Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS.Al-Ahzab:21)

Selasa, 20 Mei 2014

makalah tentang teori behavior



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sebuah proses pastilah dimulai dengan hal yang sederhana dan terus berkembang menuju hal yang lebih kompleks. Sama halnya dengan manusia yang tentunya terus menerus berkembang baik fisik maupun psikisnya. Dan dengan adanya perkembangan tersebut, para ahli mulai berpikir tentang bagaimana perkembangan bisa terjadi dan apa saja faktor yang mempengaruhinya. Sehingga muncul berbagai teori yang mendefinisikan bagaimana perkembangan tersebut.
Teori-teori tersebut menjadi pedoman untuk menjelaskan bagaimana karakteristik perkembangan manusia dalam berbagai aspek. Salah satu aspeknya adalah pendidikan. Seorang guru tentunya harus mengetahui bagaimana perkembangan peserta didiknya. Dengan begitu guru bisa menyesuaikan diri dengan mereka karena perkembangan tiap peserta didik tentulah berbeda.
Salah satu teori yang perlu diketahui adalah teori perkembangan Behavior. Teori ini perlu dikaji karena pastinya punya pandangan yang khas dibanding teori lainnya. Selain itu akan dibahas juga bagaimana pengaplikasian teori ini dalam bidang pendidikan, terutama dalam pembelajaran IPA ataupun Fisika ditingkat SMP maupun SMA yang diperlukan oleh seorang pendidik.




