Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS.Al-Ahzab:21)

Selasa, 20 Mei 2014

tentang intelegensi



BAB II
PEMBAHASAN
I.              Hubungan Intelegensi
Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang mengambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang di hadapi.  Gambaran tentang anak yang berinteligensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang pintar , siswa yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan dikelasnya. Sebaliknya, gambaran anak yang berinteligensi rendah membawa citra seseorang yang lamaban berfikir, sulit mengerti, dll.
 Diantara ciri-ciri perilaku yang secara tidak langsung telah dimilikinya inteligensi yang tinggi, diantaranya adalah adanya kemampuan untuk memahami dan menyelesaikan problem mental dengan cepat, kemampuan mengingat, kreativitas yang tinggi, dan imijinasi yang berkembang. Dan juga sebaliknya, perilkau yang lamban, tidak cepat mengerti, kurang mampu menyelesaikan problem mental yang sederhana, dll.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan performansiyang optimal. Hal ini di dukung oleh fakta bahwa lembaga-lembaga pendidikan lebih bersedia menerima calon siswa yang menampakkan indikasi kemampuan intelektual tinggi daripada yang tidak.  Fakta lain adalah di dirikannya lembaga-lembaga pendidikan khusus bagi mereka yang memiliki hambatan atau kelemahan intelektual.
Dalam pengertian yang lebih spesifik, belajar di definisikan sebagai akuisisi atau perolehan pengetahuan dan kecakapan baru. Pengertian inilah yang merupakan tujuan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki program terencana, tujuan instruksional yang konkret, dan di ikuti oleh para siswa sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis. Dalam hal ini, pengertian perestasi atau keberhasilan belajar dapat di operasinalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor,indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan semacamnya.
Salahsatu konsep yang pernah di rumuskan oleh para ahli mengatakan bahwa keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersumber dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) diri individu.
Intelegensi sebagai unsur kognitif dianggap memegang peranan yang cukup penting. Bahkan kadang-kadang timbul anggapan yang menempatkan intelegensi dalam peranan yang melebihi proporsi yang sebenarnya.
Sebagian orang bahkan menanggap bahwa hasil tes intelegensi yang tinggi merupakan jaminan kesuksesan dalam belajar sehingga bila terjadi kasus kegagalan belajar pada anak yang memiliki IQ tinggi akan timbul reaksi berlebihan berupa kehilangan kepercayaan pada institusi yang menggagalkan anak tersebut atau kehilagan kepercayaan pada fihak yang telah memberikan diagnosa IQ nya.
Sejalan dengan itu, tidak kurang berbahayanya adalah anggapan bahwa hasil tes IQ yang rendah merupakan vonis akhir bahwa individu yang bersangkutan tidak mungkin dapat mencapai prestasi yang baik. Hal ini tidak saja merendahkan harga diri seseorang akan tetapi dapat menghancurkan pula motivasinya untuk belajar yang justru menjadi awal dari segala kegagalan yang tidak seharusnya terjadi.
Untuk pengaplikasian dalam mata pelajaran fisika misalnya, untuk mendapatkan prestasi belajar yang maksimal perlu adanya keseimbangan antara IQ dan EQ. Oleh karena itu perlu kombinasi antara otak kanan dan otak kiri. Siswa yang dominan berpikir dengan otak kiri maka dalam hitung-hitungan tidak akan mengalami kesulitan dalam kemampuan perhitungan ataupun logika,namun akan lemah saat penghafalan rumus,sedangkan yang didominasi otak kanan, agar dapat memahami fisika harus membaca materinya berulanh-ulang hingga paham dan dengan sendirinya rumus akan hafal.
II.           Perkembangan Umum Remaja
Masa remaja merupakan salah atu masa perkenbangan yang dialami manusia dan merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Perkembangan menuju remaja pada setiap individu berbeda-beda tergantung masing-masing individu tersebut. Beberapa ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang kapan masa remaja itu berlangsung. Menurut beberapa ahli seperti Hurlock, batasan umur remaja antara 13-18 tahun, menurut Jersild antara 12-21 tahun, menurut Cole antara 13-21 tahun dan menurut Haditono antara umur 13-21 tahun.Perbedaan pendapat ini disebabkan perbedaan subjek dan variabel-variabelnya seperti jenis kelami,latar budaya dan lain-lain. Masa remaja dibagi menjadi 3 yaitu remaja awal,pertenngahan dan masa remaja akhir. Perkembangan yang dialami mencakup aspek fisik, psikis, dan sosial.
