjadi semakin mudah jika banyak tersedia informasi yang diperlukan. Oleh karena itu, penting sekali untuk diperhatikan bahwa pengetahuan Fisika yang terorganisasi secara efektif akan memudahkan dalam pemecahan soal-soal Fisika.
Pendidikan sains harus dapat membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan kebiasaan berpikir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya maupun mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Sekolah tidak perlu dituntut untuk mengajarkan terlalu banyak materi tetapi sebaiknya lebih difokuskan pada hal-hal pokok yang bersifat fungsional dalam rangka literasi sains serta mengajarkannya secara lebih efisien dan efektif.
Tujuan utama pengajaran Fisika adalah membantu siswa memperoleh sejumlah pengetahuan dasar yang dapat digunakan secara fleksibel. Fleksibilitas ini didasari oleh dua alasan yaitu :
1.             Tujuan pengajaran sains bukan akumulasi berbagai fakta tetapi lebih pada kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan dasar untuk memprediksi dan menjelaskan berbagai gejala alam.
2.             Siswa harus mampu memahami perkembangan serta perubahan ilmu dan teknologi yang sangat cepat.
Mata pelajaran Fisika di SMA bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep – konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Allah SWT. Pengetahuan Fisika akan bermnfaat bagi siswa hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai fleksibilitas terhadap studi lanjut maupun dunia kerja. Pendidikan sains tidak semata-mata menghasilkan saintis, akan tetapi lebih pada usaha membantu memahami arti pentingnya berpikir secara kritis terhadap ide-ide baru yang nampaknya bertentangan dengan pengetahuan yang telah diyakini kebenarannya.
Pendidikan Fisika harus dapat menjadi pendorong yang kuat tumbuhnya sikap rasa ingin tahu dan keterbukaan terhadap ide-ide baru maupun kebiasaan berpikir analitis kuantitatif. Dalam diri peserta didik sebaiknya ditumbuhkan kesadaran agar melihat Fisika bukan semata-mata sebagai kegiatan akademik, tetapi lebih sebagai cara untuk memahami dunia tempat mereka hidup.
Pengetahuan sains/Fisika harus dipahami dengan cara sedemikian rupa sehingga memungkin-kannya untuk digunakan dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini keterampilan berpikir adalah sangat diperlukan di samping keterampilan berhitung, keterampilan manipulasi dan observasi, keterampilan komunikasi, serta keterampilan merespon suatu masalah secara kritis.









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan di atas  diketahui bahwa tokoh-tokoh pencetus teori kognitif mengemukakan bahwa proses pembelajaran dititikberatkan pada intelegensi. Menurut Gesalt teori kognitif bertumpu pada cara memecahkan masalah, sehingga pemahaman materi semakin mudah.
Menurut Pigeat adalah hasil interaksi antara kekuatan fungsi biologis dan psikologis. Vygotsky berpendapat bahwa kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif dan juga proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian dan penalaran lebih ditekankan. Sedangkan menurut Taxonomy SOLO yaitu lebih menekankan pada peran seorang pendidik.
Teori – teori di atas dapat diterapkan pada mata pelajaran dalam  IPA atau Fisika kecuali teori Taxonomy SOLO. Karena teori tersebut membantah teori Pigeat.
Penerapan teori perkembangan kognitif dalam pembelajaran IPA atau Fisika meliputi interaksi antara peserta didik , kematangan peserta didik sendiri, peserta didik juga di berikan kesempatan untuk berdiskusi, bereksperimen agar materi yang telah disampaikan lebih mudah dipahami karena menciptakan konsep reaalitas. Teori kognitif juga menjadaikan peserta didik lebih kreatif, mandiri dan berfikir kritis. Namun teori kognitif tidak dapat diterapakan untuk semua tingkat pendidikan khusussnya ditingkat lanjut, beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.  














DAFTAR PUSTAKA

Jarvis,Matt. 2000. Teori-Teori Psikology: Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku, Perasaan Dan Pikiran Manusia. Bandung:Nusa Media
Ali,Mohammad dkk. 2010. Psikologi Remaja:Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:PT Bumi Aksara
Atkinson,Rita L dkk. 2005. Pengantar Psikologi. Jakarta:Erlangga

       





Tidak ada komentar:

Posting Komentar