B.  Rumusan Masalah
1.         Bagaimana latar belakang timbulnya aliran behavior?
2.         Bagaimana teori-teori perkembangan behavior?
3.         Bagaimana aplikasi teori behavior dalam pembelajaran IPA atau Fisika?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Timbulnya Aliran Behaviorisme
Munculnya aliran behaviorisme (ilmu jiwa tingkah laku) dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu: akibat memuncaknya perkembangan ilmu pasti alam dan industrialisasi di Amerika, hasil penyelidikan Ivan Pavlov seorang ahli berkebangsaan Rusia tentang psikologi refleks, adanya dua aliran yang bertentangan di Amerika, yaitu: strukturalisme dan functionalisme, kepopuleran filsafat pragmatisme di Amerika yang dicetuskan oleh William James.
Kemajuan ilmu pasti dan industrialisasi. Adanya kemajuan di bidang ilmu pasti alam dan industrialisasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ilmu jiwa modern karena saat itu pemikiran dan pemecahan segala masalah yang dihadapi selalu menggunakan ilmu pasti alam, termasuk dalam meninjau dan menyelidiki jiwa manusia. Demikian halnya dengan adanya kemajuan industrialisasi orang tidak lagi bekerja hanya dengan tenaganya. Tetapi perhatian orang saat itu tertuju pada jalannya mesin-mesin karena mesin bekerjanya lebih pasti. Sejauh ini diketahui tidak ada jalan mesin yang menyalahi hukum-hukum permesinan. Diakui jalan pemikiran dalam ilmu pasti alam dan mesin bersifat kaku, tetapi pasti dan selalu benar. Bertitik tolak dari hasil pemikiran seperti dalam ilmu pasti dan kinerja mesin tersebut, maka orang waktu itu mengira atau beranggapan segala persoalan hidup tentu dapat diselesaikan dengan pemikiran macam itu, tidak terkecuali dalam permasalahan ilmu jiwa.
Hasil penyelidikan Ivan Pavlov tentang psikologi refleks. Ivan Pavlov telah menyelidiki cara berkerjanya ludah. Penyelidikan tersebut dinilai sangat baik sehingga pada tahun 1905 psikolog Rusia tersebut dianugerahi hadiah Nobel untuk ilmu psikologi “refleks”. Pavlov bermaksud membawa hasil penyelidikannya itu ke dalam ranah psikologi modern sehingga kemudian di kenal psychorefleksologie. Para ahli lain berpendapat pembaharuan yang diusung Pavlov berdasarkan hasil penyelidikanya itu lebih dinamakan physiorefleksiologie.
Adanya dua aliran yang muncul saat itu yaitu strukturalisme dan functionalisme. Kedua aliran tersebut sesungguhnya saling bertentangan satu dengan yang lain tetapi pengaruhnya sangat besar pada perkembangan behaviorisme. Aliran strukturalisme berpendapat bahwa jiwa adalah sesuatu yang statis. Objek yang menjadi penyelidikannya ialah sruktur gejala jiwa. Sementara aliran fungsionalisme yang dipelopori oleh Mac Dougall dan William James berpendapat bahwa jiwa adalah sesuatu yang dinamis. Objek yang menjadi bahan penyelidikannya ialah tugas-tugas gejala di dalam kedinamisannya. Lebih jelasnya yang menjadi objek penyelidikannya yaitu berupa organisme semata atau berupa segala sesuatu bagian tubuh yang tampak dari luar oleh indra manusia. Dengan demikian dapat dipahami pernyataan bahwa behaviorisme merupakan pelaksanaan sebenar-benarnya daripada aliran fungsionalisme. Aliran ini lebih banyak mendapatkan dukungan atau pengikut dibandingkan aliran strukturalisme.
Kepopuleran filsafat pragmatisme di Amerika. Aliran pragmatisme dicetuskan  pertama kalinya oleh William James. Ia berfilsafat tentang “benar”. Menurut James yang dinamakan “benar” merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia. Oleh karena itu, teori dari James ini dinamakan pula “Teori Serbaguna”. Lebih lanjut James menjelaskan bahwa sesuatu yang benar adalah sesuatu yang berguna. Sesuatu yang berguna adalah sesuatu yang dapat dipakai. Sesuatu yang dapat dipakai hanyalah sesuatu yang tampak. Alasan James seperti itu dapat memuaskan banyak orang sehingga dapat mempercepat penyebaran dan pengakuan orang terhadap behaviorisme.
Selain berfilsafat pragmatisme, James juga turut andil memajukan ilmu jiwa modern dengan menyusun teori di dalam ilmu jiwa dimaksud. Sebelum menyusun di dalam ilmu jiwa, James mengadakan penyelidikan tentang tingkah laku dengan metode observasi physis. Sebagai unsur dasarnya adalah jalan gerak. Dipahami gerak adalah suatu reaksi terhadap perangsang dari luar. Perangsang dan reaksi ini merupakan suatu yang tersusun yang dinamakan refleks sensomotorik. Selanjutnya refleks sensomotorik tersebut dinamakan gerak. Atas dasar gerak kemudian disusun tingkah laku manusia. Manusia adalah organisme yang bertindak secara keseluruhan terhadap rangsangan dari luar.
James membedakan dua macam reaksi yang mungkin terjadi pada individu, yaitu reaksi pembawaan dan reaksi yang diperoleh dari hidupnya. James juga menegaskan bahwa gerak kalbu ditentukan oleh gerak tubuh. Berkaitan dengan pendapatnya itu, James mengemukakan bahwa “seseorang menangis bukan karena dirinya sedih, melainkan yang benar yaitu seseorang atau orang tersebut sedih karena ia menangis”. Teori yang disusun oleh James itu sama dengan teori yang disusun oleh seorang Denmark bernama Lange yang dikemukakan pada 1900. Waktu-waktu berikutnya teori mereka sangat terkenal dengan sebutan “teori perasaan james lange”.