A.    Perkembangan-Perkembangan pada Remaja
1.      Perkembangan Fisik
Perubahan Fisik dimulai sejak masa praremaja dan terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang akan semakin sempurna pada masa remaja pertengahan dan remaja akhir. Prkembangan fisik merupakan dasaar perkembangan dari aspek lain yang mencakup perkembangan psikis dan sosial.Hal ini berarti, jika perkembangan fisik terhamabat remaja akan sulit mendapatkan tempat secara wajar dalam kehidupan masyarakat dewasa. Oleh karena itu perlu diketahui tugas perkembangan remaja yang sedapat mungkin diselesaikan pada masa itu juga sehingga tidak menjadi masalah pada tahap perrkembangan berikutnya.
Secara khusus tugas-tugas remaja yaitu :
a.       Menerima perubahan fisik yang dialaminya dan melakukan peran sesuai dengan jenisnya.
b.      Mengembangkan hubungan secara tepat dengan teman sebaya baik sejenis maupun lawan jenis.
c.       Mampu berdiri sendiri dala bidang emosi,tidal lagi tergantung pada orang tua maupun orang dewasa lain.
d.      Mencari jaminan bahwa suatu saat harus mampu berdiri sendiri dalam bidang ekonomi.
e.       Menentukan dan mempersiapkan diri untuk kariernya dan memasuki pasaran kerja.
f.       Mengembangkan kemampuan kognitif dan konsep-konsep yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
g.      Memahami dan mampu bertingkah laku yang dapat dipertanggungjawabkan.
h.      Mempersiapkan diri untuk berkeluarga.
i.        Mendapatkan penilaian bahwa dirinya mampu bersikap secara tepat sesuai dengan pandangan ilmiah.
Tugas-tugas perkembangan remaja ini sangat kompleks dan relatif berat sehingga untuk dapat melaksanakannya remaja masih membutuhkan bimbingan dan pengarahan supaya remaja dapat mengambil langkah yang tepat sesuai denga kondisinya.Pada masa remaja juga akan terjadi kematangan sekssual yang ditandai dengan mulai berfungsinya hormon seksual menurut Dusek yaitu :
a.       Fungsi morfogenesis,yaitu hormon seksual memengaruhi pembentukan struktur dan bentuk tubuh seseorang.
b.      Fungsi integrasi, yaitu hormon seksual memengaruhi hormon fungsi insting dan polah tingkah laku sesuai dengan spesiesnya.
c.       Fungsi regulasi, yaitu hormon seksual merupakan bagian dari organisme yang harus bertanggung jawab terhadap keseimbangan diri dalam situasi apapun.
Selain mengemban tugas-tugas perkembangan, remaja juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan kondisi psikisnya yang masih bergejolak. Kebutujan tersebut mencakup :
a.       Kebutuhan untuk mencapai sesuatu yang akan memupuk rasa ambisi.
b.      Kebutuhan akan rasa superior, ingin menonjol, dan ingin terkenal dalam arti positif maupun negatif.
c.       Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan.
d.      Kebutuhan akan keteraturan.
e.       Kebutuhan akan adanya kebebasan untuk menentukan sikap sesuai dengan kehendaknya.
f.       Kebutuhan untuk menciptakan hubungan persahabatan dengan saling pengertian satu dengan yang lain.
g.      Adanya keinginan ikut merasakan ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain karena proses perkembangan emosi yang dialaminya (empati).
h.      Mencari bantuan orang lain untuk memecahkan masalah yang dianggap rumit.
i.        Ingin menguasai tapi tidak ingin dikuasai.
j.        Menganggap rendah diri sendiri dan tidak sombong akan kemampuan yang dimiliki.
k.      Adanya kesediaan untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
l.        Membutuhkan adanya variasi dalam kehidupan.
m.    Tidak mudah menyerah dalam melaksanakan tugas.
n.      Kebutuhan untuk melakukan hubungan yang bersifat heteroseksual dan bersikap agresif.
2.      Perkembangan kognitif
Struktur kognitif anak mencapai kematangan pada masa remaja. Potensi kualitas penalaran dan berpikir (reasoning and thingking)nberkembang secara maksimum.Selain itu seorang anak tidak lagi mengalami perbaikan struktural dalam kualitas penalaran dalam perkembangan selanjutnya.
Remaja memang sudah mulai berpikir layaknya seorang dewas. Namun tidak berati bahwa pemikiran remaja dengan penalaran formal sama baiknya dengan pemikiran aktual orang dewasa karena hanya secara potensi sudah tercapai.