B.     Teori-Teori Perkembangan Behavior
Terdapat beberapa sumber penelitian yang dapat menghasilkan teori-teori belajar behavioristik. Thorndike dalam penelitiannya terdapat problem box, memunculkan teori koneksionisme atau Bond Psychology, dengan menyatakan, “bahwa yang menjadi dasar belajar adalah asosiasi antara kesan indera dan kekuatan untuk berundak. Belajar bersifat trial and error learning. Mengadakan penelitian “problem box”, yang menghasilkan teori-teori :

a.         3 Hukum Pokok
-          Law of readiness (hukum kesiapan)
-          Law of exercise (law of use, deuse)
-          Law of effect (semakin kuat atau lemah hubungan disebabkan oleh semakin kuat atau lemahnya respon)
b.    5 Hukum Subsider
-          Law of multiple respons
-          Law of attitude
-          Law of partial activity
-          Law of respons by analogy
-          Law of assoclauf shifting
c.     Teori Transfer
“Transfer tergantung adanya unsur-unsur yang identik dalam belajar yang mula-mula dengan belajar yang baru, baik bahan maupun teori”.

Yang kedua, adalah Pavlov : (Rusia, 1849-1936). Melalui percobaan dengan anjing, dirumuskan :
-                 Reaksi keluar air liur dengan melihat tanda CR
-                 Tanda : perangsang bersyarat : US
-                 Keluarnya air liur karena makanan : refleks tidak bersyarat : UR
Ivan Pavlov telah menyelidiki cara bekerjanya kelenjar ludah. Penyelidikannya ini berhasil dengan sangat baik, sehingga pada tahun 1905 ia mendapat hadiah nobel untuk ilmu psikologi “refleks”.
Dari hasil penyelidikannya ia ingin pula membawanya ke dalam ilmu jiwa. Oleh karena itu maka ilmu jiwanya disebut Psychorefleksologie, yang sebenarnya lebih tepat Physiorefleksiologie.
Percobaan-percobaan yang telah dilakukan, adalah sebagai berikut :
Seekor anjing dibiarkannya lapar. Dimasukkan ke dalam kandang tetapi diusahakan agar anjing itu dengan mudah dapat melihat perangsang yang diberikan oleh pencoba yang diletakkan di luar kandang.
Kelenjar ludah anjing itu dioperasi dan diletakkan di luar mulutnya dan diusahakan agar liur yang keluar kalau ia mendapat perangsang, dapat ditampung dan diukur dengan teliti.
Si pencoba mula-mula memberi perangsang makanan kepada anjing itu. Sesudah itu liur yang keluar diukur dengan teliti.
Percobaan itu diulang di tempat gelap. Bersama dengan perangsang makanan itu, si perancang mencoba memancarkan seberkas cahaya yang terang. Anjing itu tetap mereaksi refleksi dengan liurnya, dan ternyata liurnya itu sama banyak pula. Beberapa kali percobaan semacam ini diulang, dan hasilnya sama.
Kemudian perangsang yang diberikan kepada anjing itu hanya seberkas cahaya saja yang berwarna merah. Anjing itu tetap mereaksi dengan kekuatan yang sama, meskipun perangsang hanya cahaya tetapi apabila perangsang itu diganti dengan misalnya cahaya hijau, maka anjing itu tidak mereaksi apa-apa.
Dari percobaan tersebut Pavlov menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Perangsang bersyarat (perangsang buatan, perangsang tidak wajarpun) dapat menimbulkan reaksi bersyarat (tidak wajar) yang sama kuatnya dengan perangsang wajar. Reaksi yang timbul itu bersifat refleksi. Karena itu refleksi ini disebut refleks bersyarat.
2.    Kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat mereaksi bersyarat apabila dilatih berulang-ulang secara teratur, didressur.
3.    Dengan Dressur, maka binatang dapat menari, melihat warna, dan sebagainya seperti perbuatan-perbuatan manusia.
4.    Ilmu jiwa yang berobyekkan kesadaran tentu tidak akan berhasil baik di kemudian hari. Ia harus berobyekkan kepada segala  yang tampak oleh indera dari luar.
Jadi Psychorefleksologie, hanya berobyek kepada apa yang tampak dari luar, yaitu tingkah laku. Maka dari itulah ia mempercepat perkembangan behaviorisme di Amerika.[1]
Yang ketiga, adalah Watson (Amerika, 1878-1958), yang seringkali dijuluki dengan Behaviorisme Orthodok. Ia memunculkan teori-teori :
-     Teori Sarbond (Stimulus and respons bond theory), stimulus sebagai situasi obyektif dan respons sebagai reaksi obyektif, dapat meramalkan respon dengan mengetahui perangsangnya, dan dapat mencari perangsangnya bila tahu responnya.
-     Pengamatan dan kesan (sensation and perception)
-     Perasaan, tingkah laku afektif: bukan menyadari, tetapi membuat respon pandangan, penglihatan, dan seterusnya. Dalam penyelidikan terhadap bayi misalnya, reaksi-reaksi marah, cinta, dan takut dibawa sejak lahir.
-     Teori berpikir : berbicara dalam hati, semacam tingkah laku senso-motoris. Bahwa berpikir merupakan proses terjadinya refleks atau respons bersyarat melalui stimulus pengganti.
Yang keempat, adalah E.R.Guthrie (Amerika, 1886-1959). Tokoh Neo-Behaviorisme ini menyatakan bahwa “belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respons. Hukuman tidak bersifat baik atau buruk. Efektif tidaknya hukuman tergantung apakah menyebabkan murid belajar atau tidak.”
Yang kelima, adalah Skinner (Amerika), yang percobaannya dengan kera, memunculkan teori :
-       Operant conditioning: situasi belajar di mana respon diperkuat dengan reinforcemen langsung.
-       Terdapat dua macam respon, yakni Respondents respon yang terjadi karena stimuli khusus, serta operants, yakni respon yang terjadi karena stimuli random.
-       Langkah-langkah operant conditioning :
a.    Identifikasi reinforcer bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
b.    Analisis komponen 2 kecil yang membentuk tingkah laku.
c.    Identifikasi reinforcer masing-masing komponen.
-                    Pembentukan tingkah laku.[2]

C.    Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran IPA atau Fisika
Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi behavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan behaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu, behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
Implementasi teori belajar behavioristik pada pembelajaran harus fleksibel. Penggunaan teori behavioristik bergantung pada kondisi-kondisi tertentu. Hal ini karena teori belajar behavioristik menganggap perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Sedangkan manusia melakukan belajar tidak hanya sekedar melakukan perubahan perilaku, melainkan pikiran dan pemahamannya juga berubah. Kegiatan belajar juga bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Terkait implementasi teori belajar behavioristik pada pembelajaran, Pavlov mengungkapkan adanya rangsangan yang menyenangkan akan direspon dan akan di ulang. Sebagai contoh guru memberikan senyuman dan apresiasi kepada siswa yang mengerjakan PR (pekerjaan rumah), maka siswa tersebut akan mengulang untuk mengerjakan soal setiap diberikan PR.  
Penerapan teori Thorndike tentang adanya perilaku yang muncul akibat lingkungan akan  meningkat jika diberi rangsangan yang disertai reinforcement. Sebagai contoh seorang guru memberikan apresiasi dan selamat kepada siswa yang mampu menjawab pertanyaan. Maka siswa tersebut akan merasa aktif untuk berusaha menjawab setiap diadakan kegiatan tanya jawab.
Clark C. Hull mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran harus dibuat kondisi rasa ingin tahu. Implementasi pada pembelajaran Fisika bisa diterapkan dengan memberikan dua hal yang bertentangan dalam memberikan suatu contoh. Dengan demikian, muncul rasa ingin tahu dan termotivasi untuk belajar. 
Belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman  individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam  proses pembelajaran terjadi sebuah interaksi antara pendidik dan peserta didik. Secara umum para psikolog sepakat menerapkan teori behavioristik sebagai  salah satu aliran yang menekankan pada hasil pembelajaran. Dikatakan demikian karena pengaruh pengembangan yang terjadi pada pribadi peserta didik adalah perubahan atas perilakunya dan kognitifnya. Penerapan teori ini  terbukti dengan adanya stimulus dan respon. Terutama dalam pembelajaran Fisika seorang pendidik harus senantiasa membuat materi Fisika semenarik mungkin supaya peserta didik  mempunyai respon besar terhadap materi tersebut.  Fisika memang  melibatkan persoalan   kehidupan, oleh karena itu  peserta didik diharapkan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru yang  lebih kompleks.
Implementasi teori belajar behavioristik pada pembelajaran harus fleksibel. Pada pembelajaran yang terkait dengan teori tersebut, contohnya pendidik yang memberikan soal kepada peserta didik yang merupakan stimulus dari proses perkembangan pendidikan. Kemudian, respon yang muncul itu berupa adanya keinginan dari peserta didik untuk menjawab soal. Agar proses stimulus-respon bersifat kontinu, maka perlu adanya sebuah penguatan (reinforcement). Penguatan tersebur dapat berupa pemberian skor atau nilai.
Pembelajaran Fisika pada tingkat SMA dalam penerapan yang sesuai dengan teori behavioristik, misalnya materi yang akan dibahas pada kesempatan itu adalah gravitasi bumi, seorang pendidik dapat memberikan stimulus berupa pertanyaan seperti, “Mengapa saat buah kelapa jatuh arahnya selalu ke bawah?” atau “Mengapa setiap kali melempar sesuatu benda ke atas pasti akan kembali jatuh ke tanah?”. Maka, respon yang ditunjukkan peserta didik yaitu, akan membayangkan mengapa hal tersebut bisa terjadi dan mencoba untuk menjawab sesuai dengan pengalaman yang dia peroleh saat berinteraksi dengan lingkungan. Ketika pendidik mendapatkan respon yang sesuai, pendidik tersebut akan memberikan apresiasi yang bertujuan untuk menguatkan semangat belajar.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Munculnya aliran behaviorisme (ilmu jiwa tingkah laku) dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu: akibat memuncaknya perkembangan ilmu pasti alam dan industrialisasi di Amerika, hasil penyelidikan Ivan Pavlov seorang ahli berkebangsaan Rusia tentang psikologi refleks, adanya dua aliran yang bertentangan di Amerika, yaitu: strukturalisme dan functionalisme, kepopuleran filsafat pragmatisme di Amerika yang dicetuskan oleh William James.
2.        Teori perkembangan behavior:
·         Thorndike dalam penelitiannya  mencetuskan sebuah teori yakni, Belajar bersifat trial and error learning. Yang isinya meliputi :  
-       3 Hukum Pokok
-       5 Hukum Subsider
-       Teori Transfer
·         Pavlov  yang berisi teori  sebagai berikut:
-       Reaksi keluar air liur dengan melihat tanda CR
-       Tanda : perangsang bersyarat : US
-       Keluarnya air liur karena makanan : refleks tidak bersyarat : UR
·         Watson memunculkan teori-teori :
-       Teori Sarbond (Stimulus and respons bond theory)
-        Pengamatan dan kesan (sensation and perception)
-       Perasaan, tingkah laku afektif
-       Teori berpikir
·         E.R.Guthrie menyatakan bahwa “belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respons.
·         Skinner memunculkan teori :
-       Operant conditioning.
-       Terdapat dua macam respon, yakni Respondents respon yang terjadi karena stimuli khusus, serta operants, yakni respon yang terjadi karena stimuli random.
-       Pembentukan tingkah laku.
3.           Adapun Implementasi teori belajar behavioristik pada pembelajaran  IPA/Fisika harus senantiasa fleksibel. Penggunaan teori behavioristik bergantung pada kondisi-kondisi tertentu.  Dengan adanya rangsangan yang menyenangkan maka  akan direspon dan akan di ulang. Terutama dalam pembelajaran Fisika seorang pendidik harus senantiasa membuat materi Fisika semenarik mungkin supaya peserta didik  mempunyai respon besar terhadap materi tersebut.  Fisika memang  melibatkan persoalan   kehidupan, oleh karena itu  peserta didik diharapkan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru yang  lebih kompleks.






[1] Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 116
[2] Imam Malik, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm.259

Tidak ada komentar:

Posting Komentar