3.      Perkembangan emosi
Selama masa remaja perkembangan afektif yang berpengaruh terhadap emosi remaja ditandai dengan 2 faktor utama yaitu perkembangan idealis dan perkembangan kepribadian.Perkembangan operasi formal memfalitasi kemampuan berpikir verbal sehingga remaja tidak hanya mampu memikirkan hal-hal konkret tetapi juga mampu berpikir hipotesis berdasar situasi riil.
Remaja mungkin kurang apresiasi terhadap aturan-aturan formal namun mampu menerapkan kriteria logis dalam mengevaluasi penalaran tentang peristiwa-peristiwa kehidupan.Dengan kata lain remaja lebih tertarik dengan masalah-masalah yang sifanya logis.
Selama perkembangan operasi formal, remaja semakin menyadari keadaan dan orang lain.Hal ini mendorong berkembangnya perasaan-perasaan afektif terhadap orang lain, termasuk pemahaman terhadap nilai-nilai dan perasaan idealistik lainnya.
4.      Perkembangan moral
Seiring perkembangan kognitif, remaja mulai mengenal sifat egosentrisme yang merupakan titik awal mendamaikan struktur kognitif dan dinamika kepribadian.Egosentrisme tidaklah sinonim dengan mengutamakan diri sendiri tetapi lebih mengacu pada karakteristik universal yang memusat pada pandangan individu dan ketidak mampuan untuk memahami pandangan orang lain.
Menurut Kolhberg, tahapa-tahap perkembangan moral meliputi :
a.       Tahap Prakonvensional
Individu-individu merespons perhatian personal dan tindakan untuk memenuhi kebutuhan personal secara fisik dan hedonistik.
b.      Tahap Konvensional
Kebutuhan egosentris digantikan dengan harapan terhadap grup. Koformitas, loyalitas, dan identifikasi dengan grup berbasis pada penilaian moral.
c.       Tahap Postkonvensional
Karena pada tahap otonomi dan prinsip pada tahap sebelumnya menjadi basis penilaian moral pada tahap ini,sehingga ketidaktaatn sosial masih dapat ditoleransi.
Secara umum, alur perkembangan moral adalah suatu pengampunan dalam pertimbangan moral yang menggambarkan dengan jelas sikap yang benar atau salah terhadap komitmen personal dalam kesadaran legitimasi alternatif kompetisi. Proses perkembangan moral remaja secara gradual mengalami perubahan dari perkembangan yang lebih otoritarian menjadi kurang otoriter seiring dengan perkembangan aspek-aspek kognitif dan kepribadian.
5.      Perkembangan sosial
Secara umum perkembangan sosial merupakan ekspresi dari kondisi fisik dan psikis individu yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saat remaja mulai merenggangkan ikatan dengan keluarga, remaja akan membina identifikasi yang lebih besar dengan orang-orang lain dari kelompok umur yang sama, dan mengembangkan rasa bersatu sebagai satu generasi.
III.        Remaja dan Hubungannya dengan sekolah
Pada tahap perkermbangan remaja terjadi perubahan pada berbagai aspek. Khususnya perkembangan fisik dan psikis. Perkembangan inilah yang berpengaruh terhadap sekolah. Remaja awal mulai merasakan ketidakcocokan lagi dengan pikirannya yang konkret operasional, sehingga kadang-kadang mengalami frustasi dalam belajar (Djiwandono,2006:108). Remaja mulai mencoba berpikir abstrak  untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya,sehingga pada saat inilah seorang guru seharusnya mampu membantu remaja. Pada masa pubertas,dengan perkembangan fisik yang terjadi pada siswa dengan perbedaan umur dan kecepatan membuat terciptanya perubahan intelektual remaja yang bervariasi.
Namun, menurut Piaget bahwa sebagian besar remaja mampu memahami dan mengkaji konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Sedangkan menurut Bruner, siswa pada usia remaja dapat belajar menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang canggih. Guru dapat membantu mereka dengan menggunakan pendekatan ketrampilan proses (discover approach) dengan memberi penekanan pada konsep abstrak.
Selain itu,remaja juga merupakan tahap proses pencarian jati diri. Sehingga remaja memiliki sikap yang terlalu tinggi dalam menilai dirinya atau sebaliknya. Remaja pada umumnya belum memahami benar tentang nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya. Kecenderungan untuk berfantasi dan memimpikan hal-hal yang indah dapat terjadi karena remaja kurang memiliki pengalaman dalam hal-hal yang nyata dan juga karena terbatasnya kesempatan untuk mengadakan penjelajahan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar